Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Katedral Ruteng, Ada Kisah Indah Dalam Kemegahannya

14 November 2021   13:39 Diperbarui: 15 Juni 2022   00:14 3422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung Bunda Maria dan Santu Yosep pada bagian dalam gereja Katedral Lama (Dokumentasi pribadi)

Ruteng, adalah sebuah kota kecil yang terletak di Pulau Flores dan menjadi ibu kota Kabupaten Manggarai. 

Terletak pada ketinggian 1188 meter dpl (dari permukaan laut) menjadikan kota kecil ini memiliki suhu yang cukup dingin. Pada bulan Juli-Agustus suhunya bisa mencapai 16 derajat Celcius. 

Dulu, ketika pepohonan di sekitar pegunungan masih banyak dan penduduk belum begitu padat, suhu di kota kecil ini bisa mencapai 12 derajat Celcius, bahkan lebih rendah.

Tidak heran, ketika pagi harinya, minyak goreng akan membeku, bahkan pada saat tertentu terjadi hujan es dan berkabut dengan jarak pandang yang sangat pendek, satu hingga dua meter saja.

Alam yang subur serta curah hujan yang cukup tinggi menjadikan tempat ini banyak ditumbuhi beraneka bunga warna-warni. 

Bunga alamanda, kastuba, dahlia, lily, crysant, bunga terompet, bunga sedap malam, mawar aneka warna sangat mudah ditemukan di Ruteng. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa Flores dulu dijuluki sebagai Pulau Bunga.

Selain keindahan alam yang ada, keramah tamahan penduduknya pun terasa kental. Bahkan sampai sekarang, tidak lekang oleh waktu. Sambutan hangat dalam segelas kopi saat berkunjung seakan berlomba dengan dinginnya udara sekitar.

Landmark Kota Ruteng

Seperti halnya kota lain di Indonesia yang memiliki ciri khas yang melekat dengan kota tersebut, sebut saja Tugu Yogyakarta, Jakarta dengan Monasnya, Klenteng Sam Poo Kong di Semarang, Bandung dengan Gedung Sate yang terkenal dan masih banyak lagi yang lain, Ruteng juga memiliki bangunan yang menjadi landmark kota ini. Gereja Katedral Lama.

Penyebutan Katedral Lama dan Katedral Baru untuk membedakan antara bangunan gereja lama yang usianya lebih dari seabad dengan bangunan gereja yang terbilang baru (dibangun tahun 1996). Letak kedua bangunan gereja ini hanya berjarak sekitar 200 meter. 

Bangunan Katedral Lama berdiri tegak menghadap area pertokoan dan pusat kota, sehingga siapapun akan dengan mudah melihat keindahan gereja tersebut. Katedral Baru berada tepat di belakangnya.

Warna yang khas, merah pada beberapa bagian dengan dominasi warna putih menjadikan gereja ini oleh sebagian orang disebut sebagai Red Chapel. 

Goresan warna merah pada tangga lebar di depan pintu utama, pintu samping, kusen jendela, atap bangunan serta atap menara lonceng, memberi kesan tegas pada sisi bangunan.

Dulu, warna lantai ubinnya pun dominan berwarna merah dan kuning pada beberapa motif. Saat ini warnah merah hanya pada lorong tengah gereja dan pada bagian altar, itu pun telah diganti dengan bahan keramik. 

Sisi bagian timur gereja Katedral Lama Ruteng (Dokumentasi pribadi)
Sisi bagian timur gereja Katedral Lama Ruteng (Dokumentasi pribadi)

Arsitektur Bergaya Eropa Klasik

Berdiri di atas lahan seluas 1300an meter persegi, luas bangunannya sendiri kurang lebih 1200 meter persegi. 

Gereja yang berdiri sejak jaman kolonial Belanda, memiliki arsitektur kental bergaya Eropa dengan deretan kaca jendela berwarna-warni sepanjang dinding gereja.

Tampak belakang gereja dengan bunga kastuba dan alamanda (Dokumentasi pribadi)
Tampak belakang gereja dengan bunga kastuba dan alamanda (Dokumentasi pribadi)

Tinggi bangunannya sendiri termasuk menara lonceng kurang lebih 24 meter. Menara lonceng berada pada bagian depan gereja, tepat di bagian kiri dan kanan pintu masuk utama. 

