Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perspektif Anak-Anak terhadap Bapa yang Mengasihi Mereka (Lukas 15:11-12)

7 Februari 2023   13:36 Diperbarui: 7 Februari 2023   23:41 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Anak yang hilang telah kembali. Rembrandt 1662. Sumber: Wikipedia

Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka." (Lukas 15:11-12)

Kompasianer yang terkasih, anak yang hilang adalah perumpamaan sinoptik yang ketiga di Lukas 15 setelah perumpamaan tentang domba yang hilang, dan perumpamaan dirham yang hilang. Saya telah menulis artikel sebelumnya yang berjudul: "Tuhan Mencintai Orang yang Terhilang" dan hari ini saya akan membahas tentang judul di atas.

Pada ayat pokok di atas, ada tiga tokoh utama yaitu bapa, anak yang sulung, dan anak bungsunya. Tetapi, dalam kisah ini anak bungsu yang diceritakan terlebih dahulu. Sang bapa membagi harta warisannya kepada kedua anaknya atas permintaan si bungsu. Sesuai dengan hukum yang berlaku di Israel, tentu anak sulung menerima 2/3 bagian, dan anak bungsu 1/3 bagian.

Meskipun janggal, karena sesuai hukum warisan akan dibagikan pada waktu orang tua telah meninggal, namun sang bapa memberikannya pada saat ia masih hidup. Hal ini menunjukkan bahwa sang bapa sangat mengasihi anak-anaknya dan ia memberikannya secara adil. Tetapi, dalam pandangan umum pada waktu itu, si bungsu adalah anak yang kurang ajar.

Gambaran bapa di sini tentu menunjuk kepada Allah yang penuh kasih karunia. Anak sulung adalah gambaran dari bangsa Israel, khususnya orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang mengkritik Yesus (ayat 2). Sedangkan anak bungsu adalah gambaran dari bangsa-bangsa non Israel, khususnya para pemungut cukai dan orang-orang berdosa yang datang untuk mendengarkan Yesus (ayat 1).

Yesus sedang menyatakan bahwa Allah sangat mengasihi semua orang, baik orang Israel maupun orang non Israel. Mari kita belajar dari ketiga tokoh dalam kisah tersebut dan menarik pelajaran dari perspektif anak bungsu dan perspektif anak sulung terhadap bapa yang mengasihi mereka dalam kehidupan kita sebagai umat Kristen.

I. Allah, Bapa yang penuh kasih

Ia adalah Bapa yang adil dan penuh kasih karunia (ayat 11-12). Ia adalah Bapa yang menghargai kehendak bebas anak-Nya (ayat 13). Ia adalah Bapa yang berbelas kasihan dan menerima anak-Nya yang bertobat (ayat 20) serta memulihkan status anak-Nya (ayat 22-23). Ia adalah Bapa yang bersukacita atas pertobatan anak-Nya itu (ayat 24, 32) dan yang menghibur dengan menjelaskan tentang pemulihan status dan hak anak-Nya (ayat 31).

II. Anak bungsu yang nakal dan tidak mau diatur

Ia meminta haknya meskipun itu melanggar hukum (ayat 12). Setelah mendapatkan haknya, ia meninggalkan persekutuan dengan Allah dan sesamanya (ayat 13). Ia hidup dalam dosa, dan akibatnya ia hidup di dalam penderitaan dan kehinaan (ayat 14-16). Namun, akhirnya ia sadar bahwa dirinya telah berdosa kepada Allah dan sadar bahwa ia butuh Allah sebagai penolongnya (ayat 17-18).

Ia kemudian bertobat dan dengan iman ia mengakui dosanya kepada Allah (ayat 18-19, 21). Ia diampuni Allah dan dipulihkan statusnya sebagai anak-Nya dan ia masuk ke dalam persekutuan dengan umat-Nya (ayat 20, 22-24). Bapa yang bersukacita atas anak yang hilang itulah gambaran dari Allah yang bersukacita atas pertobatan orang berdosa yang Yesus katakan dalam perumpamaan tentang domba yang hilang (ayat 7).

III. Anak sulung yang legalistik

Ia marah ketika ada orang berdosa yang bertobat (ayat 26-28). Ia mengklaim telah melayani Allah dan tidak pernah melanggar firman-Nya (ayat 29), tetapi ia merasa tidak dikasihi dan diberkati Allah (ayat 29-30). Ia merasa lebih beriman dan setia kepada Allah dibandingkan dengan orang berdosa yang baru bertobat (ayat 30).

Ia adalah gambaran orang yang tidak mengenal Allah meskipun ia taat beribadah (ayat 29-30). Sesungguhnya, dirinya itulah anak yang terhilang di dalam perspektifnya yang keliru tentang Allah sebagai Bapanya. Dan tidak dijelaskan apakah ia dapat menerima kenyataan atas kasih karunia Allah kepada bangsa-bangsa lain atau tidak.

Dalam perspektif anak bungsu, sang bapa yang dikenalnya adalah pribadi yang murah hati. Dalam penyesalannya ketika ia susah, ia ingat akan bapanya, maka ia memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Si bungsu masih memiliki pengharapan akan kasih bapanya meskipun ia nantinya hanya akan menjadi hamba dan tidak diakui lagi sebagai anak oleh bapanya. Dan ternyata ia salah! Sang bapa justru menerimanya kembali di rumah dan tetap mengakuinya sebagai anak yang dikasihinya.

Sebaliknya dengan anak sulung. Dalam perspektifnya, ia menilai bapanya sebagai pribadi yang tidak adil karena menerima adiknya dengan sukacita, bahkan diadakan pesta besar untuk kepulangannya. Ia merasa bapanya tidak mengasihinya karena tidak pernah mengadakan pesta untuknya padahal ia telah bekerja keras untuk bapanya. Ia lupa bahwa warisan 2/3 bagian telah diberikan bapanya sebagai bagian yang tetap dan tidak dapat diganggu gugat. ia gagal memahami pribadi bapa yang mengasihinya.

Pelajaran dari anak bungsu dan anak sulung ialah: pertama, keselamatan itu karena iman, oleh kasih karunia Allah semata, bukan karena giat beragama. Kedua, orang yang telah bertobat harus tunduk kepada Allah, firman-Nya dan Roh Kudus-Nya. Ketiga, jangan iri kepada orang yang baru bertobat, yang kehidupannya cepat diberkati.

Keempat, orang beriman melayani Allah bukan demi upah, tetapi sebagai kesaksian hidup melalui perbuatannya. Kelima, orang beriman harus mengenali kasih Allah dalam hidup orang berdosa. Keenam, orang beriman masih bisa jatuh ke dalam dosa lagi, oleh karena itu ia harus cepat sadar dan bertobat apabila ia telah berbuat dosa. Allah, Bapa, yang kasih setia-Nya kekal, akan mengampuni setiap orang yang mengakui dosanya (1 Yohanes 1:9).

Peringatan: Janganlah kita berlaku seperti anak sulung yang telah menerima kasih karunia Allah, namun tidak senang ketika ada orang berdosa yang bertobat. Dan janganlah kita berlaku seenaknya seperti anak bungsu sebelum ia bertobat, yang menyia-nyiakan kemurahan hati Allah dengan tetap hidup dalam dosa karena berpikir bahwa kita sudah diselamatkan, maka kita bebas melakukan apa saja di luar kehendak dan kebenaran-Nya.

Demikian pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya, Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian. Haleluyah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun