Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi (Kejadian 11:9).
Kompasianer yang terkasih, nama Babel dikenal sekarang dengan istilah 'kebingungan', dari kata Ibrani balal. Tetapi, kata aslinya adalah dari bahasa Babilonia sendiri yaitu  bab-ilim, yang artinya 'Pintu Gerbang tuhan.' Kota Babel didirikan oleh Nimrod, cicitnya nabi Nuh, dialah raja yang pertama di muka bumi. Babel adalah salah satu kota yang berada di tanah Sinear (Kej. 10:8-10). Semua catatan tersebut ditulis setelah peristiwa air bah.
Kembali ke ayat pokok. Mengapa Tuhan mengacaubalaukan bahasa dan menyerakkan manusia ke seluruh bumi? Sebelumnya kita dapat melihat, bahwa ada kelebihan yang dimiliki manusia pada waktu itu, dan menurut saya hal tersebut merupakan anugerah Tuhan bagi mereka yaitu:
1. Bahasa dan logatnya satu (ayat 1).
2. Mendapat tanah yang punya potensi alam yang besar (ayat 2-3).
3. Kemampuan mengembangkan teknologi pembangunan (ayat 3). Dikatakan: "Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan ter gala-gala sebagai tanah liat." Hal ini menunjukkan, bahwa mereka mampu membuat sebuah inovasi teknologi pada masa itu.
Tetapi, yang menjadi masalah terdapat di ayat 4 yaitu: pertama, membangun atau mendirikan sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit. Kedua, mencari nama. Tujuan kedua hal tersebut adalah supaya mereka tidak terserak ke seluruh bumi. Nah, inilah biang kerok masalahnya, yakni mereka hendak membangun tatanan dunia baru tanpa Tuhan Allah.
Bandingkan dengan ejekan tentang raja Babel yang disampaikan nabi Yesaya: "Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi!" (Yes. 14:13-14). Ironisnya, karena kehendaknya yang ditonjolkan, maka ia kemudian diturunkan Tuhan secara tragis (Yes. 14:15-23).
Kota dan menara yang dibangun adalah ziggurat yang merupakan tempat ibadah atau penyembahan kepada allah, bukan Allah yang disembah oleh Nuh. Jadi, menara atau ziggurat itu dipercaya sebagai tempat turun naiknya allah mereka, atau sebagai penghubung langit dan bumi. Pada waktu itu sudah ada pengamatan terhadap benda-benda langit yang dipercaya sebagai allah yang menentukan nasib manusia (di masa kini itulah zodiak-zodiak). Inilah dosa pertama mereka.
Kemudian mereka mencari nama, karena merasa hebat dengan kekuasaan dan pengetahuan yang mereka miliki. Mereka merasa tidak membutuhkan TUHAN, Allahnya Nuh. Mereka mengulang dosa Adam dan Hawa yakni ingin menjadi seperti Allah. Inilah kesombongan yang menjadi dosa kedua mereka.
Dengan menetap dan tidak berserak ke seluruh bumi berarti mereka terang-terangan melawan perintah Allah kepada Nuh dan keturunannya, yaitu mereka harus beranakcucu dan memenuhi bumi (Kej. 9:1). Inilah dosa ketiga mereka. Ini mengulangi dosa Kain yang melawan Tuhan ketika ia membangun kota Henokh untuk perlindungan dirinya (Kej. 4:17), padahal Tuhan menyuruhnya pergi dan melindunginya sebagai pelarian dan pengembara di bumi sebagai hukuman atas pembunuhan adiknya (Kej. 4:12, 15).
Akhirnya, Tuhan bertindak! Tuhan memperhatikan apa yang mereka kerjakan (Kej. 11:5), kemudian Ia menyatakan kasih karunia-Nya kepada mereka yaitu dengan mengacaubalaukan bahasa mereka (ayat 7). Apa sajakah kasih karunia Allah bagi mereka dalam kekacaubalauan bahasa itu? Pertama, Tuhan menghentikan pekerjaan mereka (ayat 8) supaya mereka tidak melakukan dosa yang lebih hebat lagi (ayat 6). Kedua, Tuhan menyerakkan mereka ke seluruh bumi (ayat 8) supaya rencana Allah tergenapi.
Pelajarannya bagi kita hari ini ialah, bahwa Tuhan Allah mengaruniakan kesehatan, kekuatan, kecerdasan kepada kita agar dapat bekerja, berhasil, dan pada akhirnya semua itu untuk memuliakan Dia. Namun, untuk menjadi orang yang berhasil, janganlah usaha itu berlandaskan kesombongan, dan menjadi ambisius untuk mencapainya sehingga menghalalkan segala cara.
Sebagai orang beriman, mari libatkan Tuhan dalam setiap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan kita, jangan merasa diri sendiri hebat karena memiliki pengetahuan, jabatan dan kekayaan. Bekerja adalah anugerah Tuhan bagi manusia sebagaimana tugas dan tanggung jawab manusia dalam maksud penciptaan-Nya (Kej. 1:26, 28; 2:15). Itu berarti, manusia memang dirancang Tuhan untuk berhasil demi memuliakan nama-Nya, bukan demi nama manusia itu sendiri.
Bahasa manusia di bumi pasca menara Babel tetaplah berbeda, namun bagi pengikut Kristus kasih adalah bahasa yang mempersatukan umat manusia; kasih adalah bahasa kesaksian di mana kita menjadi saksi Kristus melalui kehidupan sehari-hari: di dalam perkataan dan perbuatan, di dalam pekerjaan, dan di dalam keputusan-keputusan yang menentukan nasib seseorang atau kelompok. Berambisi untuk sukses agar dapat menjadi berkat bagi banyak orang itu baik, tetapi menjadi ambisius demi kepuasan diri sendiri dan demi kesombongan diri itu tidak baik.
Mungkin ada usaha ambisius yang sudah nyaris berhasil, tapi tiba-tiba gagal total. Yuk merenung, siapa tahu kita telah mendirikan menara Babel sehingga Tuhan mengacaubalaukannya supaya kita bertobat dan kembali mengandalkan-Nya. Demikian pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini, sampai jumpa pada tulisan berikutnya. Tuhan Yesus memberkati kita semua, haleluyah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H