Kelompok 17
PENGARUH BERPUASA TERHADAP PENYAKIT MAAG
Isna Dela Aprilidia (215040200111210) , Tharisa Quilla Azizah (215040200111213)
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.
ABSTRACT
In the month of Ramadan, Muslims fast from sunrise to sunset. Fasting is holding back everything that can break the fast such as eating, drinking and others from sunrise to sunset. Fasting has been shown to have positive benefits for the body, however, it raises concern for people with gastric disease because holding back food for a day can cause stomach ulcers to recur. Therefore it takes an effort to avoid heartburn that will occur during the month of Ramadan, namely by consulting a doctor, choosing the right food and drink and avoiding things that can cause gastric disease.
Key Words : Gastric, Ramadan, Fasting
ABSTRAK
Pada bulan Ramadhan, penganut agama Islam melaksanakan puasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa yakni menahan segala hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum dan lainnya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Berpuasa telah tebukti memiliki manfaat posisitf bagi tubuh namun, menimbulkan kekhawatiran bagi penderita penyakit maag karena menahan makan selama sehari dapat menyebabkan sakit maag kumat. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah upaya untuk menghindari sakit maag yang akan terjadi pada saat bulan ramadhan yaitu dengan melakukan konsultasi dengan dokter, memilih makanan dan minuman yang tepat dan menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit maag.
Kata kunci : Maag, Ramadhan, Puasa
PENDAHULUAN
Manusia tentunya memiliki agama atau kepercayaan. Agama sendiri memiliki arti sebagai sistem yang mengatur tata keimanan dan pribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Salah satu agama yang ada yaitu agama islam. Dalam agama islam sendiri terdapat satu bulan yang sangat dinanti yaitu bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan ini penganut agama Islam melaksanakan puasa dengan menahan segala hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum dan lainnya dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Dengan menahannya makan dan minum yang terbilang cukup lama hal ini menjadi perbincangan bagi penderita maag. Penderita maag atau gatritis di Indonesia terbilang cukup banyak, dikuatkan dengan hasil WHO yang mengatakan bahwa angka kejadian maag di Indonesia mencapai 40,8% dan menempati urutan ke empat dengan jumlah penderita penyakit maag terbanyak yaitu 430 juta penderita maag. Menurut hasil penelitian dan pengamatan Departemen Kesehatan RI ada banyak kota yang tingkat penderita maagnya tinggi yaitu di kota Medan yang mencapai 91,6%, Denpasar 46%, Jakara 50%, Palembang 35,35%, Bandung 32,5%, Aceh 31,7%, Pontianak 31,2% dan Surabaya 31,2% (Dewantoro, 2019 : 2).
Berdasarkan profil kesehatan di Indonesia tahun 2012, maag merupakan salah satu penyakit dalam 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 30.154 kasus (Novitasary, 2017 : 2). Umumnya penyakit maag ini diderita oleh kalangan remaja yang disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur, gaya hidup, dan aktivitas yang meningkat sehingga tidak sempat untuk mengatur pola makannya dengan baik. Selain faktor pola makan yang buruk dan gaya hidup, penyakit maag juga dapat disebabkan karena kebiasaan mengonsumsi kafein, makanan pedas ataupun alkohol yang berlebihan.
Gejala yang dirasakan pada penyakit maag ini terdapat berbagai macam diantaranya yaitu nyeri pada ulu hati, mual, muntah, lemas, nafsu makan menurun, wajah pucat, keluar keringat dingin, sering sendawa dan dapat muntah darah apabila kondisinya sudah parah. Meninjau dari penelitian sebelumnya dari (Firmansyah, 2015) maka penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berpuasa terhadap penyakit maag.
PEMBAHASAN
Sakit maag merupakan suatu keadaan dimana mukosa lambung mengalami peradangan atau pembengkakan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Penyakit ini apabila dibiarkan dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi lambung, kanker atau bahkan kematian (Mulat, 2016). Sakit maag umumnya disebabkan oleh pengeluaran asam lambung yang berlebihan yang dipacu oleh pola makan tidak teratur, kondisi fisik, kecemasa, stress, terlalu banyak makan makanan pedas dan asam, merokok ataupun minum-minuman beralkohol (Yusfar dan Ariyanti, 2019).
Berpuasa merupakan kegiatan menahan hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan dan minum mulai dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari. Berpuasa memiliki manfaat posisitf bagi tubuh, antara lain membantu menurunkan berat badan, sistem pencernaan bersih, dan meremajakan sel-sel yang membuat tubuh kebal. Akan tetapi, kegiatan ini menimbulkan presepsi terhadap masyarakat bahwa puasa dapat memperburuk penyakit maag dikarenakan menahan makan dan minum yang terbilang cukup lama.
Presepsi tersebut tidak sepenuhnya benar. Menurut (Indra, 2016) penyakit maag sesungguhnya dibagi menjadi 2 macam yaitu maag fungsional dan maag organik. Pada penderita maag fungsional berpuasa merupakan kegiatan yang menyehatkan sedangkan pada penderita maag organik dalam melakukan kegiatan berpuasa harus lebih berhati-hati karena dapat menyebabkan pendarahan. Hal tersebut dikarenakan pada maag organik terjadi kelainan anatomis seperti luka pada lambung sedangkan maag fungsional hanya fungsinya yang terganggu, lambung dan usus 12 jari dalam keadaan normal.
Berpuasa sendiri juga dapat menjadi alternatif terapi yang dapat menyehatkan tubuh. Dengan melakukan kegiatan berpuasa pola makan akan lebih teratur, merokok, memakan makanan berlemak, asam dan pedas lebih berkurang dan terkontrol. Selain itu emosi seperti marah, cemas atau stress juga lebih stabil sehingga gejala maag yang akan timbul juga berkurang (Indra, 2016).
Oleh karena itu berpuasa dapat disimpulkan bahwa berpuasa memiliki pengaruh yang baik dan tidak memperburuk penyakit maag. Penderita penyakit maag dapat melakukan kegiatan berpuasa akan tetapi tetap berhati hati dan melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter bila perlu.
Terdapat beberapa tips untuk mencegah gejala maag yang kambuh pada saat berpuasa. Mengambil pernyataan dari (Dinas Kesehatan Kulon Progo, 2021) beberapa tips untuk mencegah penyakit maag kambuh pada saat berpuasa yaitu dengan tidak melewatkan sahur, melewatkan sahur dapat memperparah kondisi asam lambung karena perut akan dalam keadaan kosong dalam waktu yang lama, mulai dari pagi hari sampai dengan sore hari. Kemudian menghindari makanan yang dapat memicu maag seperti makanan berlemak, asam, dan pedas. Mengurangi konsumsi minuman berkafein dan bersoda.
Melakukan istirahat yang cukup dan mengendalikan emosi selama berpuasa. Mengurangi rokok dan obat maag. Dan yang terakhir yaitu berbuka puasa tepat waktu dengan perlahan dan porsi yang tidak terlalu banyak. Makan dengan cepat dapat menyebabkan banyak udara masuk ke saluran pencernaan sedangkan makan dengan porsi berlebihan dapat membuat perut penuh sehingga akan memicu rasa begah dan maag.
KESIMPULAN
Berpuasa merupakan kegiatan menahan hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan dan minum mulai dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari. Kegiatan berpuasa ini memiliki pengaruh yang baik terhadap penyakit maag. Dengan berpuasa gejala penyakit maag akan lebih rendah presentase kambuhnya.
Hal ini dikarenakan kita akan lebih membatasi dan mengontrol faktor penyebab penyakit maag. Penderita maag dalam melakukan kegiatan berpuasa harus lebih berhati-hati dan sebaiknya dilakukan konsultasi terhadap dokter terlebih dahulu apabila penyakit maag yang diderita sudah parah.
DAFTAR PUSTAKA
Dewantoro, Agung. 2019. Hubungan Pola Makan dan Pemakaian Obat Anti Inflamasi Dengan Kejadian Gastritis di Puskesmas Tanjung Pinang Kota Jambi Tahun 2016. Jurnal Farmacia, 1(2) : 1-6.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. 2021. “Puasa Bagi Penderita Penyakit Lambung”, https://dinkes.kulonprogokab.go.id/detil/812/puasa-bagi-penderita-penyakit-lambung, diakses pada Minggu, 5 Juni 2022.
Firmansyah, M. 2015. Pengaruh Puasa Ramadhan pada Beberapa Kondisi Kesehatan. CDK, 42(7) : 510-515.
Indra, S. 2016. “Rumor dan Mitos Seputar Ramadhan” dalam Mitra Keluarga, Juni, XVII. Jakarta : Mitra Keluarga Grup.
Mulat, T.C. 2016. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Barombong Kota Makassar. JKSHSK, 1(1) : 874-883.
Novitasary, A., Yusuf, S., dan Cece, S, I. 2017. Faktor Determinan Gastritis Klinis pada Mahasiswa di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, 2(6) : 1-11.
Yusfar dan Ariyanti. 2019. Hubungan Faktor Resiko Gastritis dengan Kejadian Gastritis Pada Siswa-Siswa SMA dan SMK. Healthy Journal, 8(1) : 9-21.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H