Berbeda dengan saat ini, dulu lonceng gereja tidak hanya dibunyikan saat hari Minggu atau saat ada perayaan misa saja, namun juga sebagai penanda waktu. Suara lonceng gereja akan terdengar hingga seluruh penjuru kota. 

Pada hari Minggu atau hari perayaan keagamaan lainnya, lonceng gereja akan dibunyikan dua kali. 

Dentang lonceng yang pertama ibarat 'panggilan khusus' untuk beribadah. Dentang kedua sebagai penanda bahwa misa akan dimulai. 

Patung Bunda Maria dan Santu Yosep pada bagian dalam gereja Katedral Lama (Dokumentasi pribadi)
Patung Bunda Maria dan Santu Yosep pada bagian dalam gereja Katedral Lama (Dokumentasi pribadi)

Katedral Lama memiliki tiga pintu masuk; pintu masuk utama menghadap ke utara, tepat ke pusat kota. Dua pintu lainnya menghadap ke timur dan ke barat. 

Memasuki bagian dalam gereja, akan disambut dengan patung Bunda Maria dan Santo Yosep. Bagian dalam gereja diisi dengan bangku-bangku panjang yang kokoh, berderet rapi. 

Tiang-tiang penyangga pada bagian dalam telah banyak berubah. Terdapat 26 tiang penyangga, berdiri kokoh sejajar, berderet di tengah ruangan; 13 di sisi kanan dan 13 lainnya di sisi kiri. Saat ini setiap tiang diberi cat warna krem dan kuning muda.

Bilik pengakuan terletak pada cekungan ruang pada sisi sebelah kanan dan kiri. Bilik ini biasanya digunakan umat untuk mendapatkan Sakramen tobat. 

Bilik pengakuan pada Gereja Katedral Lama Ruteng (Dokumentasi pribadi)
Bilik pengakuan pada Gereja Katedral Lama Ruteng (Dokumentasi pribadi)
Pada bagian depan dan menjadi bagian utama gereja ini adalah altar. Seluruh lantainya diberi warna merah. Sakristi (tempat atau ruang untuk mempersiapkan misa kudus) terletak pada bagian belakang altar. 

Bentuk seluruh bangunan ini tidak berubah, tetap mempertahankan bentuk lama. Renovasi yang dilakukan hanya untuk mengganti bagian yang lapuk dengan material baru yang sejenis, mengingat usia gereja ini lebih dari satu abad. 

Altar Katedral Ruteng, menjadi bagian utama gereja (Dokumentasi pribadi)
Altar Katedral Ruteng, menjadi bagian utama gereja (Dokumentasi pribadi)
Memori Indah di Balik Kemegahannya

Banyak cerita indah terpatri dalam hati tentang Katedral Lama. Memandangi bangunan ini, seolah melihat kembali kegembiraan seorang gadis kecil di sana. 

Dentang lonceng gereja terasa begitu kencang. Udara dingin menusuk kulit, entahlah, mungkin suhunya turun hingga 12 derajat Celcius saat itu. Menembus baju panas (sebutan untuk baju penghangat atau sweater) gadis kecil yang lusuh.

Langkah kaki kecil gadis itu berlomba dengan lolongan anjing di pagi hari. Gadis kecil itu telah membuat janji dengan beberapa teman lainnya untuk bersama mengikuti misa pagi setiap hari setelah mendapat Komuni Pertama. 

Mereka bergegas menuju arah suara lonceng yang bergema. Lantai ubin yang dingin tidak menghalangi niatnya untuk mengikuti misa pagi. Benar-benar pagi. Misa dimulai tepat jam 5 pagi.

Gadis kecil itu duduk di bagian tengah, berlutut di atas alas kayu yang keras, menaikkan doa sederhananya sebelum misa dimulai. Sesekali memperbaiki baju panasnya karena udara benar-benar dingin saat itu. 

Suara burung gereja yang nyaring terasa seperti nyanyian yang paling indah yang pernah didengar oleh gadis kecil itu. 

Dia tersenyum dan berjanji dalam hati besok dia akan kembali lagi ke sana. Bersama teman-temannya. 

Waktu boleh berlalu, namun setiap kenangan akan selalu tetap tinggal dalam hati

Kupang, 14 November 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun