Mohon tunggu...
niqi carrera
niqi carrera Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebagai ibu, ikut prihatin dan resah dengan kondisi sekitar yang kadang memberi kabar tidak baik. Dengan tulisan sekedar memberi sumbangsih opini dan solusi bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jakarta Mampu Adakan Event Internasional, Sayangnya Gagal Atasi Kabel Optik yang Semrawut

12 Agustus 2023   02:16 Diperbarui: 12 Agustus 2023   02:21 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kabel optik semrawut pexels.com/Pixabay 

Ibu Kota DKI Jakarta terkenal dengan kota dengan bangunan megah dan canggih bahkan kerap menghelat event internasional. Mulai dari sepakbola hingga konser skala artis dunia. Sayangnya, kota besar ini dianggap gagal mengatasi urusan kabel optic yang semrawut hingga akhirnya menelan korban.

Seorang pengendara motor bernama Vadim (38) mengalami kecelakaan yang fatal setelah terjatuh akibat berusaha menghindari kabel yang melintang di jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat, pada Selasa 1 Agustus lalu.

Peristiwa serupa juga terjadi awal tahun ini. Sultan Rifat Alfatih (20), seorang mahasiswa, mengalami nasib malang ketika terjerat kabel fiber optik di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan.

Kabel yang terjerat menimpa lehernya, merusak saluran pernapasannya, dan membuatnya kesulitan bernapas. Hingga saat ini, Sultan harus makan dan minum melalui selang NGT silikon karena kondisinya yang memburuk, membuat berat badannya turun drastis dari 67 kg menjadi 47 kg.

Sayangnya, kecelakaan Vadim dan Sultan bukanlah yang pertama, dan dugaan kuat, juga bukan yang terakhir, jika tidak segera ada tindakan serius dalam mengatasi permasalahan tata kelola kabel di Jakarta. Sudah berulang kali insiden serupa terjadi, namun tampaknya pembenahan yang efektif hanya berhenti pada wacana belaka.

Kelalaian yang Berakibat Fatal

Kerusakan kabel fiber optik yang semakin parah di jalanan Jakarta seharusnya menjadi peringatan serius bagi para pembuat kebijakan. Ini berkaitan dengan keselamatan pengendara dan masyarakat umum yang menggunakan jalan raya.

Sayangnya, reaksi pemerintah terkait permasalahan ini nampak seperti tumpang tindih dan kurang serius dalam menghadapinya.

Masyarakat telah lama merasa resah dan protes terhadap kabel-kabel yang menjuntai dan berantakan di banyak tempat.

Namun, tanggapan dari pemerintah terlihat acuh tak acuh terhadap keprihatinan ini. Para ahli pun telah mengingatkan bahwa kasus-kasus kecelakaan ini akan terus berulang jika tidak ada tindakan tegas dalam mengelola tata kelola kabel.

Nirwono Yoga, seorang pakar perencanaan kota dari Universitas Trisakti, telah mengingatkan tentang potensi bahaya yang ditimbulkan oleh jaringan utilitas yang tidak teratur. Dia menyatakan bahwa semrawutnya jaringan utilitas di ibu kota telah "mengancam keselamatan warga."

Tanggung jawab atas masalah ini melibatkan pemerintah, perusahaan yang memiliki kabel fiber optik, serta kontraktor lapangan, yang semuanya harus bertanggung jawab atas situasi ini.

Namun, situasi ini juga terjebak dalam saling lempar tanggung jawab. PT Bali Towerindo Sentra, misalnya, membantah klaim kelalaian dan menegaskan bahwa kabel yang menjuntai di jalan adalah akibat kendaraan besar mereka yang tersangkut pada kabel tersebut.

Di sisi lain, Dinas Bina Marga DKI sebagai bagian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang seharusnya memiliki tanggung jawab dalam penataan jaringan utilitas, mengklaim bahwa pengaturan ketinggian tiang dan kabel sudah berada dalam kondisi normal.

Solusi yang Ditawarkan dan Kendala Regulasi

Banyak ahli dan pengamat yang telah mengusulkan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk pemindahan seluruh kabel utilitas ke bawah tanah.

Namun, hingga saat ini, hanya beberapa kawasan tertentu seperti SCBD dan Mega Kuningan yang telah menerapkan solusi ini, sedangkan mayoritas wilayah Jakarta masih dihiasi oleh kabel-kabel yang menjuntai.

Hal ini menunjukkan perlunya langkah konkret dalam mengatasi masalah tata kelola kabel. Oleh karena itu, Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) yang mengatur tentang penataan sarana utilitas terpadu harus segera disahkan.

Dalam rencana induknya, Jakarta berambisi untuk tidak lagi memiliki kabel-kabel yang menjuntai di atas pada tahun 2030. Namun, tantangan besar terletak pada pelaksanaan dan penegakan regulasi ini.

Banyak pihak skeptis terhadap kemungkinan Raperda ini berhasil disahkan dan diterapkan. Terlalu sering, upaya-upaya regulasi yang seharusnya mengutamakan keselamatan dan kenyamanan masyarakat diabaikan, terutama jika ada kepentingan bisnis yang lebih dominan.

Peran Swasta dan Implikasi Sistem Kapitalisme

Kendati Raperda bisa menjadi langkah awal yang baik, banyak yang meragukan efektivitasnya. Terlebih lagi, penyerahan pengelolaan proyek infrastruktur kepada pihak swasta berpotensi mengurangi kendali pemerintah terhadap tata kelola wilayah. Mayoritas proyek pembangunan di berbagai wilayah, termasuk Jakarta, kini diserahkan kepada pihak swasta.

Namun, peran swasta dalam pengelolaan proyek ini sering kali mengutamakan keuntungan, bukan kemaslahatan umum. Dalam konteks tata kelola kabel optik, pihak swasta mungkin enggan memindahkan kabel ke bawah tanah karena biaya yang besar. Prioritas mereka adalah profit, bukan keselamatan publik.

Sistem tata kelola wilayah dalam Islam menawarkan pendekatan yang berbeda. Pertama, fokusnya adalah kemaslahatan seluruh masyarakat. Dalam hal ini, pemasangan kabel yang aman akan menjadi prioritas utama. Apabila teknologi baru muncul yang lebih aman, pemerintah akan segera mengimplementasikannya.

Kedua, dalam sistem Islam, negara memiliki peran sentral dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur. Kepentingan umum diutamakan di atas keuntungan pribadi. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi warganya dan menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi.

Ketiga, sumber daya negara, termasuk baitulmal (kas negara), akan digunakan untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan masyarakat. Kekuatan finansial negara akan digunakan untuk membenahi infrastruktur dan memberikan manfaat bagi seluruh warga, bukan hanya segelintir orang.

Saat ini, terlihat sulit untuk menemukan pemimpin yang memiliki tanggung jawab seperti Khalifah Umar bin Khaththab, yang merasa sangat bertanggung jawab terhadap keselamatan warganya. Pemimpin modern seringkali terlibat dalam saling lempar tanggung jawab, alih-alih bertindak tegas dalam mengatasi masalah.

Namun, tata kelola wilayah dalam Islam menawarkan pendekatan yang lebih holistik, dengan fokus pada kemaslahatan umum. Sistem ini mendorong pemerintah untuk bertindak proaktif dalam melindungi masyarakat dan menyediakan fasilitas yang aman dan nyaman. Dalam sistem ini, keselamatan dan kenyamanan warga bukanlah impian semata, melainkan tujuan utama yang harus dicapai.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun