Salah satu kue kering andalan mama adalah nastar. Tidak seperti nastar saat ini yang bentuknya imut, Â nastar buatan mama sedikt lebih besar dari ukuran tomat cherry.Â
Selai nanas sebagai isian nastar, adalah hasil olahan nanas segar  dari kebun sendiri. Mama selalu membuat selai ini, sebelum membuat nastar dan menyimpannya dalam toples kaca.Â
Saya sangat senang ketika diminta untuk mengoleskan kuning telur pada permukaan nastar kami, kemudian menancapkan satu biji cengkeh untuk setiap bulatan yang dibuat. Nastar sekarang tidak menggunakan cengkeh.Â
Entah kenapa, perpaduan antara aroma nanas dan cengkeh sangat kental terasa ketika mencicipi nastar dan membuat rasanya jadi berbeda dengan nastar lainnya.Â
Mama menyimpan kue kering hasil olahannya dalam kaleng bekas biskuit, dan ditata dalam toples kaca pada hari Natal. Kadang kami iseng mengambil kue kering diam-diam, tanpa sepengetahuan mama.Â
Kue semprit jadul, model dan bentuknya sederhana. Berbeda dengan kue semprit jaman sekarang yang sangat bervariasi dan beraneka rasa. Kue semprit jadul, hanya dicetak lurus, sepanjang 5 cm, dengan warna coklat dan putih yang berjejer. Rasanya sangat luarbiasa. Â
Satu lagi kue favorit kami yang selalu ditunggu. Kue cicinggo. Kue cicinggo terbuat dari adonan tepung, kacang dan mentega. Adonan ini sedikit berminyak, namun sangat menggoda untuk dicomot. Kue ini bisa dicetak dalam bentuk apa saja, bintang, bulat, segitiga, tergantung selera.
Kue cicinggo relatif lebih mudah ditemukan, dibandingkan dengan kue kering lainnya, tapi tetap saja masa itu menjadi harta yang ditunggu. Perpaduan aroma kacang dan mentega memberi citarasa gurih dan khas.
Mengapa kue kering jadul terasa enak?
Kue kering jadul terasa lebih enak, kata mama saya karena dibuat dari bahan yang terbaik.Â
Selain itu, mungkin karena dibuat dengan kasih sayang, seluruh anggota keluarga turut terlibat. Ada yang mengoles kuning telur, ada yang menggilas bahan, menambahkan gula atau mengocok telur secara manual.