Mohon tunggu...
Faridhian Anshari
Faridhian Anshari Mohon Tunggu... -

Seorang spectator sedari kecil yang "kebetulan" menjadikan sepakbola sebagai teman dan ramuan dalam eksperimen ajaibnya.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola, Politik, dan "Self Branding" yang Terbalik

21 Februari 2018   13:47 Diperbarui: 21 Februari 2018   14:00 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Lagi perang kok malah cuti", satu kalimat sederhana tapi menohok. Dikeluarkan dari mulut seorang menteri yang ditujukan secara tepat kepada ketua PSSI saat ini, siapa lagi kalau bukan yang maha kuasa Edy Rahmayadi. Kalimat sakti tersebut keluar begitu saja dari mulut Imam Nahrowi ketika dihujani pertanyaan oleh para wartawan terkait izin cutinya Edy dalam rangka masa kampanye untuk mempersiapkan diri sebagai calon gubernur Sumatera Utara.

Imam Nahrowi yang sebenarnya jarang "ngomong", kali ini langsung dielu-elukan oleh sebagian orang (termasuk saya) sebagai ahli sindir yang hebat.

Sebenarnya, apa sih yang salah? Edy Rahmayadi juga seorang manusia yang penuh obsesi dan tujuan hidup yang tinggi, ga salah donkkalau dia ingin mencicipi sebuah jabatan yang berbeda. Mungkin (mungkinlowh ya) kalau dia jadi gubernur, beliau ingin hidup lebih mapan tanpa rongrongan supporter tim nasional yang setiap kali menerima kekalahan dari negara lain selalu menyudutkan Edy. 

Atau mungkin, Edy sudah lelah untuk menjadi kambing hitam dari semakin merosotnya peringkat Indonesia di "chart" FIFA. Beliau juga ingin jadi orang yang ikut berteriak "turun..turun..turun" bersama-sama seluruh supporter di Stadion Gelora Bung Karno.

Nah pertanyaan sambungannya adalah, kalau memang begitu kemungkinan alasannya, kenapa dulu mau jadi ketua PSSI? Padahal posisi beliau di lingkup TNI juga sudah tergolong canggih. Jika kita menilik beberapa teori yang terkait loncatan langkah politik seseorang, maka jawabannya adalah popularitas. Bahkan bahasa kerennya, Self Branding. Satu konsep yang perlu dicermati setiap orang yang ingin terjun kedunia poliitk.

Apa itu self branding? Saya yakin sebagaian dari anda sudah pernah mendengar kata ini, yaitu kegiatan untuk mempopulerkan diri. Tujuan utama dari kegiatan promosi diri ini adalah untuk meraih citra atau image positif dari lingkungan maupun orang yang mengenalnya. Itu adalah bunyi teorinya, dimana ada penekanan citra positif yang nantinya akan berujung kepada reputasi yang bagus dimata pemilih.

Sialnya (sekali lagi ini menurut saya), citra yang ditampilkan oleh Edy kurang terlihat posisitif dimata pendukung sepakbola Indonesia, atau pendukung yang kelak menjadi pemilihnya di wilayah sumatera Utara.

Tidak ada "cerita" bagus yang terdengar dan dibangun oleh Edy Rahmayadi selama menjabat sebagai ketua PSSI beberapa tahun terakhir. Jika renovasi GBK ingin diakui olehnya, saya rasa bukan keputusan yang tepat. Ingat, GBK direnovasi terkait ASIAN GAMES 2018, dan ide ini datang dari tingkat teratas negara Indoensia, (sekali lagi) bukan dari PSSI.

Jika berbicara prestasi tim nasional dibawah kepemimpinan Edy, jawabannya setali tiga uang: ga ada yang berubah. Timnas kita maish saja kalah dari tim sekitaran ASEAN yang masih berlabel musuh berbuyutan.

Mau berbicara prestasi mendatangkan timnas negara lain? Oke, rombongan Islandia dan negara-negara lain memang pernah datang, tapi sekali lagi hanya sebagai acara entertainment semata. Kalau mau diteliti lebih mendalam, sebenarnya sedikit sekali keuntungan positif yang dapat diterima oleh negara kita. 

Apakah efektif mengadakan coaching clinci yang hanya berjalan maksimal 10 jam, untuk mendongkrak pemain kita yang tertinggal 10 tahun dari negara yang sedang stress karena perang seperti Palestina? At least Palestina sudah pernah menyentuh partai kualifikasi akhir untuk masuk Piala Dunia.

Mau berbicara tolak ukur yang berbeda? Hmm..masih ada rangking FIFA. Jaman saya kecil, ketika mencari nama Indoensia diantara nama seluruh negara didunia, cukuplah dengn melihat nomor 100, dan menghitung naik beberapa nomor keatas. Zaman itu negara kita maish ada diperingkat 90-an. Namun sekarang, jangan jadikan nomor 100 sebagai tolak ukurnya.

Cobalah tolak ukurnya diubah menajdi nomor 150. Nah, nama Indonesia ada disekitaran sana. Miris? Bukan lagi, sudah kebal. Tangga lagu FIFA ini memang sudah seringkali tercetak dimasa kepemimpinan Edy Rahmayadi, namun hasilnya selalu sama, hanya di level itu-itu saja.

Jika prestasi yang tertulis masih belum terlihat jelas, prestasi lain dari Edy yang terkenal adalah komentar-komentar "anehnya" yang terkadang masih tidak dapat dimengerti oleh kami manusia awam pecinta sepakbola. Dari ratusan hari masa kepemimpinan Edy, komentar paling nyeleneh yang terkenal adalah larangan pemain sepakbola Indonesia untuk main di luar Indonesia.

Cap anti nasionalis dipastikan akan melekat didada mereka. Komentar tersebut keluar begitu saja, ketika seluruh bangsa lagi asyik menebak-nebak berhadiah kemana Evan Dimas hingga Eggy Maulana akan bermain di Eropa. Kalau dalam bahasa politik, ini namanya komentar yang tidak populer.

So, kalau mau diambil kesimpulan, tidak ada yang berubah dari sepakbola Indonesia selama masa kepemimpinan Edy Rahmayadi semenjak 10 November 2016. Mungkin tim pembisik Edy harus lebih jago menyikapi studi kasus ini, apa yang ingin dibranding atau dijual selama masa kampanye jika prestasi Edy di PSSI dan Sepakbola Indonesia tidak ada yang berarti? 

Atau mungkin tim pembisik Edy sempat melihat kiprah Pele yang sempat menjadi menteri olahraga di Brazil, atau Kahka Kaladze yang berkibar sebagai wakil presiden di Gerorgia, atau bahkan tim pembisik tergiur dengan kisah haru biru seorang George Weah berhasil menjabat sebagai orang nomor satu di Liberia, salah satu negara di Afrika yang justru terdengar gaungnya karena nama George Weah dahulu.

Kalau mau dibandingkan dengan ketiga nama diatas, terlihat perbedaan yang mencolok dari sisi branding yang diangkat ketika ingin menjadi seorang politisi. Pele lebih dulu dikenal karena prestasinya sebagai pemain muda Brazil yang meraih piala dunia 1958, Kahka Kaladze juga dikenal dulu sebagai satu-satunya pemain asal Georgia yang pernah mengangkat Piala Champions Eropa, sedangkan George Weah pernah meraih pemain terbaik Eropa. Silakan dilihat apa persamaan prestasinya dengan Edy Rahmayadi? Yup benar, jawabannya tidak terlihat alias nol.

So, silakan menjadi pemilih yang pintar ya, serta jangan lupa jika ingin terjun kedunia politik, kembangkan dulu sayap yang menghasilkan citra positif serta prestasi mengkilap. Sesudah itu ada jaminan banyak pemilih. Believe me!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun