Mohon tunggu...
niqi carrera
niqi carrera Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sebagai ibu, ikut prihatin dan resah dengan kondisi sekitar yang kadang memberi kabar tidak baik. Dengan tulisan sekedar memberi sumbangsih opini dan solusi bangsa ini agar lebih baik ke depan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PR di Balik Batalnya Kenaikan Harga Mi Instan

21 Agustus 2022   09:24 Diperbarui: 21 Agustus 2022   09:27 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Harga mi instan awal bulan ini dikabarkan akan naik tiga kali lipat akibat dampak dari perang rusia- ukraina. Tetapi akhirnya diklarifikasi oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahwa harga mi instan akan stabil. Hal ini diperkuat dengan adanya keberhasilan panen di sejumlah negara di luar Ukraini seperti Australia dan amerika serikat. Jadi diharapkan harga gandum akan stabil bahkan bias turun karena panen raya di sejumlah negara.

Kita bisa bernapas lega dengan kabar tersebut, mengingat Indonesia adalah raja mi instan dunia. Data dari Asosiasi mi Instan Dunia (WINA) menyebutkan Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara dengan konsumsi mi instan tertinggi di dunia pada tahun 2020.

 Namun, Indonesia masih kurang dari konsumsi gabungan cina dan Hong Kong sebesar 46,35 miliar bungkus. Sementara itu, Indonesia diperkirakan akan mengonsumsi 12,64 miliar bungkus pada tahun 2020.

Kebutuhan terhadap gandum jelas sangat besar karena tidak hanya digunakan untuk pembuatan mi, tetapi bisa juga untuk jenis pangan lain seperti kue, roti hingga aneka gorengan. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Indonesia mengimpor lebih dari 11 juta ton gandum pada tahun 2021 dari Australia, Ukraina, Kanada, Argentina, Amerika Serikat, India, Bulgaria, Moldova, dan Rusia. Tahun 2017 saja nilai impor terhitung mencapai 2,65 Milliar. Rupiah? Bukan, tetapi "US dolar".

Bayangkan berapa banyak devisa negara yang harus kita keluarkan hanya untuk mengimpor gandum tiap tahunnya? Dampak lain yang terlihat nyata ketika negara-negara pengekspor gandum mengalami gagal panen, atau sedang terjadi perang, maka harga gandum jelas meroket. 

Aneka jenis pangan yang berasal dari olahan gandum juga mengalami kenaikan harga yang tidak sedikit. Bisakah Indonesia keluar dari ketergantungan ini dan menjadi negara swasembada gandum?

***

Indonesia patut berbangga setelah berhasil mendapatkan penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI) atas sistem ketahanan pangan yang sangat baik dan keberhasilan swasembada beras 2019-2021. 

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih menekankan bahwa kebijakan beras juga harus berlaku untuk makanan lain. Karena Indonesia sebenarnya bisa mengimplementasikan untuk kedelai bahkan tepung atau gandum.

Ada mitos yang mengatakan bahwa negara tropis tidak bisa ditanami gandum. Namun mitos ini dibantah oleh Karlina Syahruddin, M.Si, peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian, yang mengatakan gandum bisa ditanam di Indonesia dan beberapa varietas gandum tropis sedang diproduksi. 

Gandum dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan suhu rendah untuk mendorong pembungaan. Standar untuk daerah tersebut adalah pada ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut.

Profesor Dr Fadjry Djufry, kepala percetakan Balitbangtan, juga mengungkapkan bahwa Balitbangtan telah lama meneliti dan merakit varietas gandum tropis. 

Balitbantan juga sedang meneliti varietas gandum unggul, yang menghasilkan peluncuran di Nias dan Timor pada tahun 1993, Selayar pada tahun 2003 dan Dewata pada tahun 2004. Keempatnya merupakan varietas gandum dataran tinggi dengan hasil rata-rata masing-masing 2,0 ton/ha, 2,0 ton/ha, 2,95 ton/ha dan 2,04-2,96 ton/ha.

Kabar dari para peneliti sebenarnya bisa memberikan secercah harapan. Namun, lagi-lagi gandum tak lagi digenjot untuk diproduksi. Penyebabnya adalah tidak adanya penampungan hasil panen gandum, tidak ada upaya optimal dari pemerintah untuk mengembangkan gandum dan tanaman gandum yang cocok ditanam di dataran tinggi harus bersaing dengan tanaman sayuran yang lebih menjanjikan.

Kedaulatan pangan adalah konsep ketersediaan pangan melalui produksi lokal. Kedaulatan pangan adalah suatu konsep yang mewujudkan hak atas pangan yang bermutu gizi baik dan sesuai budaya, diproduksi dengan menggunakan sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

Artinya kedaulatan pangan sangat mendukung prinsip diversifikasi pangan sesuai dengan budaya lokal yang ada.

Diversifikasi makanan juga berguna untuk mendapatkan nutrisi dari sumber nutrisi yang lebih bervariasi dan seimbang. Antisipasi makanan baru seperti mi yang bahan bakunya tidak diproduksi secara lokal perlu diperhatikan dalam pengembangan industri dan penerapan jenis teknologi yang akan dipilih. 

Indonesia menawarkan berbagai bahan pangan pengganti seperti umbuk-umbian yaitu talas, gandum dan jagung yang semuanya dapat dijadikan sebagai pengganti nasi. Sepatutnya berbagai bahan pangan tersebut juga bias mencapai kedaulatan pangan, termasuk gandum.

Sebagai negara agraris, situasi Indonesia benar-benar jatuh ke dalam ironi Indonesia yang tidak mampu sepenuhnya memenuhi kebutuhan pangan nasional. Situasi ini diperparah dengan kurangnya keseriusan pemerintah dalam pembangunan pertanian. Padahal, pertanian adalah tentang hidup dan mati manusia.

Selain itu, aspek pertanian yang terabaikan turut menyumbang angka kemiskinan masyarakat Indonesia. Kalau bisa swasembada beras dengan dukungan pemerintah melalui pembangunan irigasi pertanian, mengapa pemerintah tidak melakukannya untuk pangan lain?

Berbagai kebijakan di sektor pertanian seperti pengelolaan tanah, penemuan inovasi, termasuk dukungan sektor industri, ukungan pemerintah dalam pengadaan pupuk, tidak lepas dari model sistem yang dijalankan oleh pemerintah. 

Cita-cita mewujudkan ketahanan pangan bahkan kedaulatan pangan nampaknya jauh dari harapan petani. Tata kelola sektor pertanian yang kacau serta pesatnya perkembangan kapitalisme menciptakan stigma yang melekat pada kemiskinan bagi para petani.

Hasilnya, negara agraris tetapi para petani mengertakkan gigi dan bertahan. Masyarakat juga menderita akibat kenaikan harga pangan karena bahan baku bergantung pada impor. 

Tentu saja, kita membutuhkan model tunggal untuk secara sistematis memperkuat cita-cita kedaulatan pangan. Islam memiliki visi khusus untuk mencapai kedaulatan sejati atas pangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun