Mohon tunggu...
niqi carrera
niqi carrera Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebagai ibu, ikut prihatin dan resah dengan kondisi sekitar yang kadang memberi kabar tidak baik. Dengan tulisan sekedar memberi sumbangsih opini dan solusi bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kasus Diabetes Anak Meningkat 70 Kali, Bagaimana Islam Memandang?

8 Februari 2023   01:13 Diperbarui: 8 Februari 2023   01:22 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah merilis data prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada Januari 2023, dibanding pada tahun 2010.

Hampir 60 persen penderita diabetes anak, merupakan anak perempuan. Sementara menurut rentang usianya, sejumlah 46 persen berusia 10-14 tahun, dan 31 persennya berusia 14 tahun ke atas.

Menurut Diah Saminarsih, CEO Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) data meningkatkan diabetes anak tersebut memberi gambaran situasi yang sangat mengkhawatirkan. Dimana anak-anak sudah mengadopsi pola hidup tidak sehat, akibat konsumsi makanan berkandungan gula tinggi secara berlebihan.

Di Negara ini, makanan dan minuman manis sangat mudah dijangkau, sementara kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sejauh ini dianggap belum cukup melindungi, dan cenderung menggantungkan pembatasan konsumsi gula pada masyarakat sendiri sesuai  informasi kandungan gula yang tercantum pada label makanan dan minuman. Apalagi situasi yang ada saat ini, makanan instan dengan berpemanis tinggi lebih mudah didapatkan dan dianggap lebih praktis. Sementara makanan sehat lebih sulit diakses karena lebih mahal.

Bagaimana aturan kandungan gula dalam pangan?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatur soal batas tertinggi pemakaian pemanis buatan untuk produk pangan olahan dengan Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019.

Untuk aturan pelabelan pada kemasan terkait kandungan gizi, termasuk gula di dalam pangan olahan diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 26 Tahun 2021.

BPOM dalam beberapa tahun belakangan juga telah merilis label "Pilihan Lebih Sehat" untuk produk pangan olahan dengan gula kurang dari 6 gram per 100 mililiter sebagai standar masyarakat dalam memilih.

Sementara untuk makanan siap saji, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 mengharuskan produsen pangan siap saji yang mempunyai lebih dari 250 gerai, menyampaikan informasi terkait kandungan gula, garam, dan lemak.

Sayangnya menurut Olivia Herlinda dari CISDI, Permenkes 30/2013 tampak tidak berjalan, yang mendorong  gerai-gerai pangan manis "menjamur" dan mudah dijangkau.

Di sisi lain kebijakan penerapan cukai pada minuman berpemanis, belum ada kejelasan kapan akan diterapkan, dimana Kementerian Keuangan hanya menargetkan kebijakan itu akan diberlakukan pada 2023.

Sehingga baru Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan yang setuju untuk menerapkan itu, yang nantinya akan menghadapi tantangan dari Kementerian Perindustrian serta pelaku industri pangan. Kebijakan pembatasan gula semacam ini akan selalu terhambat dengan kepentingan industri.

Disinilah ujung permasalahannya. Ketika Negara masih mempercayakan pengaturan ekonomi pada system kapitalisme, kepentingan pengusaha atau para pemodal akan diutamakan di atas kepentingan rakyat.

Halal dan Tayib, Butuh Dukungan Sistemis

Allah Taala berfirman, "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS Al-Baqarah [2]: 168).

Ini merupakan panduan baku berkaitan masalah konsumsi bahan pangan untuk seluruh manusia. Dalam Islam, perintah untuk memakan makanan/minuman halal dan tayib tidak akan bias berdiri sendiri. Sehingga harus disertai oleh pengurusan negara secara sistemis dalam rangka menjaga kesehatan generasi bangsa.

Allah Taala juga berfirman, "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS An-Nisa [4]: 9).

Rasulullah saw. juga bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan." (HR Muslim).

Maka, solusinya system kapitalisme yang merupakan akar persoalan masalah diabetes anak ini harus diubah dengan system Islam yang berasal dari Sang Pencipta.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun