Akhir - akhir ini muncul opini kementerian pendidikan akan menghapus pelajaran sejarah dari kurikulum sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah umum. Di sini saya berusaha untuk memberikan tangapan saya mengenai isu tersebut tanpa menyinggung pihak - pihak tertentu.
Saya adalah seorang penikmat dan pemerhati sejarah, karena sejarah seringkali menjadi dasar dalam saya menyusun sebuah cerita. Saya senang mengarang kisah fiksi sejarah. Alasannya,
sejarah kerap menawarkan konflik - konflik hati manusia yang tidak pernah terpikirkan oleh pengarang -- pengarang fiksi dan fantasi, bahkan kadang lebih seru daripada kisah fantasi itu sendiri.
Selain itu, tanpa kita sadari, konflik -- konflik dalam kisah fiksi dan fantasi merupakan adaptasi dari kisah nyata yang pernah terjadi.
Tahukah Anda, ketika Mother of Dragons, alias Daenerys Targaryen, menurunkan budak - budak yang tersalib sepanjang jalan menuju Meereen, hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Marcus Crassus di jalan menuju Roma dua ribu tahun yang lalu? Tahukah Anda, bahwa kisah romansa terbaik Romance of Three Kingdoms alias Sam Kok merupakan adaptasi dari kejatuhan dinasti Han di abad kedua Cina?
Sejarah itu penting. Bagi saya, untuk menyusun cerita. Bagi orang lain, untuk mengetahui kisah yang pernah terjadi di masa lampau, dan yang buruk agar tak terulang lagi. Bagi Bung Karno, untuk menghargai jasa para pahlawan dalam membangun negeri. Dan kini muncul polemik agar sejarah dihapuskan.
Yang mengagetkan adalah bahwa saya setuju dengan opini ini. Ya benar, saya setuju. Bahkan lebih lagi.
Murid harusnya diperbolehkan untuk memilih pelajaran yang menarik baginya.
Yang saya kritik di sini adalah sistem kurikulum Indonesia yang memasukkan semua pelajaran ke otak muridnya. Lihat saja pelajaran SMA jurusan IPA. Ada matematika, biologi, fisika, kimia. Pelajaran - pelajaran ini termasuk sulit untuk dipelajari. Apakah mereka yang menyukai biologi tertarik dengan pelajaran kimia? Belum tentu. Apalagi saat belum penjurusan. Ada sejarah, pkn, agama, seni, sosiologi, olahraga. Bisa dibayangkan beban yang harus diterima oleh seorang murid SMA?
Itulah mengapa menurut saya pelajaran SMA di Indonesia tidak pernah maksimal.
Sekolah selalu gagal dalam mengembangkan potensi SDM Indonesia.