Dikunjungi sahabat lama dari Poltekkes Palembang, Mbak Tari, rasanya bahagia sekali. Ingin rasanya mengajaknya berkeliling hingga ke ujung pulau. Namun apalah daya. Waktunya sangat singkat untuk menelusuri seluruh pulau.Â
Jarak lokasi wisata yang ada di Kupang, NTT dan sekitarnya cukup berjauhan, dan sangat tidak mungkin dihabiskan dalam sehari perjalanan.
Pilihan akhirnya jatuh untuk menyambangi area kota tua di Kota Kupang. Lagipula, lokasi ini sudah mengalami perkembangan yang pesat beberapa tahun terakhir dan menjadi salah satu tempat yang direkomendasikan untuk dikunjungi bila waktu yang Anda miliki sangat terbatas.Â
Sejarah perjuangan terlukis di sini
Kawasan Kota Lama, demikian penduduk setempat menyebutnya, kini menarik perhatian masyarakat setempat, dan sepertinya siap kembali menjadi ikon Kota Kupang. Kawasan ini telah ditata dengan apik oleh pemerintah Kota Kupang dan mengakomodir berbagai kebutuhan masyarakat.
Terletak di Kelurahan Lahi Lai Bissi Kopan atau LLBK, Kecamatan Kota Lama, kawasan ini telah dipoles menjadi lebih baik, dan ditata menjadi lebih rapi. Kawasan ini sendiri pada masa penjajahan Belanda menjadi daerah pelabuhan utama.Â
Benteng saksi sejarah penjajahan Portugis dan Belanda, Benteng Fort Concordia terletak belasan meter saja dari lokasi ini. Hanya dibatasi oleh muara sungai Teluk Kupang.
Memasuki kawasan ini, Anda akan disambut dengan tugu yang berdiri tegak sebelum jembatan yang melintasi muara sungai. Tugu HAM atau disebut Four Freedoms. Bebas dari rasa takut (freedom from fear), bebas dari kekurangan (freedom from want), bebas beribadah (freedom of worship) dan bebas berbicara (freedom for speech).
Masyarakat lokal mengenalnya sebagai Tugu Pancasila atau Tugu Selam karena letaknya dekat Jembatan Selam. Tugu ini mengisyaratkan sejarah perjuangan melawan kolonialisme yang terjadi di Kupang.
Bangunan tua yang ada di lokasi tersebut, saat ini sedang direnovasi, dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya. Bangunan yang ada di sini menjadi saksi bisu geliat perdagangan yang terjadi puluhan hingga ratusan tahun silam.Â
Letaknya yang strategis dan dekat pelabuhan, menjadikan kawasan ini menjadi pusat perekonomian masyarakat setempat, termasuk etnis Tionghoa yang sudah menjadi bagian penting dalam roda ekonomi di Kupang dan sekitarnya.
Mercusuar berdiri kokoh
Mercusuar di Kota Kupang, disebut juga Mercusuar Benteng Fort Concordia, karena letaknya pada area benteng peninggalan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Mercusuar dengan tinggi kurang lebih 13 meter itu berdiri kokoh di sana.
Mercusuar yang berfungsi untuk memandu kapal di laut agar tidak karam itu, dicat dengan warna putih yang menjadikannya semakin cantik terlihat di siang hari ataupun malam hari.Â
Di seberang muara sungai, menjadi tempat bersantai dan berfoto. Pada abad 17, ini menjadi pelabuhan tempat perdagangan cendana. Pulau Timor dulunya memang penghasil cendana yang wangi dan terkenal hingga ke Pulau Jawa dan pulau lainnya di seantero negeri.
Roda ekonomi masyarakat kembali bergulir
Setelah sempat mengalami penurunan akibat pandemi Covid-19, akhirnya kawasan ini kembali hidup. Jauh lebih indah dari sebelumnya.Â
Pemerintah setempat menjadikan kawasan ini lebih baik, untuk meningkatkan perputaran roda ekonomi, terutama untuk pengusaha dengan skala kecil.
Salah seorang mahasiswa, sebut saja James, juga turut mencari keberuntungan di tempat ini. Bermodalkan kamera DSLR, James mampu meraup lima puluh ribu hingga tujuh puluh ribu sehari.
Pengunjung cukup membayar dua ribu rupiah untuk setiap jepretan yang dipilih. Hasilnya tidak kalah indah dengan fotografer pro.Â
Pada sisi lainnya, beberapa penjual menjajakan aneka makanan. Jagung bakar, pisang geprek, jagung goreng manis, baik rasa dan harganya sama-sama menyenangkan.
Sunset yang indah
Menyaksikan sunset dari Kawasan Kota Lama hasilnya tidak pernah mengecewakan. Tidak perlu kamera yang mahal untuk mengabadikan sunset yang indah ini. Matahari di atas Kota Kupang memang selalu menyisakan warna yang indah di senja hari.
Momen seperti ini banyak ditunggu oleh pencinta senja. Sembari menyesap sisa kopi yang masih hangat, kehadiran warna latar jingga pada ujung langit akan selalu dirindukan.Â
Dengan enggan kami pun bergegas meninggalkan dermaga lama ini. Aroma ikan bakar segar dari tempat makan yang ada di sebelahnya benar-benar menggoda.
Perjalanan kami pada hari itu berakhir di sebuah rumah makan, masih di Kawasan Kota Lama. Menyantap ikan bakar karapu, tumis kangkung bunga pepaya dan kuah asam.Â
Ingin tau rasanya? Mari berkunjung ke Kupang.
Kupang, 9 Juli 2023
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H