Oleh Amanda Anisyah dan Asadyawan mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya
Indonesia saat ini sedang digemparkan oleh berita tentang perubahan beberapa undang-undang dalam satu undang-undang baru disebut dengan omnibus law, ada tiga RUU didalamnya yaitu RUU Cipta Kerja (Ciptaker), RUU ketentuan dan fasilitas perpajakan, juga RUU pengembangan dan penguatan sektor keuangan. Sedangkan, omnibus law yang dimaksud adalah bentuk atau metode dari sebuah penciptaan undang-undang dengan merubah beberapa undang-undang sekaligus yang dianggap tumpang tindih dalam praktiknya dan alasan lainnya.
Pada artikel kali ini, fokus yang diambil adalah pada RUU cipta kerja (Ciptaker). RUU Ciptaker ini merevisi 79 Undang-Undang dengan melibatkan empat kementrian koordinator, belasan kementrian lembaga, puluhan organisasi masyarakat (ormas) juga asosiasi, elemen masyarakat sipil dan melibatkan puluhan pakar maupun praktisi pada bidangnya masing-masing.Â
Undang-undang ini sendiri merupakan inisiatif dari pemerintah yang dikirimkan kepada DPR pada tanggal 12 Februari 2020. Pembahasannya dimulai dari tanggal 2 April 2020 hingga disahkan oleh DPR pada tanggal 2 Oktober 2020.
Pembuatan RUU ini dikhususkan untuk menarik para investor masuk di Indonesia dan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi pengangguran maupun calon pekerja di Indonesia.Â
Tetapi, tidak dipungkiri, ada juga alasan-alasan lain yang membangun RUU ini. Pertama, Indonesia  masih mempunyai daya saing yang rendah jika dibandingkan dengan negara lain.Â
Padahal, seharusnya negara Indonesia menjadi negara unggul. Asumsi ini dibuat dengan melihat kondisi Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan bahan baku industri yang melimpah, merupakan pasar terbesar ke-6 di dunia, dan juga infrastruktur yang oleh pemerintah sudah dan sedang digenjot. Kedua, adalah alasan karena kompleksnya regulasi di Indonesia, pusat maupun daerah, dengan total peraturan sebanyak 43.604 peraturan.Â
Dimana kekompleksan regulasi ini akan memperlambat proses investasi dan juga menurunkan minat investor untuk menanamkan modal. Alasan ketiga ialah tingginya angkatan kerja yang masih menganggur (tidak atau belum bekerja maupun bekerja penuh). Alasan keempat adalah urgensi dari pemberdayaan UMKM juga peningkatan peran koperasi.Â
Alasan terakhir, adanya ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Selain itu, dilansir dari Kemenkeu, ada juga alasan karena adanya potensi stagnansi ekonomi Indonesia (middle income trap).
Sedangkan, untuk kendala dari investasi dan realokasi industri itu ada tiga. Pertama, perizinan yang masih sangat kompleks dan lama sehingga menimbulkan ketidakpastian pada investor. Kedua, ketersediaaan lahan yang dikuasai oleh mafia pertanahan.Â
Salah satu contoh masalah mafia pertanahan dalam bidang investasi yaitu investasi lotte yang terganggu oleh mafia tanah.  Ketiga, adanya barrier to entry perburuhan yaitu mencakup biaya yang masih tinggi, produktivitas rendah, dan adanya premanisme buruh.Â