Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pramodawardhani 1 [Novel Nusa ANtara]

13 Desember 2018   15:45 Diperbarui: 13 Desember 2018   15:51 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pramodawardhani tergelitik untuk menimpali, "Jika memang hubungan mereka begitu dekat, lalu mengapa kalian semua, para pejabat kerajaan, terlihat panik ketika utusan Sriwijaya itu datang dengan pesan dari Rakai Warak? Coba tolong jelaskan, Mpu Galuh."

"Berjaga -- jaga adalah sifat manusia yang terbaik. Langit cerah pun akan memunculkan hujan besar jika kita tidak melihat awan hitam di pulau berbeda. Terakhir Samaratungga bertemu Balaputradewa adalah dua puluh lima tahun yang lalu, Putri Pramoda," jawab Mpu Galuh.

"Kerajaan Medang telah berdiri menjadi kerajaan sendiri, diresmikan beberapa bulan ketika Samagrawira dan Balaputradewa kembali ke tanah Sumatera, dan kini mereka datang dengan utusan tertinggi mereka, yaitu paman kalian. Aku tidak ingin berprasangka buruk, namun kalian sendiri tahu bahwa sejak Samagrawira menjadi Raja Sriwijaya menggantikan Dharanindra, perluasan kerajaan mereka berkembang dengan pesat. Namun aku masih yakin bahwa kedatangan Balaputadewa bisa jadi hanya ingin bertemu rindu dengan kakaknya dan mengenang jaman dahulu kala ketika mereka masih bersama."

Pramodawardhani sedikit lega. Mpu Galuh adalah orang yang telah menghabiskan waktu bersama ketiga orang penting itu di kerajaan. Mendengar ceritanya ia yakin bahwa Balaputradewa dan Samaratungga memiliki hubungan darah yang sangat kuat. Jika Kerajaan Sriwijaya hendak membunuh kerajaan ini, mengapa mereka tidak lakukan sejak dahulu?

Lembayung sore menyambut akhir cerita Mpu Galuh. Yang dituakan inipun memohon diri untuk beristirahat bersama pembantunya, meninggalkan Pramoda serta Tara di Taman Anyelir. Sebelum memohon diri, Anwarudin sempat berpesan bahwa pemandian air panas di Kali Riak telah disiapkan untuk mereka berdua. Pramodawardhani mengangguk. Ia menggenggam tangan adiknya dan berjalan menuju pintu Taman Anyelir.

"Kak, apakah kau pernah bertemu dengan paman Balaputradewa?"

Pertanyaan Tara sedikit mengagetkan Pramodawardhani. "Tidak pernah, dik, kakak lahir setelah paman dan kakek pergi ke tanah Sumatera."

Tara terdiam. Pramodawardhani menebak isi pikirannya. Bagaimana mungkin disebut keluarga jika tidak pernah bertemu dengan paman ataupun kakeknya? Terlalu sibuk? Apa arti hubungan keluarga bagi mereka? Apakah Kerajaan Sriwijaya terlalu besar sehingga melupakan Kerajaan Medang yang tidak jelas nasibnya di masa depan?

"Sudah, tidak perlu dipikirkan, dik. Lihatlah sekelilingmu. Kebutuhan kita selalu dipenuhi. Ayah dan ibu yang menyayangi kita. Terlebih dari itu, rakyat Medang mengasihi kita. Kau lupa apa gelarku?" Pramodawardhani tersenyum, sembari mengeluarkan teka -- teki.

Wajah Tara kembali ceria. "Sri Kahulunan!" ia berseru dengan kencang dan memeluk sang kakak. "Benar dik, Sri Kahulunan, sang pelindung rakyat."

Pramodawardhani dan Tara berjalan menuju Kali Riak. Di tepi bibir kolam pemandian air panas, pikiran -- pikiran itu kemudian kembali menggeliat di kepalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun