Ange Postecoglou ditodong pertanyaan soal masa depannya di Tottenham Hotspur, dia cuma ngejawab simpel, "Siapa tahu?" Jawaban yang santai, tapi juga kayak kode keras kalau stabilitas di klub London Utara ini lagi kayak rumah dari kartu kartu remi -- siap roboh kapan aja. Satu poin dari tujuh pertandingan terakhir, nyanyian anti-Daniel Levy yang menggema di tribun, dan kekalahan 2-1 dari Leicester City memperlihatkan retakan yang kian melebar. Tapi, apakah semuanya benar-benar sudah hancur? Atau ini hanya badai kecil sebelum tenang?
WaktuMimpi yang Mulai Retak
Musim ini dimulai dengan penuh ekspektasi, kayak nunggu film blockbuster yang udah lama ditunggu-tunggu. Postecoglou, si manajer asal Australia yang sebelumnya sukses bikin Celtic jadi raja di Skotlandia, diharapkan jadi "sutradara" yang bisa membawa Spurs keluar dari drama panjang tanpa ending ini.Â
Tapi, seperti nonton film dengan plot twist tak terduga, harapan besar itu perlahan mulai bergeser. Awalnya, optimisme terasa nyata. Namun, satu kemenangan dalam 11 laga terakhir di liga ini rasanya seperti ngisi bensin cuma setengah liter buat perjalanan jauh -- nggak bakal cukup, Bro! Semua rencana besar yang dibangun perlahan mulai terurai, dan para fans hanya bisa geleng-geleng kepala sambil bertanya, 'Kapan ini semua bakal berubah?'
Dalam pertandingan melawan Leicester, Spurs sempat memimpin di babak pertama. Namun, Jamie Vardy dan pemain muda Bilal El Khannouss membalikkan keadaan, mengirim Tottenham ke jurang kekecewaan yang lebih dalam. Ironisnya, kemenangan itu justru membawa Leicester keluar dari zona degradasi -- sebuah tamparan keras bagi para pendukung Spurs yang memenuhi Stadion Tottenham Hotspur dengan nyanyian "Levy Out".
Harapan di Tengah Kekacauan
Postecoglou tetap optimis. "Nggak lama lagi, Maddison dan Bentancur bakal balik ke tim," katanya dengan nada penuh harap. "Bisa dibilang, mereka itu kayak jagoan super yang baru pulang dari misi penyelamatan." Dengan kembalinya pemain-pemain kunci ini, Postecoglou yakin timnya bakal kembali menggigit di lapangan. Selain itu, Spurs masih berkompetisi di Eropa, unggul agregat atas Liverpool di Piala Carabao, dan bertahan di Piala FA. Sang manajer percaya bahwa mereka masih bisa membuat kejutan.
"Saya yakin ini hanya fase terburuk kami," ujar Postecoglou, dikutip dari The Telegraph. "Dalam tiga bulan ke depan, kami bisa melakukan sesuatu yang istimewa." Namun, dengan bangku cadangan yang nyaris kosong dan jendela transfer yang akan segera ditutup, banyak yang meragukan ucapan ini.
Di sisi lain, manajer Leicester, Ruud van Nistelrooy, tampak lebih gembira. Kemenangan atas Spurs mengakhiri tujuh kekalahan beruntun mereka. "Kami tertinggal 1-0, tapi tetap tenang. Di babak kedua, tim ini menunjukkan mentalitas juara," katanya.
Daniel Levy dan Tekanan dari Suporter
Di luar lapangan, tekanan terbesar justru mengarah ke Daniel Levy, ketua klub yang jadi sasaran kritik tajam. Fans Spurs kerap menyebut Levy seperti seseorang yang lebih sibuk menghias etalase toko dibanding memperbaiki barang yang dijual. Stadion megah mereka, kontrak sponsor besar, dan acara-acara mewah nggak bisa menutupi kenyataan: tim ini lagi terpuruk. "Levy Out! Levy Out!" teriakan ini menggema di setiap sudut Stadion Tottenham Hotspur, kayak konser dengan tema kemarahan massal.Â
Para fans nggak hanya menuntut perubahan, tapi juga menyindir Levy dengan spanduk dan poster yang menohok, seperti "Kami butuh trofi, bukan tur stadion." Para suporter menilai Levy terlalu fokus pada aspek bisnis ketimbang prestasi di atas lapangan. Stadion megah, kontrak sponsor besar, dan pemasukan tinggi tak berarti apa-apa jika tim terus gagal bersaing di papan atas.
Nyanyian anti-Levy bukan hal baru, tetapi kali ini terasa lebih intens. Para penggemar mendesak perubahan besar, termasuk mengganti kepemimpinan di kursi manajemen. Postecoglou sendiri tampak enggan terlibat dalam konflik ini, memilih fokus pada tim dan para pemainnya.
Masa Depan yang Tak Pasti
Ketika ditanya apakah ia merasa terancam dipecat, Postecoglou menjawab dengan nada filosofis, "Ketika Anda menjadi manajer klub sepak bola, Anda sangat rentan. Tapi peran saya adalah mendukung para pemain dan staf. Itu saja yang bisa saya lakukan."
Fakta bahwa Spurs hanya unggul delapan poin dari zona degradasi membuat situasi semakin genting. Jika tidak ada perbaikan signifikan, sulit membayangkan Postecoglou bertahan hingga akhir musim.
Saatnya Bangkit atau Runtuh
Tottenham Hotspur berada di persimpangan jalan. Dengan sejarah panjang sebagai klub yang sering disebut "nyaris", keputusan besar harus diambil dalam waktu dekat. Apakah Postecoglou bisa membalikkan keadaan dan membuktikan dirinya? Ataukah ini hanya soal waktu sebelum Spurs kembali ke titik nol?
Di tengah semua drama ini, satu hal yang pasti: masa depan Tottenham bukan hanya bergantung pada taktik di lapangan, tetapi juga pada keputusan-keputusan besar yang akan dibuat di luar lapangan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI