Sehingga baru Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan yang setuju untuk menerapkan itu, yang nantinya akan menghadapi tantangan dari Kementerian Perindustrian serta pelaku industri pangan. Kebijakan pembatasan gula semacam ini akan selalu terhambat dengan kepentingan industri.
Disinilah ujung permasalahannya. Ketika Negara masih mempercayakan pengaturan ekonomi pada system kapitalisme, kepentingan pengusaha atau para pemodal akan diutamakan di atas kepentingan rakyat.
Halal dan Tayib, Butuh Dukungan Sistemis
Allah Taala berfirman, "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (tayib) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS Al-Baqarah [2]: 168).
Ini merupakan panduan baku berkaitan masalah konsumsi bahan pangan untuk seluruh manusia. Dalam Islam, perintah untuk memakan makanan/minuman halal dan tayib tidak akan bias berdiri sendiri. Sehingga harus disertai oleh pengurusan negara secara sistemis dalam rangka menjaga kesehatan generasi bangsa.
Allah Taala juga berfirman, "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS An-Nisa [4]: 9).
Rasulullah saw. juga bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan." (HR Muslim).
Maka, solusinya system kapitalisme yang merupakan akar persoalan masalah diabetes anak ini harus diubah dengan system Islam yang berasal dari Sang Pencipta.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H