Begitu tiba di mulut pagar, warna warni lampu yang hangat berderet menyambut kedatangan kami. Waaaah, seperti menemukan mutiara yang terpendam. Ini dia! Jeprat jepret sana sini pun tak mampu dilewatkan di ujung tangga.Â
Alunan musik terdengar lembut dari sana. Kami menuruni beberapa anak tangga. Beberapa anak muda duduk di meja kayu sambil menikmati kopi asli.Â
Di sudut meja, seorang lelaki mengenakan kaos putih duduk santai sambil mendiskusikan sesuatu dengan anak muda di depannya. Tumpukan kertas di atas meja segera dirapikannya begitu kami mendekat.
Om Berto kemudian memperkenalkannya kepada kami. Ternyata dia adalah Pater Joan, yang mengelola kafe unik tersebut. Pater Joan dengan keramahannya, menyambut kedatangan kami dan menawarkan kami untuk melihat sisi lain dari kafe tersebut.Â
Kafe, yang diberi label The Box Cafe tersebut rupanya merupakan bagian dari bangunan lama Biara SVD. Dipastikan bahwa bangunan tersebut usianya telah puluhan tahun bila dilihat dari bentuk serta konstruksinya.Â
Memanfaatkan sisi bagian belakang bangunan, lokasi ini kemudian disulap menjadi sebuah lokasi tongkrongan asyik bagi masyarakat Ende. Tempat nongki ini dibangun dengan konsep yang unik.Â
Sepanjang lorong dimanfaatkan untuk kafe, sekedar minum kopi dan menikmati pisang goreng atau sosis yang dibandrol dengan harga yang murah.Â
Lantai dilapisi paving blok kombinasi merah marun dan krem. Bangku dan meja dari kayu, ditata dengan apik. Sepanjang dinding bangunan terdapat cerita tentang jejak misionaris dalam bingkai. Tidak lupa pesan-pesan ispirasi juga ada di sana.Â
Pada sisi bagian dalam, terdapat ruang-ruang berukuran masing-masing enam meter persegi untuk kepentingan penyiaran, editing, fotografi dan lainnya. Komplit.
Namun, Saya tidak punya waktu untuk ngobrol lebih lama dengan Pater Joan, karena Pater telah kembali sibuk dengan pekerjaannya, mungkin mengedit sesuatu.