Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Usaha yang Ambisius = Membangun Kesombongan (Pelajaran dari Menara Babel)

4 November 2022   15:06 Diperbarui: 4 November 2022   15:15 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi (Kejadian 11:9).

Kompasianer yang terkasih, nama Babel dikenal sekarang dengan istilah 'kebingungan', dari kata Ibrani balal. Tetapi, kata aslinya adalah dari bahasa Babilonia sendiri yaitu  bab-ilim, yang artinya 'Pintu Gerbang tuhan.' Kota Babel didirikan oleh Nimrod, cicitnya nabi Nuh, dialah raja yang pertama di muka bumi. Babel adalah salah satu kota yang berada di tanah Sinear (Kej. 10:8-10). Semua catatan tersebut ditulis setelah peristiwa air bah.

Kembali ke ayat pokok. Mengapa Tuhan mengacaubalaukan bahasa dan menyerakkan manusia ke seluruh bumi? Sebelumnya kita dapat melihat, bahwa ada kelebihan yang dimiliki manusia pada waktu itu, dan menurut saya hal tersebut merupakan anugerah Tuhan bagi mereka yaitu:

1. Bahasa dan logatnya satu (ayat 1).

2. Mendapat tanah yang punya potensi alam yang besar (ayat 2-3).

3. Kemampuan mengembangkan teknologi pembangunan (ayat 3). Dikatakan: "Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan ter gala-gala sebagai tanah liat." Hal ini menunjukkan, bahwa mereka mampu membuat sebuah inovasi teknologi pada masa itu.

Tetapi, yang menjadi masalah terdapat di ayat 4 yaitu: pertama, membangun atau mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit. Kedua, mencari nama. Tujuan kedua hal tersebut adalah supaya mereka tidak terserak ke seluruh bumi. Nah, inilah biang kerok masalahnya, yakni mereka hendak membangun tatanan dunia baru tanpa Tuhan Allah.

Bandingkan dengan ejekan tentang raja Babel yang disampaikan nabi Yesaya: "Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!" (Yes. 14:13-14). Ironisnya, karena kehendaknya yang ditonjolkan, maka ia kemudian diturunkan Tuhan secara tragis (Yes. 14:15-23).

Kota dan menara yang dibangun adalah ziggurat yang merupakan tempat ibadah atau penyembahan kepada allah, bukan Allah yang disembah oleh Nuh. Jadi, menara atau ziggurat itu dipercaya sebagai tempat turun naiknya allah mereka, atau sebagai penghubung langit dan bumi. Pada waktu itu sudah ada pengamatan terhadap benda-benda langit yang dipercaya sebagai allah yang menentukan nasib manusia (di masa kini itulah zodiak-zodiak). Inilah dosa pertama mereka.

Kemudian mereka mencari nama, karena merasa hebat dengan kekuasaan dan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka merasa tidak membutuhkan TUHAN, Allahnya Nuh. Mereka mengulang dosa Adam dan Hawa yakni ingin menjadi seperti Allah. Inilah kesombongan yang menjadi dosa kedua mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun