Mohon tunggu...
Themmy Doaly
Themmy Doaly Mohon Tunggu... -

Seorang yang biasa-biasa saja. Dan, dalam beberapa hal, sering merasa spesial ketika keluar dari kebiasaan umum. Karena, kupikir, hidup terlalu membosankan dengan penjara di sana-sini. Kenapa kita tak boleh bebas melakukan segala hal yang disenangi? Ya, dalam permainan kartu, Joker menjadi spesial karena dia bukan bagian dari hati, wajik, kriting dan skope. Joker melampaui itu semua. Joker adalah Joker.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Limbo

4 Mei 2013   01:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:08 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktifitas menyusuri leher dengan bibir itu akhirnya berhenti, semoga saja tak lama. Bibirnya kembali diarahkan ke telinga kiriku, “kira-kira, siapa di antara kita yang berimajinasi?” aku memperkirakan ia sedang tersenyum ketika memberi jeda pada kalimat-kalimatnya. “Aku membayangkan kamu atau kamu yang membayangkan aku?”

Sepasang mataku nyaris keluar dari tempatnya. Peri memberi pertanyaan ringan namun memusingkan. Pertanyaan yang sama sekali tak pernah kupikirkan sebelumnya. “Tunggu, tunggu! Bukankah, ini alam yang kukonstruksi? Bagaimana bisa kau mempertanyakan siapa di antara kita yang benar-benar nyata?”

Kini terlihat api membara di wajahnya, barangkali ia sudah terserang gairah akut. Sesaat ia menggigit bibirnya sendiri, kemudian tersenyum remeh namun cantik. “Kamu tak menjawab pertanyaanku, Them.” Di peganginya kedua tanganku lalu di usap-usapnya punggung tanganku. “Kalau benar-benar kau pemilik alam imajinasi ini, kenapa aku yang membawamu ke tempat yang tak kau ketahui? Kenapa aku mengenalimu, sedangkan kau tak mengenaliku?” Setelah itu, ia mengecup bibirku. Aku terdiam, melupakan gempuran pertanyaan yang dilemparkan Peri. Merasakan hangat bibirnya masih jauh lebih penting.

Lalu ia beranjak dari kursi tempat kami duduk. “Semoga kau sudah menemukan jawaban dari pertanyaanku di saat kita kembali bertemu. Kebetulan aku sedang memikirkannya juga.”

Aku masih saja terduduk dan memikirkan sejumlah penjelasan yang diucapkan tadi. Ah, sial, dia punya bakat menggoda. Untuk beberapa saat, pikiranku akan semakin kalut karena percakapan ini.

Aku lihat Peri akan kembali memasuki ruangan yang sebelumnya kami lewati. Sambil memegang gagang pintu, matanya melirik ke arahku dengan bibir tersenyum. “Oh iya, segera buat catatan khusus mengenai perjumpaan hari ini. Beberapa kali kita pernah bertemu, namun kau selalu lupa. Semoga, pertemuan berikut tak perlu kenalan, Them… Dan jangan lupa, siapkan jawaban untukku!” Kemudian, dia masuk ke rumah tadi, entah rumah siapa. Rumah yang dibangun sesuai imajinasinya atau imajinasiku? Atau kami sama-sama membayangkan rumah yang sama?

Ah, entahlah!

***
Motor tak lagi lari gila. Aku melihat spidometer tak bergerak melewati 40 km perjam. Kupikir sudah aman. Aku sudah bisa melihat aktifitas manusia dan kendaraan bermotor berjalan seperti biasa. Blaze membelokkan motor dalam sebuah lorong, ternyata kami sudah mendekati rumah. Tapi, aku masih memikirkan tentang pertemuan transcendental barusan.

Rasanya, aku perlu istirahat lebih…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun