Dalam satu dekade terakhir, kata kompetensi guru sering diperbincangkan di lingkungan pendidikan. Kompetensi dikaitkan dengan profesionalitas. Guru yang profesional adalah pendidik yang mampu menjalankan proses belajar mengajar secara tepat sehingga menghasilkan anak didik yang berkualitas. Di zaman sekarang ini, kualitas adalah modal penting untuk berkompetisi.
[caption caption="Infografis Peran Setiap Pihak dalam Peningkatan Kompetensi"]
[/caption] Guru adalah figur pemimpin yang membangun dan membentuk jiwa dan watak peserta didik. Peran guru amat penting dalam proses pendidikan. Ia bukan hanya mentranfer pengetahuan ke murid, tapi juga mendidiknya menjadi manusia yang lebih baik. Pendek kata, guru bukan sebatas profesi yang tugasnya mengajar, melainkan sebuah tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Dengan demikian, guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kompetensi sebagai kewenangan untuk menentukan sesuatu. Lebih rinci, Pasal 10 pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan ada empat kompetensi yang wajib dikuasai guru. Di antaranya, kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya. Sedangkan Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Di lapangan, harus diakui belum semua guru memiliki kompetensi sesuai persyaratan undang-undang tersebut. Orang tua murid maupun masyarakat masih menjumpai kualitas guru yang ala kadarnya. Bahkan, masih ada kesan guru adalah profesi “buangan” ketika cita-cita utama tidak tercapai. “Daripada menganggur, lebih baik bekerja jadi guru,” begitu kira-kira ungkapan yang beredar di tengah masyarakat.
Melihat hal ini, pemerintah sebenarnya tidak diam saja. Berbagai terobosan tengah digiatkan untuk memajukan kualitas pendidikan di Tanah Air. Salah satunya melalui program peningkatan kompetensi guru. Namun, suksesnya program ini bukan semata tergantung pemerintah pusat. Pihak lain juga perlu berperan dalam menyukseskannya.
Peran pertama yang diharapkan tentu saja pemerintah daerah. Pada setiap daerah di wilayah Republik Indonesia, pemerintah setempat wajib mendukung program ini demi tersedianya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Dukungan itu perlu dibuktikan dengan arah kebijakan yang jelas dalam menaikkan kapasitas sekolah melalui peningkatan kompetensi guru di daerah masing-masing.
Peran berikutnya, pihak sekolah. Sebagai sarana utama terselenggaranya pendidikan, sekolah harus menyediakan data akurat mengenai keadaan sekolahnya. Basis data yang akurat mengenai kemampuan setiap guru di sekolah tersebut akan mendukung perencanaan pihak berwenang. Ini penting diperhatikan karena seringkali kebijakan yang keliru bermula dari ketidakakuratan dan ketidaklengkapan data. Tegasnya, pondasi awal dalam membangun pendidikan yang berkualitas adalah ketersediaan data yang akurat dan komprehensif.
Peran selanjutnya harus dijalankan organisasi profesi guru. Sebagai payung yang menaungi para guru, organisasi profesi ini harus terlibat aktif meningkatkan kompetensi anggotanya. Dengan begitu, akan tercipta ekosistem pendidikan yang kondusif. Tanpa kemitraan yang positif antara organisasi profesi guru dengan pemerintah, upaya meningkatkan kompetensi guru akan menemui jalan terjal.
Namun, di luar pihak-pihak itu, peran terpenting justru ada pada setiap guru sendiri. Seorang guru harus memiliki rasa tanggung jawab (sense of responsibility) untuk turut menjamin tercapainya pendidikan berkualitas. Sebab, nasib anak didik tergantung pada bagaimana guru mendidik. Bila guru peduli pada kualitas, maka ia akan mengejarnya dengan meningkatkan kompetensi diri. Sebaliknya, bila guru tak punya sikap inti dari mendidik itu, maka program kompetensi hanya akan jadi ajang mengejar kenaikan pendapatan yang diperoleh dari sertifikat kompetensi. Jika demikian, maka guru akan merendahkan dirinya dari profesi pendidik yang mulia menjadi pengejar materi belaka.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H