Relasi mertua menantu ibarat piring ketemu sendok. Kalau tidak hati-hati, bakal terjadi gesekan besar yang menimbulkan bunyi yang kuat. Bisa jadi, piring atau sendok akan retak atau patah. Sebentar bisa kesetrum, tak jarang berubah menjadi tantrum. Apalagi relasi antara ibu mertua dengan menantu perempuannya.Â
Entah mengapa, hubungan yang terjalin diantara mereka ini terbilang unik, istimewa dan bikin ketar-ketir anak lelakinya.Â
Mau membela ibunya, di kubu sebelah ada istrinya, emang mau tidur di luar? Maksud hati membela istri, yang dihadapi adalah ibunya sendiri, tentu tidak ingin dicap anak yang tidak berbakti, kan?Â
Buntut-buntutnya tantrum, meledak-ledak tak terkendali. Hubungan dengan pasangan pun kena imbas juga. Kalimat "kenapa sih ibumu selalu ikut campur" terngiang-ngiang setiap hari di telinga pasangan. Atau "beritahu istrimu, jangan pelit-pelit, kamu butuh makanan bergizi." Bikin pusing banget dan tak urung bikin kesal pasangan.
Relasi menantu yang tinggal berjauhan, beda kota atau beda rumah dengan mertuanya cenderung lebih adem ayem. Tanpa masalah. Kalaupun ada, lebih banyak dipendam, tidak meledak-ledak.Â
Perkara kesetrum hingga bikin tantrum ini umumnya menimpa mereka yang tinggal berdekatan dengan mertuanya. Pengalaman menumpang di perumahan mertua indah pun sudah pasti meninggalkan aneka sensasi. Apalagi bila keduanya sama-sama memiliki watak yang keras, padahal mencintai orang yang sama!
Letupan-letupan api tidak bisa dihindari. Persoalan receh bisa berubah menjadi persoalan besar yang melibatkan pihak keluarga besar, terutama bila terlalu banyak memendam rasa. Rasa kecewa, rasa diabaikan, rasa tidak dihargai dan lainnya.
Lantas, mengapa relasi ini menjadi begitu rumit?
Banyak hal yang menyebabkan relasi menantu mertua menjadi lebih kompleks. Tahun-tahun permulaan hidup bersama ibu mertua, cukup menguras energi. Menyesuaikan dua pribadi yang berbeda, beda generasi, beda pemikiran, pasti menimbulkan reaksi kesetrum.Â
Pastinya banyak alasan yang bersifat pribadi dan kompleks yang menyebabkan relasi mertua menantu menjadi kurang mulus dalam perjalannya.
Adanya perbedaan kepribadian menjadikan keduanya sulit menerima kekurangan masing-masing. Misalnya ibu mertua sangat tradisional, sementara menantunya lebih modern, tentu agak sulit untuk menemukan kesamaan di antara mereka. Atau, ibu mertua sukanya yang sat set bat bet, sementara si menantu lebih santuy dan sulit mengikuti irama mertua.
Pengaruh pihak ketiga juga sedikit banyak mempengaruhi pandangan ibu mertua terhadap menantunya. Ibarat bara dalam sekam, makin ditiup pasti akan menyala dan akan berdampak dalam relasi keduanya.
Sikap protektif berlebihan terhadap anak pun menimbulkan kecemasan di luar nalar. Adanya ketakutan bahwa anak lelakinya tidak bisa diurus dan dirawat dengan baik oleh menantunya bisa menjadi boomerang bagi si ibu. Mulai urusan makan sampai urusan pakaian dalam pun akan menjadi hal yang dilihat secara detail oleh ibu mertua.
Kadang tanpa sadar, sang ibu lupa bila anaknya sudah memiliki kehidupan sendiri dengan keluarga kecilnya. Akibatnya, keterlibatan ibu mertua dalam urusan rumah tangga anaknya akan dianggap sebagai campur tangan yang berlebihan dalam rumah tangga sang anak.Â
Ada saja komentar atau penilaian yang keluar dari mulut sang ibu, mulai dari urusan masak, mencuci, penataan rumah, yang anaknya tidak boleh beginilah, tidak boleh begitulah, sukses membuat menantunya tantrum.Â
Kalau sudah begini bisa menyebabkan friksi dan ketidaksukaan dari kedua belah pihak. Â Kesalahpahaman dan asumsi negatif bisa muncul akibat kurangnya komunikasi yang baik dan terbuka, dan hal ini sering menjadi sumber masalah dalam relasi unik ini.
Bila komunikasi yang baik tak dapat dibangun, maka sudah tentu banyak harapan yang tidak terpenuhi. Ekspektasi yang  tinggi dari salah satu pihak, misalnya dalam hal ketrampilan rumah tangga atau cara mendidik anak, juga menyebabkan konflik internal bila tidak terpenuhi.
Karena mencintai orang yang sama, salah satu pihak baik itu ibu mertua atau menantu, mungkin akan merasa tersaingi dalam hal perhatian dan kasih sayang dari anak atau pasangan, meskipun banyak relasi tidak seperti itu. Hal ini bisa menyebabkan rasa cemburu dan ketegangan di dalamnya.Â
Mengatasi konflik dengan bijaksana
Siapa bilang relasi mertua dan menantu tidak bisa berubah manis? Bisa kok, hanya butuh ruang dan waktu, dan sedikit usaha tentunya.
Meskipun penuh lika liku, bukan berarti relasi mertua dan menantu tidak bisa manis dan harmonis. Â Kedua kubu perlu mengendalikan diri masing-masing, yang jelas...butuh kesabaran seluas samudra. Mudah? Tentu tidak, tapi perlu dilatih dan terus berlatih.Â
Sebagai orang yang usianya lebih muda, menantu tentunya perlu menunjukkan rasa hormat kepada mertua dan menghargai mereka sebagai orangtua sendiri.Â
Meluangkan waktu untuk mengenal lebih dekat juga perlu dilakukan; ajak mertua untuk hangout bareng.  Ketika suasana sudah cair, maka semakin mudah untuk  mengajak mertua ngobrol secara terbuka dan jujur. Tentu saja, tetap sopan dan santai.Â
Selalu berusaha untuk sabar menghadapi perbedaan dan fleksibel dalam menyesuaikan diri terhadap perbedaan itu, dalam hal apapun, termasuk aturan dan kebiasaan dalam keluarga pasangan. Sekecil apapun yang dilakukan mertua, ucapkan terima kasih dan apresiasi atas usaha yang dilakukan mertua.
Mertua juga perlu memberi respon yang baik. Beri ruang napas bagi rumah tangga anak dan menantu, jangan terlalu ikut campur untuk hal-hal receh.Â
Ajak mereka ngobrol dengan santai, no baper. Dengarkan cerita dan pendapat mereka. Dengan demikian, lebih mudah untuk menerima keunikan dan perbedaan dengan lebih lapang dada.Â
Berikan pujian sesekali kepada menantu, sebagai salah satu bentuk support. Tunjukkan kalau mereka merasa usahanya dihargai dan didukung oleh ibu mertua.Â
Jangan pernah membanding-bandingkan diri menantu dengan orang lain, hindari omongan yang bikin mereka baper dan merusak suasana yang ada.Â
Bila ini dilakukan, relasi unik ini akan membawa kekuatan dan ikatan yang penuh kasih dan saling menghormati. Tidak ada yang kesetrum, apalagi sampai tantrum.
Semoga.
Mertua dan menantu yang bahagia adalah mereka yang saling menerima perbedaan, dan menjadikannya kekuatan untuk saling belajar dan tumbuh bersama (NN)
Kupang, 16 Juni 2024
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI