Setiap nama biasanya memiliki arti tertentu yang biasanya berkaitan dengan keinginan atau harapan pemberi nama.Â
Tidak jarang orangtua memberikan nama pada anaknya berdasarkan suatu kejadian tertentu, misalnya diberi nama Slamet karena sang ibu melahirkan dengan selamat. Atau diberi nama Sabar, dengan harapan anak yang lahir nantinya menjadi anak yang sabar.
Beberapa budaya tertentu juga memiliki kepercayaan bahwa setiap nama mempunyai energi numerologis tertentu, atau dapat berpengaruh pada nasib seseorang. Kalau yang ini, mesti tanya sama ahlinya nih, ada Acek Rudi yang paham benar tentang hal ini.
Disisi lain, orang tua sering memberikan nama anaknya dengan harapan  atau nilai-nilai tertentu yang  ingin ditanamkan pada anak. Misalnya, sebuah nama dipilih karena memiliki arti positif atau melambangkan keinginan bagi anaknya.
Sebuah nama, juga punya peran sebagai identitas. Agar mudah dikenal dan juga sebagai penanda, dari mana asal-usulnya. Namun, bagi orang Manggarai (Flores)  seperti Saya, tidak ada  nama marga.Â
Umumnya para orangtua di Flores memberikan nama anaknya menggunakan nama Santu/Santa Pelindung masing-masing dan diikuti dengan nama akhir. Pemberian nama akhir, mengikuti tren pada saat itu.Â
Misalnya lahir di hari Selasa, dan Santo pelindungnya adalah Mikael, maka anak akan dinamakan Mikael Selasa. Atau seperti kakak Saya, karena lahir di hari Minggu kemudian diberi nama Harming, hehehehe....
Nama yang bikin salah persepsi
Menambahkan nama orangtua di belakang nama anak, bukanlah suatu keharusan bagi hampir sebagian besar keluarga di Manggarai. Jadi, ada keluarga yang memakainya, ada juga yang tidak.Â
Agar kami sekeluarga mudah dikenali bila kemana-mana, orangtua menambahkan Ragu di depan atau di belakang nama setiap anak. Maka, jadilah nama Saya demikian.Â
Memiliki nama yang unik dan tidak biasa, selalu memiliki kisah sendiri. Kadang bikin nyengir, garuk-garuk kepala, Â kadang bikin tertawa geli.Â
"Apakah Saya bisa bicara dengan Bapak Ragu Theodolfi?" suara di ujung telepon terdengar ragu-ragu.
"Iya, benar... Saya sendiri" Â
"Oh, maaf, ini ibu ya? Bla...bla...bla..."
Adegan percakapan seperti  ini,  sudah sering Saya alami saat mengantri di tempat-tempat umum seperti bank, rumah sakit, perkantoran dan tempat lainnya.Â
Bila beruntung, tidak ditambah sebutan Bapak di depannya. Namun, jarang terjadi sih. Â Barangkali orang yang memanggil sendiri merasa ragu apakah nama istimewa ini masuk kelompok bapak atau kelompok emak.Â
Di Kompasiana sendiri juga demikian. Beberapa Kners menyapa dengan sebutan Pak, Bapak, Mas, padahal Saya sudah berusaha tampil gemoy dalam balutan tenunan Sumba Timur di foto profil. Â Ya, sutralah....Â
Memiliki nama yang tidak biasa, tidak selalu buruk
Memiliki nama yang sering bikin salah persepsi sejuta umat ini, tidak membuat Saya patah hati. Ada bagian senangnya.
Gara-gara nama unik ini, beberapa kali ketika ada kegiatan di luar kota, nama Saya tercantum dalam daftar nama  peserta laki-laki.Â
Kalaupun menginap dan harus berbagi kamar, oleh petugas hotel atau panitia, Saya akan ditempatkan sekamar dengan bapak-bapak lainnya. Buntut-buntutnya bisa diduga, Saya akan dapat kamar sendiri. Horeeee..!!
Gara-gara nama ini pula, sering jadi korban sampling ketika ada pertanyaan yang ditujukan pada peserta kegiatan. Fasilitator atau narasumber sering memilih nama-nama yang unik dan sedikit terdengar aneh di telinga.Â
''Coba, yang mana Bapak Ragu Theodolfi, berikan tanggapan Anda" dan refleks kata "maaf" Â dari arah pemberi perintah keluar ketika Saya mengangkat tangan Saya tinggi-tinggi. Â Hadeuh, Â segitunya.Â
Nikmati dan syukuri
Meskipun sering dikira bapak-bapak, bagian terbaiknya adalah Saya akan mudah diingat oleh orang. Juga bisa Saya jadikan lelucon saat berkenalan dengan orang baru, hingga suasananya tidak kaku.Â
Tidak terlintas untuk  merasa berkecil hati, karena nama yang unik ini membedakan Saya dari pribadi lainnya. Saya percaya, bahwa nama yang dititipkan oleh almarhum kedua orangtua Saya tentu telah dipilih dengan cermat oleh mereka.Â
Dulu, Saya bahkan tidak pernah menanyakan mengapa nama Saya berbeda dari saudara Saya yang lain. Mengapa nama Saya tidak ada nama Santa pelindungnya, sementara semua saudara Saya menggunakannya.
Pasti ada harapan khusus di sana, agar Saya yang mendapatkan nama tanpa gender tertentu ini memiliki rasa percaya diri, karena keunikannya.
Dari sebuah nama yang terdengar aneh di telinga ini, Saya tetap mensyukuri semuanya. Saya bangga dengan nama yang diberikan oleh orangtua Saya, meskipun sering membuat Saya berdebar sambil menebak-nebak ketika sedang dipanggil satu per satu.Â
Pada akhirnya Saya mencoba menelusuri arti sebenarnya dari nama Theodolfi. Katanya sih, ada asal usul Jermanik di dalamnya. Theodolfi memiliki arti yang sangat indah. Pemberian Tuhan atau hadiah dari Semesta.Â
Arti lainnya juga sungguh manis dan membuat hati berbunga-bunga, katanya Theodolfi memiliki arti imajinatif, petualang dan kaya.....waaaaaahh.Â
Kupang, 5 Desember 2023
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H