Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta LDR, Jangan Terjebak Video Call

12 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 12 Desember 2024   21:30 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi video call  hubungan jarak jauh (LDR) (Sumber foto : Freepik)

Haero cinta LDR dia pu obat video call sabae
Kalau pulsa sonde ada, kalau data sonde ada
Adu du du du kita sama-sama tersiksa.......

Lirik di atas adalah penggalan lagu dari Timor, Cinta LDR. Lagu yang berkisah tentang sepasang kekasih yang menjalani hubungan LDR, terpaksa mengandalkan panggilan video untuk saling melepas rindu. Begitulah, kehadiran internet memang membantu dalam banyak hal, termasuk dalam urusan hati.

Rasio pengguna internet dan medsos sangat tinggi

Tidak dapat dipungkiri, tingkat ketergantungan kita terhadap internet sangat tinggi. Mulai urusan pekerjaan, bisnis, pendidikan, hingga urusan asmara melekat erat dengan internet dan medsos.

Penggunaan internet maupun media sosial saat ini memang sangat tinggi. Melansir katadata.co.id, rata-rata penggunaan internet orang Indonesia per hari adalah 8 jam 36 menit! Artinya hampir separuh hari orang tersebut dihabiskan untuk mengakses internet. 

Tangkapan layar statistik penggunaan internet di Indonesia (Sumber : katadata.co.id)
Tangkapan layar statistik penggunaan internet di Indonesia (Sumber : katadata.co.id)

Melirik rasio pengguna internet di Indonesia yang berada pada angka lebih dari 73% dan rasio pengguna media sosial atau medsos mendekati angka 70% menandakan tingginya aktivitas interaksi seseorang dengan teknologi tersebut.

Internet dan perempuan

Kemajuan teknologi mendukung pemberdayaan perempuan di berbagai bidang, terutama ekonomi digital. Perempuan dapat memanfaatkan platform daring untuk memulai bisnis, bekerja dari rumah, dan menjangkau pasar global tanpa batas.  

Kemudahan akses pada era keterbukaan seperti saat ini, membuat setiap orang merasa perlu untuk membagikan setiap aktifitas apapun kepada dunia,  untuk mencari pengakuan, mengekspresikan identitas, membangun personal branding, atau sekedar terhubung dengan komunitasnya.

Namun, pada sisi yang berbeda, aktivitas ini membuka begitu banyak peluang munculnya kejahatan atau penipuan yang terjadi melalui medsos.

Internet juga membawa dampak negatif seperti kesenjangan akses teknologi, tekanan sosial dari media digital,  termasuk pelecehan siber. Internet dan media sosial juga kerap menjadi media kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak.

Merujuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA),  kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) tahun 2024 meningkat empat kali lipat dari tahun sebelumnya, 57% berusia 18-25 tahun dan  26% usia kurang dari 18 tahun.

Marak modus video call dengan oknum tertentu

Saat ini lagi marak modus penipuan di medsos dengan oknum yang mengaku sebagai abdi masyarakat, atau abdi negara lainnya. Sekali lagi, sasaran empuknya adalah kaum perempuan. Foto profil yang digunakan adalah foto profil orang lain untuk menjerat korban.

Para pelaku biasanya memanfaatkan medsos untuk perkenalan, berlanjut ke tahap merayu agar korban terjebak dan bisa dimanipulasi. 

Data korban, kebiasaan, status, pekerjaan dan lain-lain dengan mudah dapat diakses oleh pelaku, apalagi bila nomor telepon terpampang jelas di sana! Data ini akan dipakai untuk mencari sasaran empuk dan mereka akan melenggang kangkung beraksi.

Dari beberapa kasus yang ada, korban  biasanya berani menerima panggilan video, bahkan menuruti perintah pelaku,  karena sudah merasa nyaman, dan bahkan ada yang sudah terlanjur bucin, padahal baru kenal seminggu. Tidak sedikit korban yang kehilangan materi atau justru harga diri. 

Ilustrasi speak up (Foto : Freepik)
Ilustrasi speak up (Foto : Freepik)

Panggilan video yang dibuat, diam-diam direkam oleh pelaku dengan sengaja. Adegan plus yang dibuat menjadi boomerang bagi korban, bila tidak menyerahkan sejumlah uang, maka videonya akan disebar. 

Perempuan rentan terhadap modus ini karena rasa takut atau malu untuk speak up. Malu sekaligus takut aibnya akan terbongkar menyebabkan mereka tunduk pada ancaman dan pada akhirnya pelaku bebas berkeliaran melancarkan aksinya.

Minimnya literasi digital menyebabkan korban juga tidak menyadari modus ini sejak awal. Apalagi bila ditambah dengan keterikatan emosional, semakin memperburuk keadaan dan menyebabkan korban terlibat dalam perangkap.

Dampak yang ditimbulkan bisa depresi, ada keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau juga kehilangan harga diri karena rasa malu ataupun trauma.

Lantas, apa yang harus dilakukan?

Bermedia sosial itu baik, namun tidak perlu mengumbar semua informasi pribadi di sana, apalagi meninggalkan nomor telepon yang justru membahayan diri sendiri.

Hindari menerima video call dari orang yang tidak dikenal. Jangan mudah percaya pada seseorang yang baru dikenal, apalagi di media sosial. Telusuri jejaknya, apa saja aktivitasnya, siapa saja temannya. 

Bila ada akun yang mencurigakan, segera laporkan. Jangan beri ruang untuk kejahatan, sekecil apapun itu. Gunakan fitur pelaporan pada platform media sosial bila ada aktivitas akun yang mencurigakan.

Laporkan pada pihak berwajib bila ada ancaman. Kumpulkan bukti tangkapan layar percakapan atau panggilan telepon atau indikasi ancaman lainnya. 

Tetap bersikap tenang dan jangan menuruti keinginan pelaku, toh yang namanya ancaman, sekali diikuti maka akan ada ancaman kedua, ketiga dan seterusnya. 

Yuk, mari bijak menggunakan medsos. Kalau sedang jatuh cinta dan sedang LDR, bijak pula menggunakan video call.

Referensi : Kemenpppa, Katadata

Kupang,  12/12/2024 sebuah angka cantik

Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun