Mohon tunggu...
Devina Susanto
Devina Susanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Jaringan Hewan Lebih Adaptif?

21 September 2017   23:23 Diperbarui: 21 September 2017   23:48 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selamat datang kembali di akun saya! Karena sebelumnya saya telah membahas mengenai sel, maka kali ini saya akan membahas tentang jaringan, khususnya tingkat adaptasi antara jaringan hewan dengan jaringan tumbuhan.

Mungkin ada di antara kalian yang bertanya-tanya, apa sih hubungan antara sel dengan jaringan? Jaringan merupakan tingkat organisasi kehidupan yang berada setingkat di atas sel dan dibawah organ. Dengan kata lain, jaringan merupakan sekumpulan sel yang memiliki struktur, bentuk, dan fungsi yang sama, dan kumpulan dari beberapa jaringan akan membentuk organ.

Adaptasimemiliki pengertian proses dimana makhluk hidup berusaha bertahan hidup di lingkungan sekitarnya dengan cara melakukan beberapa perubahan dalam dirinya. Hal ini terjadi baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Jika mampu beradaptasi, maka makhluk hidup akan mampu:

  • Memperoleh makanan (air, udara, dan nutrisi)
  • Mengatasi kondisi fisik lingkungan, misalnya temperatur, cahaya, dan panas
  • Mempertahankan hidup (dari predator)
  • Melakukan reproduksi
  • Merespon terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar

Sementara makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi tidak akan mampu bertahan hidup, atau dengan kata lain spesiesnya akan mengalami kepunahan atau kelangkaan.

Ada tiga jenis adaptasi, yaitu adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.

1. Adaptasi Morfologi

Adaptasi Morfologi adalah adaptasi dimana perubahan terjadi pada bentuk tubuh, yang berarti makhluk hidup yang beradaptasi secara morfologi perubahannya dapat dilihat dengan jelas, kasat mata, karena terjadi di luar. Adaptasi Morfologi berkebalikan dengan adaptasi Fisiologi, dimana perubahannya terjadi di dalam tubuh sehingga tidak dapat dilihat.

Contoh adaptasi morfologi pada hewan adalah pada kaki bebek, dimana kakinya berselaput sehingga memudahkannya untuk berenang karena ia mencari makanan di tempat yang berair.

Contoh lain pada hewan adalah pada paruh burung, dimana paruh burung mengalami perubahan berdasarkan makanan yang biasa dikonsumsi. Seperti pada burung pipit yang memiliki paruh pendek dan kuat karena berfungsi menghancurkan biji-bijian.

Sementara pada tumbuhan ada tiga macam: adaptasi hidrofit, xerofit, dan higrofit. Adaptasi hidrofit terjadi pada tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan berair, misalnya teratai dan eceng gondok. Adaptasi adaptasi xerofit terjadi pada tumbuhan yang tumbuh di lingkungan yang kering seperti pada kaktus, sementara adaptasi higrofit terjadi pada tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan yang lembab, misalnya seperti yang terjadi pada tumbuhan paku dan lumut.

2. Adaptasi Fisiologi

Seperti yang sudah disebut di atas, adaptasi Fisiologi merupakan kebalikan dari adaptasi Morfologi karena perubahan yang terjadi bukan pada bentuk tubuh, melainkan pada fungsi alat-alat tubuh.

Adaptasi ini ada yang bersifat reversible atau dapat kembali ke kondisi awal.

Contoh: berdasarkan jenis makanannya, hewan dibedakan menjadi karnivora, herbivora, dan omnivora. Selain itu, ikan yang hidup di laut mengeluarkan urin yang lebih sedikit dibandingkan ikan yang hidup di air tawar karena air laut mengandung banyak garam. Karena garam menyebabkan cairan tubuh keluar terus menerus, maka ikan menyesuaikan diri dengan cara mengeluarkan sedikit urin. Sementara pada tumbuhan, bunga Rafflesia arnoldimengeluarkan bau busuk yang berfungsi untuk menarik serangga.

3. Adaptasi Tingkah Laku

Sesuai namanya, adaptasi tingkah laku adalah adaptasi yang berupa perubahan tingkah laku. Contohnya adalah mimikri (perubahan warna kulit) pada bunglon dan pohon jati yang meranggas pada musim kemarau untuk mengurangi penguapan.

