Ia masih memandang ke arah kolam ketika aku berkata, "Jadi, rencanamu gagal, pak tua? Johnny masih tetap pergi. Hehehe."
Abdul menatapku dan tertawa kecut, "Jadi kau menuduhku yang merusak sepatu itu, Kilesa? Seperti inikah pekerjaan detektifmu?"
Aku menoleh dan menatap kolam, "Tidak, aku hanya menduga -- duga saja. Tapi, di antara semua penghuni rumah ini, engkaulah yang memiliki motif paling kuat agar Johnny tidak pergi."
Penjahat kelas teri akan dengan mudah mengakui perbuatannya, namun Abdul adalah seseorang dengan mental yang kuat. "Kuberitahu, Kilesa. Kalau aku menginginkan sesuatu, hal itu pasti terjadi. Jika aku menginginkan Johnny tidak pergi, hal itu pasti terjadi. Aku tidak pernah gagal, Kilesa."
Aku mengangguk -- angguk, "Aku setuju denganmu, pak tua."
Abdul menoleh dan memancing, "Jadi, bukan aku pelakunya? Aku sudah bebas dari tuduhan? Hahaha, ini semua menarik. Aku menarik kata -- kataku. Pekerjaan detektif sungguh menarik."
"Kau belum lepas dari tuduhan. Namun, betul, pak tua. Ini memang menarik. Dan sebenarnya, aku sudah tahu siapa pelakunya."
Abdul terdiam namun masih memertahankan senyumnya. "Dan pelaku ini ada diantara penghuni rumah ini?"
Aku mengangguk. Ia melanjutkan, "Siapa?"
Aku terdiam sebentar, lalu menjawab, "Sebenarnya menurutku, pak tua, pertanyaan yang lebih penting adalah mengapa."
"Aku tidak suka bertele -- tele, Kilesa. Tapi apakah kau yakin bahwa pelakunya adalah penghuni rumah ini? Aku tidak percaya dari keluargaku ada yang berani merusak sepatu Johnny."