Memang, playmaker Denmark tersebut tidak sedang ikut perlombaan meraih golden boots EPL, namun ukiran satu gol cukup berpengaruh dalam karirnya sebagai pesepakbola. Jumlah satu gol, akan menambah manis CV dia sebagai pemain Spurs, dimana dalam posisinya sebagai gelandang jumlah gol tidak selalu menjadi tolak ukur keberhasilan.Â
Tapi apakah salah, jika seorang playmaker mempunyai rekor gol yang menawan? Beberapa pendapat dari linimasa juga mengejar komentar dari Ericksen, yang sayangnya hanya diam seribu bahasa saja tanpa mengucapkan apakah ia cukup senang demi harry Kane, atau dia sedih karena harus "direlakan" berkorban untuk gelar pribadi pemian yang selalu rajin dihujani assits olehnya.
Bahkan jika, dipikirkan lebih jauh, kelak masalah ini dapat memicu hubungan yang tidak enak diantara keduanya. Atau dilevel pemain lain, yang mulai merasakan "keegoisan" kane, dan mulai terpecah menjadi dua kubu yang berbeda.Â
Namanya juga sepakbola, permainan kolektif yang seharusnya tidak dinodai oleh keegosian salah satu pemainnya. Banyak pendapat juga yang mengatakan bahwa, kejadian ini akan memicu proses transfer dari keduanya. Dimana bisa saja salah satu dari Kane atau Ericksen pergi meninggalkan Spurs pada jeda transfer musim ini. Toh, keduanya berlabel bintang dan saya yakin akan cept mencari pelabuhan berikutnya.
Dampak ketiga dari perilaku "individualis" seorang Harry Kane adalah pada dirinya sendiri. Sisi egois yang memaksa panelis EPL menengok kembali gol Ericksen, pasti akan membekas dalam ingatan setiap pendukung Spurs, hingga para maniak sepakbola dibelahan dunia. Adakalanya seorang pemain, juga mementingkan citra atau image yang akan tertera dari perilakunya di dalam maupun luar lapangan.Â
Mau bukti? Siapa yang berani dengan Gatusso? Jelas semua akan takut karena citra yang dibentuk adalah "pemarah" dan tidak pandang bulu menghajar siapapun. Apapun prestasi yang didapatkan oleh Gatusso, orang terlebih dulu akan mengingatnya sebagai gelandang bertahan yang selalu berapi-api di dalam dan luar lapangan.
Jangan sampai, karena kasus kecil yang berbalut ego besar, menimbulkan image yang buruk akan persona yang dibangun seorang Harry Kane. Ingat, mau sehebat apapun sang pemain, jika ada label "buruk" dalam dirinya, maka setiap klub akan berfikir dua kali untuk menampungnya. Mau sehebat apapun Mario Balotelli bermain dan mencetak gol untuk OGC Nice, klub seperti Barcelona yang mengutamakan sikap pemain akan berfikir seribu kali untuk sekedar menyapa "hello" kepada Mino Raiola, sang agen.
Namun level yang paling ditakuti adalah, jangan sampai seorang Kane yang telah terlanjur berbuat hal "memalukan" ini, dan tetap gagal menyaingi Mo Salah sebagai Top Skor Liga Inggris 2017/2018. Cap "Egois" akan terus menempel kepada dirinya.Â
Label yang kelak akan mengungkapkan, bahwa Harry Kane akan melakukan apa saja, sampai pada hal diluar nalar untuk meraih apapun yang ia inginkan. Walau terkadang, hal tersebut bisa berujung kepada kehancuran karir nya di dunia olahraga. Mau bukti? Tanya saja kepada Tonya Harding, yang kisahnya diangkat menjadi sebuah film berlevel Oscar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H