Sebagai akibatnya Lauren berkacak pinggang dan mengeluarkan keluhan dan makian. Ia kemudian masuk ke dalam rumah, masih dengan berkacak pinggang. Aku mendengar sisa -- sisa kejengkelannya.
"Keluarga sialan, sedari pagi tidak ada yang membuat senang. Huh!"
Aku hanya tertawa dalam hati. Sifat pemarah Lauren hanya di kulitnya saja. Dalamnya baik luar biasa. Hatinya sebenarnya lembut, karena itulah aku menyukainya. Jika ia kembali ke luar sini, ia pasti sudah berbeda dari sebelumnya. Sementara itu Johnny di samping menampilkan tampang yang sangat serius.
"Nampaknya kau benar, om Kilesa. Kenanga benar -- benar serius. Ia menungguku jam 11 siang. Kalau begitu, aku harus segera siap -- siap." Johnny pun beranjak pergi.
Abdul tersenyum, "Anak muda, akan menjadi budak cinta pada waktunya. Hahaha."
Aku tertawa kecil menanggapi ujaran dari Abdul. Tapi ia melanjutkan, dan kata -- katanya berikutnya mengagetkanku.
"Walau aku menganjurkan Johnny untuk menikah, tapi aku tidak suka dengan Kenanga. Ia pernah datang ke sini sekali, dan keliatan bahwa ia bukan anak baik -- baik. Pakaiannya minim, dan sopan santunnya tidak ada sama sekali kepada orang tua."
"Lalu mengapa kau tidak melarang?"
"Sudah, Kilesa, sudah kulakukan. Namun keempat anakku memiliki watak sama. Kau pasti paham dengan sifat Lauren, yang semakin dilarang akan semakin bernafsu melakukannya. Johnny pun sama seperti itu. Aku sekarang hanya bisa berharap bahwa hubungan ini akan putus. Hahaha. Apakah aku berdosa dengan punya pemikiran seperti itu?"
Aku hanya garuk -- garuk kepala menanggapi perkataan Abdul. Ia benar. Lauren punya sikap keras kepala. Tiba -- tiba terdengar klakson dari halaman depan. Nampaknya Leni dan Bambang sudah kembali dari mengurus STNK. Teringat mobil VW, aku mencoba bertanya kepada Abdul.
"Pak tua, sebenarnya aku tertarik dengan mobil VWmu itu. Aku mencoba bertanya dengan sopan. Adakah mobil VW itu dijual?"