Pandemi Covid19 belum usai. Statistik untuk penyakit ini masih fluktuatif. Meskipun demikian, ada harapan yang besar dengan melihat angka kesembuhan yang terus merangkak naik, meskipun perlahan. Demikian juga halnya dengan BOR (bed occupancy rate) atau tingkat hunian rawat inap pada fasilitas kesehatan yang semakin melandai.
Hal ini tentu saja menjadi berita yang menggembirakan. Namun, kita semua harus tetap waspada dalam masa pandemi ini. Penyesuaian diri dengan protokol kesehatan pada era new normal butuh usaha ekstra dan komitmen dari masing-masing kita, sehingga kita menjadi terbiasa dengan perubahan-perubahan prilaku ini.
Selain prilaku, faktor lingkungan  juga memiliki peranan yang besar dalam proses terjadinya suatu penyakit. Faktor lingkungan biologis, sosial, budaya memiliki andil yang cukup besar dalam penularan covid19, demikian juga dengan faktor lingkungan fisik.
Rumah, tempat tinggal kita adalah salah satu bagian lingkungan fisik yang perlu mendapat perhatian khusus, terutama di masa pandemi. Lebih kurang 60% waktu kita lebih banyak dihabiskan di rumah, melakukan aktivitas, belajar, bekerja dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya.
Tingginya aktivitas anggota keluarga di dalam rumah, harus didukung dengan suasana rumah yang menyenangkan dan dari segi kesehatan juga harus memenuhi persyaratan.Â
Kualitas udara yang buruk di dalam rumah erat kaitannya dengan penularan penyakit, terutama penyakit yang ditularkan melalui udara (airborne diseases) baik yang disebabkan oleh virus (Covid19, influenza, mumps/gondongan, campak) maupun oleh bakteri (Tuberculosis, pertusis/batuk rejan, difteri).
Mengapa kulitas udara dalam rumah menurun?
Penggunaan asbes sebagai bahan bangunan, penggunaan bahan pelapis untuk furniture serta interior dapat menurunkan kualitas udara di dalam ruang rumah. Kondisi ini akan diperparah dengan ventilasi yang tidak memadai, kepadatan hunian, debu, kelembaban yang berlebihan serta suhu yang tidak nyaman.
Selain itu, penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan, penggunaan sumber energi yang relatif murah seperti batubara dan biomasa (kayu, kotoran kering dari hewan ternak), penggunaan kompor tradisional juga turut berperan mempengaruhi kualitas udara dalam ruang.
Perilaku merokok dalam rumah, penggunaan pestisida, penggunaan bahan pembersih kimia, dan kosmetika. Bahan-bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup lama.
Syarat kualitas udara dalam rumah yang sehat
Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Pedoman ini mengatur tentang standar kualitas apa saja yang harus dipenuhi agar sebuah rumah dikategorikan sebagai rumah yang sehat.
Rumah yang sehat adalah rumah yang memenuhi persyaratan fisik, kimia, biologi. Dari segi fisik, sebuah rumah harus memenuhi persyaratan suhu, kelembaban, ventilasi, partikulat, pengaturan dan pertukaran udara (laju ventilasi).
Secara kimia, harus memenuhi syarat sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), timbal (Plumbum/Pb), asap rokok, asbes, formaldehid; kualitas biologi terdiri dari parameter bakteri dan jamur.
Atur suhu, kelembaban dan ventilasi rumah Anda
Suhu dalam rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi.Â
Agar suhu dalam rumah tetap terjaga kenyamanannya (18-30 derajat Celcius) dapat dilakukan dengan cara pengaturan sirkulasi udara dengan penambahan ventilasi mekanik atau buatan. Bila suhu terlalu rendah, dapat dibantu dengan pengaturan penghangat ruangan yang aman bagi lingkungan.
Pengaturan pencahayaan dalam rumah penting untuk menghindari cahaya yang rendah atau terlalu menyilaukan. Cahaya yang dibutuhkan minimal 60 lux, setidaknya dapat membaca tulisan pada koran; sumber pencahayaan berupa pencahayaan alami (sinar matahari) maupun buatan (lampu dan lain-lain). Â Cahaya rendah dapat menyebabkan kerusakan retina mata, sedangkan cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan peningkatan suhu dalam ruangan.
