Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Pantai

21 Juli 2020   17:55 Diperbarui: 21 Juli 2020   18:11 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya itu orang tuanya, pikir Dina, karena mereka terlihat sangat khawatir. Namun dua orang dewasa ini hanya sampai sebatas pinggul saja. Arus ombak terlalu ganas. Entah mengapa sore itu angin bertiup sangat kencang sehingga ombak pun meninggi. Biasanya tidak seperti itu.

Namun Dina tahu bahwa ia dapat mengatasi ombak itu. Ia adalah perenang handal. Seluruh hidupnya dihabiskan di pantai. Teman -- temannya sering memujinya karena ia bisa mengambil kerang di dasar laut yang cukup jauh dari tepi pantai.

Tanpa pikir panjang ia pun segera berlari ke arah laut, ke arah bocah yang nyaris terbawa arus. Kini hanya tinggal tangannya yang timbul tenggelam.

Dina memastikan dengan matanya posisi sang anak sebelum ia menceburkan diri ke dalam laut. Pada saat tubuhnya menyentuh air, ia baru ingat bahwa masih ada keranjang di punggungnya. Dengan berat hati, ia melepaskan keranjang itu untuk terbawa arus air. Ia juga kini melupakan es krim lima belas ribunya, juga mobil ambulans keinginan adiknya. Ia berenang dan terus berenang, mencari anak tenggelam di dalam air. Ketemu! Di sana dirinya.

Arus yang kencang membuatnya berusaha dua kali lebih melelahkan daripada biasanya. Terlebih kini ia membawa tubuh sang anak. Pada akhirnya ia berhasil membawanya ke tepi pantai sambil melawan arus. Ia sangat lelah dan berharap orang -- orang berterima kasih padanya. Namun bukan itu yang didapatkannya.

Orang -- orang berkerumun di sekitar bocah, memeriksanya apakah ia kekurangan sesuatu atau mengalami cedera. Ketika ia terbatuk -- batuk dan memuncratkan air, orang bersorak gembira. Artinya ia tidak apa -- apa. Pelukan demi pelukan didapatkannya. Ia lalu digendong dan digelandang menjauh dari pantai bersama kerumunan orang, termasuk teman dan keluarganya.

Namun Dina ditinggalkan seorang diri. Tidak ada yang berterima kasih padanya. Tidak ada yang memeluknya. Tidak ada yang menghampirinya dan juga ikut bersedih karena ia tidak jadi dapat dua puluh ribu pada hari itu. Perlahan -- lahan, ia merasakan kekuatannya hilang.

Di pinggir ombak kencang, ia terduduk dan menangis. Ombak pun perlahan -- lahan menariknya ke tengah. Ia merasa tidak ada yang peduli dengannya. Kalau ia mati pun, tak apa -- apa. Toh, dunia tidak akan mengakuinya.

Ia mau mengakhiri hidupnya. Arus laut akan membawanya menuju alam baka. Hanya tinggal kepalanya, dan sesudahnya adalah kegelapan. Namun, di penglihatan terakhirnya di dunia, ia melihat sesuatu yang unik. Anjani sedang berjingkrak -- jingkrak di kejauhan.

Nampaknya ia baru pulang dari mengunjungi gua. Mungkin ibunya juga kecolongan untuk mengawasinya. Anjani terlihat gembira. Ia memegang sesuatu di tangannya. Dan Dina tahu itu. Itu adalah mobil ambulans impiannya! Entah dari mana ia bisa mendapatkan itu. Siapa yang membelikannya?

Dina ingin tahu. Dina ingin tahu siapa yang sudah membelikannya mobil ambulans. Dina ingin mengenal siapa yang sudah berbaik hati membelikan sebuah pembelian yang begitu berharga. Apakah itu orang tuanya? Mungkin saja. Tapi Dina ingin tahu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun