Dari sisi perempuan, faktor kenyamanan serta kemandirian untuk melakukan kontrol penuh terhadap alat kontrasepsi yang dipilihnya, memberi andil dalam keputusan untuk tidak memilih penggunaan kontrasepsi vasektomi pada laki-laki.
Dari stigma hingga edukasi
Meskipun vasektomi adalah pilihan pribadi yang wajar, masyarakat terkadang masih memandang hal ini dengan stigma atau prasangka tertentu.
Selain stigma, mitos tentang vasektomi yang beredar di masyarakat, menjadi penghalang vasektomi pada laki-laki terutama pada masyarakat konservatif.
Akibatnya, ada keengganan untuk memilih vasektomi karena tabu atau informasi yang keliru.
Mitos yang beredar di masyarakat seperti vasektomi menyebabkan laki-laki kehilangan kejantanannya yang berdampak pada kehidupan sexualnya, adalah hal yang tidak benar.Â
Nyatanya, produksi hormon testoteron dan kemampuan sexual laki-laki tidak terpengaruh.
Mitos lainnya seperti vasektomi adalah kastrasi (atau kebiri) adalah salah besar, toh tidak sampai mengangkat testis.Â
Demikian halnya dengan adanya anggapan bahwa vasektomi dapat menyebabkan kanker prostat, belum dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Minimnya edukasi serta miskonsepsi tentang vasektomi menyebabkan ketakutan atau keraguan terhadap penggunaan kontrasepsi jenis ini. Juga kembali kepada peran perempuan dalam pengambilan keputusan.
Bagi keluarga yang memegang prinsip bahwa laki-laki adalah sebagai pemimpin dan pengambil keputusan, tentu ini menjadi problema tersendiri.
Edukasi tentang kontrasepsi apapun termasuk vasektomi, menjadi sangat krusial, tak lain agar dapat membuat keputusan yang bijak dalam pemilihan kontrasepsi, tidak hanya bagi perempuan, tapi juga bagi laki-laki.