Setelah sedikit pemaparan di atas, maka kita kembali ke pertanyaan awal: apakah benar bahwa jaringan hewan memang lebih mudah beradaptasi dibandingkan dengan jaringan tumbuhan? Menurut saya, ya -- saya setuju bahwa jaringan hewan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan daripada jaringan tumbuhan.

Bukan tanpa alasan saya mendukung pernyataan tersebut. Sebelumnya perlu diingat bahwa adaptasi adalah hal penting dalam berlangsungnya hidup makhluk hidup. Jika ada makhluk hidup yang tidak mampu beradaptasi, maka spesiesnya akan terancam punah.

Meskipun tumbuhan juga melakukan adaptasi, namun mereka tidak memiliki sistem syaraf sebanyak yang dimiliki hewan sehingga mereka (tumbuhan) kurang 'peka' terhadap lingkungan di sekitarnya -- karena itulah pantas saja jika dibilang bahwa adaptasi yang dilakukan oleh tumbuhan tidak lebih sempurna dibandingkan adaptasi oleh hewan. Adaptasi oleh tumbuhan bisa dibilang pasif, karena adaptasinya lebih bergantung atau bersesuaian dengan lingkungan tempat tinggal atau habitat tumbuhan tersebut. Dengan kata lain, adaptasi oleh tumbuhan disebut pasif karena mereka tidak mampu berpindah tempat dengan sendirinya. Tumbuhan seperti hanya memiliki dua pilihan: mampu beradaptasi dan terus hidup di lingkungan atau habitat itu, atau tidak.

Jika adaptasi oleh tumbuhan dianggap pasif, maka adaptasi hewan bisa dibilang aktif. Aktif, karena -- tidak seperti tumbuhan -- hewan mampu bergerak, sehingga mereka bisa berpindah tempat kemanapun mereka mau.

Misalnya saja kita memindahkan jenis hewan dan tumbuhan yang habitat aslinya adalah di daerah beriklim tropis ke daerah kutub. Tentu saja kita langsung berpikir bahwa tidak ada dari keduanya yang akan mampu terus hidup di daerah kutub bukan? Namun, berbekal fakta bahwa hewan mampu bergerak aktif sedangkan tumbuhan tidak, kita akan tahu bahwa setidaknya hewan tersebut bisa bertahan hidup lebih lama dibandingkan tumbuhan tadi, meskipun jika mereka secara bersamaan dipindahkan ke daerah kutub, dan di tempat yang sama pula. Jadi, mengapa hal itu bisa terjadi? Tentu saja karena hewan mampu bergerak aktif. Mereka akan bisa mencari tempat dimana mereka bisa menghangatkan tubuh mereka, atau mendapatkan sesuatu yang bisa mereka konsumsi walaupun jumlahnya sedikit.

Hal yang berbeda terjadi pada tumbuhan. Pernyataan bahwa daerah kutub merupakan salah satu dari beberapa daerah di dunia ini dengan ekspektasi hidup yang rendah bukanlah tanpa alasan. Seperti yang telah kita ketahui sejak SD, daerah kutub merupakan daerah yang memiliki suhu yang sangat rendah -- rata-rata suhu di Kutub Utara adalah -40C pada musim dingin dan 0C di musim panas, sementara suhu rata-rata selama musim dingin di Kutub Selatan adalah -60C dan 28.2C selama musim panas. Rendahnya suhu di daerah kutub mengakibatkan sebagian besar permukaan tertutup oleh es -- dan jika ada tanah di daerah kutub, tanah tersebut pastilah tidak mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan oleh tanaman untuk bisa hidup di sana, sehingga jarang sekali kita bisa melihat tumbuhan di daerah kutub kecuali jenis-jenis lumut, lichen, dan alga tertentu saja. Karena itu, tumbuhan yang hidup di iklim tropis tidak akan mampu bertahan hidup di daerah kutub.

Alasan kedua adalah bahwa di daerah kutub sinar matahari tidaklah seterang seperti di tempat beriklim tropis. Karena tumbuhan tidak akan mendapatkan sinar matahari yang cukup, maka mereka akan lebih cepat mati di daerah kutub dibandingkan dengan hewan.

Contoh lain mengenai tanaman yang sebagai syarat bertahan hidup adalah harus berada di suhu tertentu adalah tanaman teh dan kopi. Karena keduanya butuh udara yang dingin dan sejuk untuk bisa hidup, maka dataran tinggi adalah tempat yang cocok bagi tanaman teh dan kopi untuk hidup. Jika mereka dipindahkan ke dataran rendah yang udaranya lebih panas daripada di dataran tinggi, mereka akan cepat mati atau tidak akan mampu tumbuh dengan maksimal, dengan kata lain kualitasnya akan lebih buruk dibandingkan tanaman teh dan kopi yang ditanam di dataran tinggi.

Setelah membandingkan dengan daerah yang beriklim dingin, maka sudah selayaknya kita juga membandingkan adaptasi oleh hewan dan tumbuhan jika dipindah ke daerah yang sangat kering: padang gurun.

Meskipun daerah-daerah beriklim gurun sangat panas, kering, dan merupakan tempat yang sangat tidak cocok untuk menjadi tempat berlangsungnya hidup hewan dan tumbuhan jenis apapun, tetap saja ada beberapa jenis hewan dan tumbuhan yang mampu bertahan hidup. Satu-satunya alasan mengapa mereka tetap bisa hidup adalah mereka mampu mentolerir jumlah air yang sangat sedikit di daerah gurun.

Seperti manusia yang membutuhkan air untuk bisa bertahan hidup, maka begitu pula hewan dan tumbuhan -- apalagi jika mereka hidup di padang gurun, dimana suhu maksimum bisa mencapai sekitar 40C dan suhu minimum hingga -18C (hal ini menyebabkan daerah gurun disebut memiliki suhu yang ekstrim -- siang hari bisa sangat panas sementara malam hari udaranya bisa menjadi sangat dingin).

Karena itu, tentu saja hewan dan tumbuhan iklim gurun melakukan adaptasi. Mereka harus mampu menyimpan air dalam tubuh mereka, jika tidak mereka akan mati. Pada tumbuhan yang tinggal di daerah gurun yaitu kaktus, air disimpan di bagian akar, batang, dan daun -- dimana kaktus beradaptasi terhadap lingkungannya yang kering sehingga memiliki akar yang panjang, batang yang memiliki lapisan kulit yang tebal untuk meminimalisir penguapan dan berlapis lilin supaya mampu menahan teriknya sinar matahari, dan daun yang berbentuk seperti duri untuk mencegah terjadinya penguapan.

Salah satu hewan yang tinggal di daerah gurun adalah unta, dimana mereka memiliki ciri khas yaitu berpunuk. Namun, bertentangan dengan anggapan banyak orang, punuk unta ternyata digunakan untuk menyimpan lemak, bukan air, dimana lemak itu merupakan energi bagi si unta untuk terus berjalan di padang gurun (karena kita tahu unta merupakan alat transportasi utama bagi orang-orang yang tinggal di gurun). Alasan mengapa unta mampu bertahan hidup di padang gurun jika mereka tidak menyimpan air di punuknya adalah karena mereka tidak mengeluarkan banyak air.

Kembali lagi ke pengandaian bila hewan dan tumbuhan yang seharusnya tidak tinggal di daerah gurun dipindahkan ke daerah gurun. Apakah hasil yang pertama akan seperti pengandaian yang pertama, yakni tumbuhan akan mati duluan daripada hewan? Lagi-lagi jawaban menurut pemikiran saya adalah ya. Tumbuhan tidak akan secara langsung memiliki akar yang panjang guna mencari sumber air maupun mengubah bentuk daun mereka menjadi bentuk duri seperti milik kaktus, apalagi secara tiba-tiba memiliki lapisan lilin pada batangnya.

Sementara hewan, jika dipindahkan ke daerah gurun, akan mampu bertahan hidup paling tidak sedikit lebih lama dibandingkan tumbuhan. Walaupun stok air di padang gurun sedikit, hewan masih bisa mendapatkan air dari makanan mereka ataupun mangsa mereka. Hewan-hewan di daerah gurun umumnya tidur di siang hari karena suhunya yang sangat tinggi dan baru bangun pada malam hari, ketika udara sudah mulai dingin.

Jadi, menurut saya jaringan hewan memang lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dibandingkan jaringan tumbuhan, karena hewan mampu bergerak aktif dan lebih 'peka' terhadap lingkungan dibandingkan tumbuhan.

Demikian pembahasan saya kali ini, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca sekalian. Akhir kata, saya mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam pembahasan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun