"Tentu saja, Kencana. Mainan Tuan Gundalika tidak pernah mengecewakan. Saat aku kecil dahulu banyak sekali uangku habis untuk membeli mainan -- mainannya."
Udayaditya mengangkat Kencana Dharta dan menggendongnya.
"Tidak, kak, lihat, kapal ini berbeda!"
"Mana, coba sini kupegang." Kencana Dharta menyerahkan mainannya ke tangan Udayaditya.
Udayaditya menyadari sesuatu. Model kapal ini adalah model terbaru dimana ada tambahan layar kecil di atas tiga layar besar. Namun selain itu, kapal mainan itu tidak berbeda dari kapal mainan lainnya.
"Kau benar, Kencana, kapal ini berbeda. Lihat, ada satu layar kecil di atasnya. Sama persis dengan kapal itu." Udayaditya menunjuk kapal di hadapannya, membuat Kencana Dharta tersenyum bangga.
Seseorang muncul tepat di telunjuk Udayaditya di atas kapal besar. Sang panglima perang Sriwijaya, Vijayasastra. Hanya dengan sebuah gestur pada tangannya, ia menyuruh Udayaditya untuk menyusulnya ke atas geladak kapal.
"Nampaknya waktuku tidak lama lagi, kawan. Kencana, aku minta tolong, aku juga ingin pesan satu lagi kapal seperti itu kepada lapak jualan tuan Gundalika. Kau bisa membelinya, kan?"
Kencana Dharta mengangguk. Udayaditya menatap Lendung Swaragama dan Putrawijaya. Tanpa perlu bertukar kata, tatapan mata ketiganya mengisyaratkan saling pengertian. Sebuah pelukan hadir dari ketiga sahabat baik di Pelabuhan Musi. Udayaditya menyadari sesuatu.
"Omong -- omong, mana Yudhistira? Aku tidak melihatnya."
"Ia tidak ingin menjumpai temannya yang akan menghabisi nyawa orang lain. Begitulah memang si pecinta keindahan itu. Terlalu mencintai seni."