Pengaruh pihak ketiga juga sedikit banyak mempengaruhi pandangan ibu mertua terhadap menantunya. Ibarat bara dalam sekam, makin ditiup pasti akan menyala dan akan berdampak dalam relasi keduanya.
Sikap protektif berlebihan terhadap anak pun menimbulkan kecemasan di luar nalar. Adanya ketakutan bahwa anak lelakinya tidak bisa diurus dan dirawat dengan baik oleh menantunya bisa menjadi boomerang bagi si ibu. Mulai urusan makan sampai urusan pakaian dalam pun akan menjadi hal yang dilihat secara detail oleh ibu mertua.
Kadang tanpa sadar, sang ibu lupa bila anaknya sudah memiliki kehidupan sendiri dengan keluarga kecilnya. Akibatnya, keterlibatan ibu mertua dalam urusan rumah tangga anaknya akan dianggap sebagai campur tangan yang berlebihan dalam rumah tangga sang anak.Â
Ada saja komentar atau penilaian yang keluar dari mulut sang ibu, mulai dari urusan masak, mencuci, penataan rumah, yang anaknya tidak boleh beginilah, tidak boleh begitulah, sukses membuat menantunya tantrum.Â
Kalau sudah begini bisa menyebabkan friksi dan ketidaksukaan dari kedua belah pihak. Â Kesalahpahaman dan asumsi negatif bisa muncul akibat kurangnya komunikasi yang baik dan terbuka, dan hal ini sering menjadi sumber masalah dalam relasi unik ini.
Bila komunikasi yang baik tak dapat dibangun, maka sudah tentu banyak harapan yang tidak terpenuhi. Ekspektasi yang  tinggi dari salah satu pihak, misalnya dalam hal ketrampilan rumah tangga atau cara mendidik anak, juga menyebabkan konflik internal bila tidak terpenuhi.
Karena mencintai orang yang sama, salah satu pihak baik itu ibu mertua atau menantu, mungkin akan merasa tersaingi dalam hal perhatian dan kasih sayang dari anak atau pasangan, meskipun banyak relasi tidak seperti itu. Hal ini bisa menyebabkan rasa cemburu dan ketegangan di dalamnya.Â
Mengatasi konflik dengan bijaksana
Siapa bilang relasi mertua dan menantu tidak bisa berubah manis? Bisa kok, hanya butuh ruang dan waktu, dan sedikit usaha tentunya.
Meskipun penuh lika liku, bukan berarti relasi mertua dan menantu tidak bisa manis dan harmonis. Â Kedua kubu perlu mengendalikan diri masing-masing, yang jelas...butuh kesabaran seluas samudra. Mudah? Tentu tidak, tapi perlu dilatih dan terus berlatih.Â
Sebagai orang yang usianya lebih muda, menantu tentunya perlu menunjukkan rasa hormat kepada mertua dan menghargai mereka sebagai orangtua sendiri.Â
Meluangkan waktu untuk mengenal lebih dekat juga perlu dilakukan; ajak mertua untuk hangout bareng.  Ketika suasana sudah cair, maka semakin mudah untuk  mengajak mertua ngobrol secara terbuka dan jujur. Tentu saja, tetap sopan dan santai.Â