Dirinya masih berbuat dosa tanpa melakukan ibadah, namun menjadi yang paling keras dalam membela Islam. Saya mungkin tidak taat, setidaknya saya tidak mau disebut seorang Muslim yang taat, karena saya malu berdiri di hadapan Allah jika saya justru meninggalkannya di tengah ambisi membela Islam.Â
Mencapai Renaisans bukan berarti meninggalkan agama. Sekularisme bukan berarti anti agama, melainkan memahami bahwa akhirat dan dunia merupakan dua hal yang berbeda dan kita harus memaksimalkan keduanya. Para intelektual Muslim melakukan hal yang sama di abad pertengahan dulu.Â
Mereka mensejahterakan dunia dengan pelbagai keilmuan dan penemuan yang mereka bawa namun tetap berpegang teguh pada agama. Justru, jangan mengglorifikasi Romantisme masa lalu tanpa mau berkembang. Itulah kebudayaan kita semenjak negeri ini masih menjadi Nusantara; Feodal dan Glorifikasi.
      Kasus terbaru yang dianggap melemahkan jalan menuju Renaisans adalah pembunuhan terhadap Demokrasi dan Republik. Baru-baru ini, isu Nepotisme yang dilanggengkan Presiden Jokowi semakin menguat seakan menjadikan negeri ini negara dinasti. Indonesia kini tampak seperti Suriah dimana Dinasti Assad berkuasa secara turun temurun.
Namun berbeda dengan Suriah yang masih resisten terhadap pengaruh Barat, Indonesia kini terkesan oportunis dan justru menguntungkan elit-elit seperti lingkungan keluarga Jokowi. Ingat apa yang menyebabkan dinasti Muslim mengalami kemunduran? Ya, Otoritatrianisme yang membatasi dan mengekang kelompok intelektual dan pedagang. Kini, jika intelektual dan keilmuan dirampas, pada siapa kita berharap meraih Renaisans?
Hal-Hal Yang Harus Dilakukan
      Dengan meninggalkan semua yang telah saya sebutkan di atas, Indonesia telah melangkah satu tahap menuju Renaisans. Tentunya saya tidak bisa membawa Renaisans sendirian, saya perlu bantuan pembaca sekalian untuk terus menyebarkan gagasan soal Renaisans Indonesia.Â
Menanamkan kebudayaan membaca dan menulis sedari kecil dapat menjadi sarana dalam membangun generasi baru yang sehat dan produktif. Jangan mengandalkan tontonan dari Youtube untuk menenangkan anak, melainkan ganti dengan buku atau mainan. Bimbing generasi baru untuk menjadi generasi yang membawa Renaisans.Â
Internet mungkin baik dalam memperoleh informasi, namun jika salah langkah akan membawa kepada kecanduan tak terhankan. Hal yang banyak kita rasakan hingga hari ini. Generasi Z sudah dirusak oleh itu dan Generasi Alpha semakin terusakan. Sangat minim saya lihat anak-anak yang membaca untuk kebutuhannya pribadi.Â
Mereka justru malas dan enggan untuk membaca. Hal yang saya rasakan juga di lingkungan kuliah, dimana banyak dari kolega saya justru menganggap bahwa kuliah sebatas datang dan pulang tanpa memahami esensi dan makna dari setiap pertemuan.
      Budaya logika mistis juga harus diberantas meski nampaknya menjadi tantangan tersulit karena bersinggungan dengan kelompok konservatif. Karenanya, perihal logika mistis harus diatasi dengan intervensi kelompok yang peduli terhadap masyarakat. Penanaman pendidikan yang berdasarkan atas Rasionalisme bisa menjadi sarana dalam membuang logika mistis.Â