Judul: Merantau ke Deli
Penulis: Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka)
Tebal buku: 189 halaman
Penyunting: Dharmadi
Penerbit: Gema Insani
ISBN: 978-602-250-338-3
Poniem, perempuan asal jawa dan istri mandor besar dan dianggap sebagai piaraan atau simpanan bertemu dengan Leman, orang Minangkabau yang pada saat itu sedang merantau ke Deli dengan harapan untuk sukses dalam perdagangannya. Dimulai dari Leman, seorang pedagang dan pemilik kedai, yang berdagang dekat kebun Poniem dan merasa tertarik kepadanya sehingga bibit-bibit cinta mulai muncul. Ketertarikan itu meningkatkan hasrat Leman untuk merebut hati Poniem dan mereka pun menikah dengan harapan akan bersama  satu sama lain selamanya. Dengan semangat, mereka menjalani kehidupan pernikahan yang penuh suka dan duka.
Tantangan Poniem dan Leman dalam menjalani peran sebagai suami istri sedikit demi sedikit terlihat. Ketidakcocokan dan kelabilan sudah mulai muncul terutama dalam prinsip adat mengenai cara pandang hidup. Selain itu, masalah finansial juga harus ditanggung oleh mereka akibat perdagangan Leman yang mengalami kemunduran dimulai dari kurangnya laba, modal, dan perdagangan yang sepi. Leman awalnya tidak ingin melibatkan masalah ini kepada Poniem, namun Poniem melihat tipisnya bungkusan dagang suaminya. Setelah berkomunikasi dengan Leman, beliau menjual harta-hartanya sebagai modal untuk dagangan suaminya. Sejak itu, mereka yakin sepenuhnya atas keadaan pernikahan yang didasari perspektif yang kuat akan pertolongan Allah dan cinta suami istri sejati. Â
Namun, tantangan-tantangan yang mereka lewati tidak sedikit pun sebanding dengan tantangan selanjutnya yang sungguh menarik sekaligus mengejutkan, yaitu kunjungan mereka ke Kampung Leman. Terlepas dari orang kampung Leman yang sangat menyenangi kebaikan budi dan kesopanannya, mereka tetap tidak menerimanya berhubung Poniem bukan orang Minangkabau.Â
Selain itu, kunjungan balik ke kampungnya, keluarga yang kurang menyetujui pernikahannya, serta nasihat-nasihat orang Minangkabau yang mendorong Leman untuk menikah dengan perempuan satu suku dengannya, terngiang-ngiang di benaknya dan menyebabkan Leman berpikir tentang pernikahannya dengan Poniem.Â
Apalagi ia belum berhak mendapat gelar terhormat sebagai sultan sebelum ia menikah dengan perempuan asal Minangkabau dan beliau juga wajib menikah di kampungnya. Bahkan, apabila ia dan Poniem dianugerahi seorang anak, anak tersebut juga tidak bisa dikatakan sebagai garis keturunan orang Minangkabau.