Jogja bukan hanya sebuah tempat, tapi juga perasaan yang membuat hati rindu untuk selalu kembali.
Kembali ke Jogja, seperti sedang mengunjungi pacar lama. Kangen, tapi malu-malu. Nggak berani bilang rindu, katanya sih, Â biarkan mengalir begitu saja. Aiiiiihhh....
Kata orang, kalau sudah pernah ke Jogja, pasti bakal kembali lagi dan lagi. Entah bagaimanapun caranya, selalu ada  memori yang tersisa untuk tetap terhubung dengan masa lalu.
Kesempatan untuk kembali ke kota menawan ini pun datangnya tiba-tiba. Seperti de javu, begitu memikirkan, sesaat kemudian berangkat menghampiri. Ah, bukan kah kita selalu terkoneksi  dengan semesta yang menerima isyarat kerinduan akan sesuatu?
Rasa modern dalam setiap gigitan
Menyusuri malam di Jogja belumlah lengkap bila tidak mencicipi kuliner yang ditawarkan. Sebagai salah satu kota yang menjadi destinasi wisata yang terkenal, Jogja menghadirkan berbagai jenis kuliner. Tradisional maupun modern.
Lokasi pertama yang dikunjungi kali ini adalah Tempo Gelato yang terletak di Jalan Kaliurang Jogja. Destinasi kuliner ini terlihat estetik dan cocok buat nongki-nongki. Tempat parkirnya pun cukup luas. Beberapa bus pariwisata dan mobil pribadi terlihat berderet di lokasi parkir.
Tempo Gelato menyajikan gelato aneka rasa seperti salted caramel, nutella, mint, tiramisu, capuccino, matcha dan aneka rasa lainnya.  Beruntung, antrian tidak terlalu panjang, sehingga kami  mengantri tidak terlalu lama.Â
Setelah membayar tiga puluh lima ribu untuk setiap cone, kami masing-masing mendapatkan dua scoop besar gelato dengan rasa yang berbeda. Tergantung selera. Saya memilih mint dan salted caramel, sementara teman Saya memilih hazelnut dan black coffee. Gelato yang lembut segera berpindah  dan lumer di mulut.  Rasa gelatonya memang tidak abal-abal.
Setiap sudut dinding dibuat seestetik mungkin, sehingga pengunjung betah berlama-lama dan mengabadikan momen dengan latar yang manis di sana. Kami pun tidak ketinggalan membuat beberapa jepretan di sana.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju sebuah warung yang menjual steak dengan harga murah dan rasa yang tidak murahan. Lokasinya tidak jauh dari Tempo Gelato, namanya Waroeng Steak. Terletak di daerah Pandega Marta, warung ini menyajikan menu steak maupun aneka makanan lainnya.
 Segera kami memesan steak kesukaan. Tidak perlu menunggu lama, sesaat kemudian steak beef telah  tersaji di meja.  Para petugas dengan ramah memberikan pelayanan yang terbaik mereka.Â
 Gudeg Mercon Ibu Tinah
Rasa lapar di tengah malam, membawa kami ke sebuah lokasi lesehan di daerah Kranggan. Gudeg mercon Bu Tinah. Untungnya saat kami tiba, tidak perlu mengantri. Pengunjung tidak begitu ramai. Beberapa pengunjung terlihat sedang menikmati pesanan mereka diatas tikar yang digelar di seberang jalan.
Gudeg mercon ini buka pada jam 9 malam  hingga 1 dini hari.  Gudeg mercon Bu Tinah memberi sensasi rasa yang sedikit berbeda dari rasa gudeg biasanya, tidak semanis gudeg yang dikenal. Cocoklah untuk lidah Saya yang tidak begitu menyukai rasa manis yang berlebih.Â
Porsi yang disiapkan cukup untuk sekali makan. Rasa pedas  dari cabe yang dipakai, bak mercon dalam mulut dan bikin megap-megap. Maunya nambah, tapi mercon itu membuat Saya tak sanggup lagi menambah porsi ke dua.
Menutup malam itu, semangkuk wedang ronde yang dijual di samping warung gudeg Bu Tinah  menjadi sasaran berikutnya. Rasa hangat ronde, cukup untuk mengusir dinginnya Jogja yang makin terasa di ujung malam. Â
Sate kere Bu Suwarni
Kalau ke Malioboro, jangan lupa singgah di Pasar Bringharjo. Aneka barang bisa diperoleh di sini dengan harga yang cukup murah, yang penting bisa menawar. Â
Saya pun tergoda, dan bukan emak-emak namanya kalau tidak sukses mengantongi beberapa batik cantik  dengan harga miring, setelah mengeluarkan jurus ampuh tawar-menawar.Â
Setelah puas berkeliling, kami berhenti di pintu keluar pasar. Aroma sate menyeruak seketika. Benar-benar membuat lapar.Â
Seorang perempuan yang sudah lanjut usia, duduk sambil membolak-balikkan sate di atas panggangan sederhana di depannya. Terpampang sebuah  bingkai foto pada tiang di belakangnya, foto seorang perempuan bersama Pak Erik  Tohir di sampingnya.Â
Ya, dialah Bu Suwarni, penjual sate kere. Sate kere Bu Suwarni terbuat dari gajih atau lemak sapi dan daging sapi sandung lamur, terasa gurih di lidah namun ada manisnya.Â
Kami memesan porsi campur, ada gajihnya ada juga daging sandung lamurnya. Wiiiih, rasanya maknyussss. Sudah murah, enak pula.
Bakmie yang bikin nagih
Bagi pencinta aneka mie,  Bakmie Djowo Pendopo, layak  dicoba. Terletak di Jalan Panembahan, lokasi ini menampilkan konsep nature yang kental dengan memanfaatkan benda-benda yang didaur ulang.
Bila ingin mencicipi menu lain selain bakmie, jangan khawatir. Di sini juga tersedia sop ayam, cap cay dan aneka jenis makanan lainnya yang dapat dibeli dengan harga yang murah.Â
Menemani dinginnya malam, tersedia aneka minuman hangat seperti wedang uwuh, teh teko, sekoteng, minuman jahe sereh dan lainnya.Â
Gudeg Yu Djum untuk oleh-oleh
Mengakhiri hari di Jogja, Saya ikutan memesan gudeg untuk dibawa pulang. Pilihannya jatuh pada Gudeg Yu Djum. Isinya sama seperti gudeg pada umumnya, cuma untuk perjalanan jauh, gudegnya divakum secara terpisah.Â
Paket yang dipesan cukup lengkap. Cukup membayar 105 ribu rupiah, Saya sudah bisa mendapatkan ayam kampung, telur bebek murni, gori (buah nangka), sambal krecek dan bumbu pelengkap dalam setiap paketnya.Â
Ah, ternyata Jogja dan setiap gigitannya, membuat Saya semakin syulit move on.
Kupang, 9 Juli 2024
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H