Kelembaban dalam rumah sebaiknya berkisar antara 40-60 RH. Kelembaban yang terlalu tinggi atau rendah menyebakan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, apalagi bila didukung dengan kondisi atap rumah yang bocor, dinding dan lantai yang tidak kedap air, serta minimnya pencahaayaan baik buatan maupun alami.Â
Pemasangan alat pengatur kelembaban seperti humidifier atau genteng kaca dapat menurunkan kelembaban yang terlalu tinggi. Membuka jendela, menambah luas dan jumlah jendela pun dapat membantu meningkatkan kelembaban dalam rumah.
Pengaturan ventilasi minimal 10% dari luas lantai dapat membantu memperbaiki sirkulasi udara. Pemeliharaan AC secara berkala, penggunaan exhaust fan penting untuk menjaga agar mikroorganisme penyebab penyakit dalam rumah berkurang jumlahnya.
Kehadiran partikulat dalam rumah dapat menyebabkan pneumonia, gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis kronis. Sumber partikulat dalam rumah dapat berasal dari perilaku merokok, penggunaan energi masak dari bahan bakar biomasa, dan penggunaan obat nyamuk bakar.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi partikulat dalam rumah adalah dengan pembersihan rutin rumah menggunakan kain pel basah atau penyedot debu, memasang penangkap debu (electro precipitator) pada ventilasi rumah dan dibersihkan secara berkala.Â
Menanam tanaman di sekeliling rumah untuk mengurangi masuknya debu ke dalam rumah sangat penting untuk dilakukan. Ventilasi dapur mempunyai bukaan sekurang-kurangnya 40% dari luas lantai, dengan sistem silang (cross ventilation) sehingga aliran udara bergerak bebas, atau menggunakan teknologi tepat guna untuk menangkap asap dan zat pencemar udara.
Minimalisir  penggunaan bahan berbahaya di rumah
Senyawa kimia seperti SO2, NO2, CO, CO2, plumbum (timah), asbes, fromaldehid pada umumnya mempengaruhi system pernapasan, pertumbuhan terlambat, penurunan kecerdasan dan gangguan prilaku, memicu terjadinya kanker (karsinogenik) akibat asbes maupun kerusakan paru-paru.Â
Gangguan system syaraf pusat yang mengakibatkan hilangnya sensitifitas ujung jari, daya ingat menurun, buruknya pertumbuhan mental pada balita, berat badan lahir rendah bahkan kematian janin umumnya disebakan karena karbon monoksida (CO).
Senyawa yang mengganggu kesehatan ini berasal dari penggunaan bahan bakar seperti arang kayu, batu bara, merokok dalam ruangan, cat yang mengandung timbal, penggunaan bahan bangunan asbes, lem, kayu olahan yang diawetkan dengan resin formaldehid, vernis maupun pencucian dengan cara  dry clean.Â
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahan pencemar ini adalah pengaturan ventilasi secara alami atau mekanis, tidak merokok dalam ruangan, tidak menghidupkan mesin kendaraan bermotor dalam ruang tertutup, mengganti bahan asbes sebelum lapuk. Membersihkan ruangan serta mainan anak-anak secara rutin serta memelihara kendaraan bermotor secara berkala dapat mengurangi efek paparan bahan berbahaya ini.
Bersihkan rumah secara rutin
Kehadiran jamur, bakteri patogen, dan kuman lainnya dalam rumah dapat menyebabkan flu, hipersensitivitas (asma, alergi), dan juga toxicosis yaitu toksin dalam udara di ruangan yang terkontaminasi sebagai penyebab gejala sick building syndrome/SBS dengan gejala sakit kepala, kehilangan konsentrasi, tenggorokan kering, iritasi mata dan kulit.
Mengatasi kehadiran mikroorganisme tersebut dapat dilakukan dengan pembersihan lantai dan perabot rumah tangga secara rutin, pengaturan ventilasi, membersihkan AC minimal 3 atau 6 bulan sekali, Â membersihkan dan mengeringkan karpet yang basah atau lembab, mengelola sampah basah dengan baik dan pastikan sinar matahari pagi dapat memasuki rumah terutama setiap kamar tidur.
Sehat dimulai dari diri kita.
Salam sehat
Kupang, 27 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H