Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Haleluya adalah Bahasa Segala yang Bernapas (Mazmur 150)

28 September 2022   07:13 Diperbarui: 28 September 2022   07:20 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jemaat yang memuji Tuhan. Sumber: Pixabay / 591360

"Haleluya! Pujilah Allah dalam tempat kudus-Nya! Pujilah Dia dalam cakrawala-Nya yang kuat! Pujilah Dia karena segala keperkasaan-Nya, pujilah Dia sesuai dengan kebesaran-Nya yang hebat! Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi! Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan kecapi dan seruling! Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang! Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!"

Kompasianer yang terkasih, mazmur ini menjadi penutup dari seluruh Kitab Mazmur. Menariknya, Mazmur 150 jumlah ayatnya sama dengan Mazmur 1 yaitu enam ayat saja, keduanya singkat dan sangat mudah diingat. Tetapi, tujuan kedua mazmur ini berbeda. 

Mazmur 1 menunjukkan pengajaran terperinci bagaimana kita harus hidup demi kebahagiaan yang Tuhan rancang bagi kita. Sedangkan Mazmur 150 merupakan klimaks dari semua yang Tuhan perbuat di dalam tatanan kehidupan di alam semesta khususnya umat-Nya yang hidup dalam pergumulan terus menerus yang pada akhirnya dapat bersorak sorai dengan penuh sukacita kemenangan yang dinyatakan dalam puji-pujian kepada Tuhan.

Mazmur ini bersama dengan empat mazmur terakhir (Mazmur 146-150) dibuka dan ditutup dengan haleluya! Mazmur 150 dipenuhi dengan memuji dan mengagungkan Tuhan, hanya Dia yang benar-benar menjadi pusat penyembahan umat yang mengasihi-Nya. Ini dibuktikan dengan penyebutan nama-Nya. Tidak ada lagi pembahasan tentang orang yang dalam kesulitan hidup, segalanya hanya tentang memuliakan Allah tanpa syarat.

Pujian dengan penyebutan nama Yahweh sebanyak tiga kali: haleluya (ayat 1a,6b); memuji TUHAN (ayat 6a). Pujian dengan penyebutan nama El sebanyak satu kali: pujilah Allah (ayat 1b). Pujian dengan penyebutan kata ganti 'Dia' sebanyak sembilan kali: pujilah Dia (ayat 1c,2,3,4,5). 

Sedangkan penyebutan kata ganti 'Nya' untuk menunjukkan Tuhan sebagai pemilik ditulis sebanyak empat kali: tempat kudus-Nya (ayat 1b), cakrawala-Nya (ayat 1c), keperkasaan-Nya dan kebesaran-Nya (ayat 2).

Mazmur ini mengajak kita untuk menghayati ulang akan siapa Allah secara pribadi bagi kita, akan apa yang telah Dia perbuat di masa lalu, apa yang sedang diperbuat-Nya sekarang dan apa yang akan Dia lakukan di masa depan. 

Pengagungan kepada Tuhan bisa dengan ketika kita melihat ciptaan-Nya yang luar biasa yaitu cakrawala yang begitu luas dan kuat karena menjadi tempat bertautnya matahari, bulan dan bintang yang menandai hari-hari kita dalam berbagai situasi yang dijalani dengan kondisi yang berubah-ubah, tetapi herannya ciptaan-Nya itu tetap konsisten melakukan tugasnya untuk menerangi siang dan malam. Puji Tuhan, haleluya!

Kompasianer yang terkasih, memuji dan menyembah Tuhan merupakan perintah yang harus dilakukan, jadi beribadah merupakan kewajiban dan bukan hak bagi kita. Mengapa? Karena kalau ibadah itu hak, maka kita boleh melakukan atau tidak melakukannya. Akan tetapi, ibadah itu suatu kewajiban yang tidak berdasarkan kita mau atau tidak mau, ibadah harus dilakukan tanpa syarat karena kesadaran yang mendalam akan pentingnya Tuhan di dalam hidup kita. 

Tanpa Tuhan kita tidak berarti apa-apa (Yoh. 15:1-8), hidup kita bergantung kepada Tuhan Yesus yang adalah hidup itu sendiri (Yoh. 14:6).

Hidup kita mungkin porak poranda gara-gara pandemi Covid 19 yang berkepanjangan, namun ingat, bahwa sebagaimana ada siang dan ada malam yang menunjukkan kuasa pemeliharaan Allah yang sempurna dan tak pernah berubah sebagaimana penciptaan pada mulanya mengenai cakrawala dan isinya di mana bumi belum berbentuk dan kosong yang dikuasai oleh gelap gulita (Kej. 1:1-19), demikianlah Allah sanggup mengubahkan situasi yang kelam ini hanya dengan Ia berfirman dan kita cukup menanggapinya dengan iman (Ibr. 11:3).

Namun demikian, satu hal yang harus kita sadari dan tidak mengingkarinya yaitu bahwa di tengah sikon yang sangat sulit sekarang ini ternyata kita masih bernapas. Ingat saudara, orang terkaya, orang terpintar, orang terhebat, orang terpandang dan sebagainya bisa memiliki segalanya dengan usahanya tanpa Tuhan, tetapi tidak satu pun dari mereka yang dapat membeli napas kehidupan.

Hanya Allah pemilik napas hidup dari segala ciptaan-Nya yang bernapas. Tanpa napas, segala makhluk pasti mati. Jadi, dengan bernapas saja sudah menjadi alasan yang sangat kuat bagi kita untuk memuji dan menyembah Tuhan.

Perhatikan, memuji Tuhan Allah harus dengan kesungguh-sungguhan karena kita sedang memasuki ruang paling sakral yaitu tempat kudus-Nya di mana Dia bersemayam. Itu bukan ruang sembarangan, tempat kudus-Nya hanya diperuntukkan bagi kita yang rindu menjumpai-Nya dalam sukacita puji-pujian meskipun saat itu kita sedang dalam masalah besar. 

Jadi, ibadah kita yang mengatakan 'haleluya, puji Tuhan' adalah bahasa pengakuan bahwa kita sedang berhadapan dengan Allah yang keperkasaan dan kebesaran-Nya melampaui masalah kita.

Perkataan 'haleluya' menjadi pengakuan kita bahwa napas ini tidak hanya berisi oksigen, tetapi setiap hembusannya menyatakan Allah itu ada bagi kita dan setiap helaan napas itu membuktikan bahwa Allah itu setia bagi kita yang hidup sampai saat ini. Memuji Tuhan dengan iman telah menyatukan kita yang tinggal di rumah dengan Allah yang bertakhta di sorga.

Seruan 'haleluya' di awal dan di akhir mazmur ini menunjukkan bahwa 'haleluya' merupakan bahasa kekekalan yaitu sejak kita menyadari napas hidup berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya; dari dunia yang sementara ini kita memuji Tuhan, maka ketika di sorga kita akan tetap menyerukan 'haleluya' bersama-sama dengan penghuni sorga untuk menyambut Sang Mempelai Gereja yaitu Anak Domba, Tuhan Yesus Kristus (Why. 19:1,3,4,6).

Demikianlah Kompasianer yang terkasih, haleluya adalah bahasa segala yang bernapas. Tetaplah bersyukur karena kita masih bernapas. 

Memuji Tuhan saja, fokuslah kepada-Nya karena fokus Allah kepada kita saat ini. Jangan takut dan kuatir, sorga sedang turun tangan bagi kita dan keluarga. Selamat beraktivitas, tetap semangat, sampai jumpa di blog berikutnya. Haleluya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun