Dengan menetap dan tidak berserak ke seluruh bumi berarti mereka terang-terangan melawan perintah Allah kepada Nuh dan keturunannya, yaitu mereka harus beranakcucu dan memenuhi bumi (Kej. 9:1). Inilah dosa ketiga mereka. Ini mengulangi dosa Kain yang melawan Tuhan ketika ia membangun kota Henokh untuk perlindungan dirinya (Kej. 4:17), padahal Tuhan menyuruhnya pergi dan melindunginya sebagai pelarian dan pengembara di bumi sebagai hukuman atas pembunuhan adiknya (Kej. 4:12, 15).
Akhirnya, Tuhan bertindak! Tuhan memperhatikan apa yang mereka kerjakan (Kej. 11:5), kemudian Ia menyatakan kasih karunia-Nya kepada mereka yaitu dengan mengacaubalaukan bahasa mereka (ayat 7). Apa sajakah kasih karunia Allah bagi mereka dalam kekacaubalauan bahasa itu? Pertama, Tuhan menghentikan pekerjaan mereka (ayat 8) supaya mereka tidak melakukan dosa yang lebih hebat lagi (ayat 6). Kedua, Tuhan menyerakkan mereka ke seluruh bumi (ayat 8) supaya rencana Allah tergenapi.
Pelajarannya bagi kita hari ini ialah, bahwa Tuhan Allah mengaruniakan kesehatan, kekuatan, kecerdasan kepada kita agar dapat bekerja, berhasil, dan pada akhirnya semua itu untuk memuliakan Dia. Namun, untuk menjadi orang yang berhasil, janganlah usaha itu berlandaskan kesombongan, dan menjadi ambisius untuk mencapainya sehingga menghalalkan segala cara.
Sebagai orang beriman, mari libatkan Tuhan dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan kita, jangan merasa diri sendiri hebat karena memiliki pengetahuan, jabatan dan kekayaan. Bekerja adalah anugerah Tuhan bagi manusia sebagaimana tugas dan tanggung jawab manusia dalam maksud penciptaan-Nya (Kej. 1:26, 28; 2:15). Itu berarti, manusia memang dirancang Tuhan untuk berhasil demi memuliakan nama-Nya, bukan demi nama manusia itu sendiri.
Bahasa manusia di bumi pasca menara Babel tetaplah berbeda, namun bagi pengikut Kristus kasih adalah bahasa yang mempersatukan umat manusia; kasih adalah bahasa kesaksian di mana kita menjadi saksi Kristus melalui kehidupan sehari-hari: di dalam perkataan dan perbuatan, di dalam pekerjaan, dan di dalam keputusan-keputusan yang menentukan nasib seseorang atau kelompok. Berambisi untuk sukses agar dapat menjadi berkat bagi banyak orang itu baik, tetapi menjadi ambisius demi kepuasan diri sendiri dan demi kesombongan diri itu tidak baik.
Mungkin ada usaha ambisius yang sudah nyaris berhasil, tapi tiba-tiba gagal total. Yuk merenung, siapa tahu kita telah mendirikan menara Babel sehingga Tuhan mengacaubalaukannya supaya kita bertobat dan kembali mengandalkan-Nya. Demikian pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini, sampai jumpa pada tulisan berikutnya. Tuhan Yesus memberkati kita semua, haleluyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H