Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gong Xi Pat Cay, Sahabat Terbaikku, Acong

25 Januari 2020   14:40 Diperbarui: 25 Januari 2020   14:46 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pertama tentu disampaikan dulu ucapat Gong XI Pat Cay untuk saudara saudaraku sebangsa dan setanah air bahkan yang berada dinegara mana saja yang merayakan Imlek . Teriring doa Semoga Tahun Baru Tikus membawa kebahagiaan bagi kita semua. 

Berkisah pertemanan dengan sahabat etnis cina daku memuluki kenangan indah semasa kecil, sekolah, kuliah, bekerja dan sampai purna. Tidak ada yang perlu dipermasalahankan terkait perbedaan suku, agama, tas dan dolongan bersebab ketika kita semua dilahirkan tidak bisa memilih.  Inilah Takdir yang wajib diterima dengan ikhlas kemudian  berupaya bersahabat dengan siapa saja di muka bumi ini. 

Sewaktu masih sekolah di kampongku Tempino Jambi tahun 1963 aku mempunyai seorang teman keturunan cina, Acong namanya. Acong baru bergabung disekolah kami pada kelas 6. Acong pindahan dari SR kota Jambi, ngak tau kenapa dia mau bergabung di sekolah kami.

Dia anak tauke, orang kaya. Orang tuanya memiliki beberapa angkot dengan rute Tempino Jambi. Temanku satu ini, kecerdasannya biasa biasa saja, tapi yang jelas Acong suka traktir makan.

Pengalaman yang saat ini masih dikenang adalah ketika Acong mengajak bolos. Acong mengajak mandi atau tepatnya berenang di kolam Pak Kasim, seharusnya kami les pelajaran sore itu.

Ini pertama kali aku bolos, takut juga, tetapi karena tergiur ditraktir makan, maka pelanggaran itupun terjadi. Besoknya kami berlima di strap Pak Guru, berdiri dengan satu kaki selama satu jam.

Hari raya imlek berlalu begitu saja, anak anak dusun mana tau yang beginian. Tamat SR, kami berpisah, Acong melanjutkan SMP swasta Xaverius sedangkan kami ada yang ke Sekolah Teknik (ST), Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan ke SMP .

Anak anak keturunan cina tadinya mempunyai sekolah khusus sendiri. Guru dan bahasa semua cina. Mereka mempunyai mobil antar jemput. Beberapa tetangga kulihat diantar jemput mobil bus sekolah cina. Di SMP aku tidak mempunyai teman keturunan cina.

Kebetulan saat itu tahun 1965 sedang meletus G30S PKI. Setelah G30S sekolah sekolah cina di sita, kami kebagian sekolah di daerah Simpang Pulai Jambi. Bekas sekolah ini masih bagus, lumayan kami bisa sekolah pagi, karena sebelumnya SMP V menompang di SMA I Sipin Jambi.

Sebelum G 30 S tahun 1965, di kota Jambi tradisi cina masih melekat, mereka diberi kebebasan untuk merayakan Imlek di klenteng masing masing, Ada banyak klenteng dengan kepulan asap dari hio yang dibakar.

Suatu hal yang sering jadi tontonan kami adalah iring iringan pengantar jenazah orang cina ke pemakaman. Rombongan ini riuh sekali karena dimulai dengan mobil yang membawa rombongan pemukul genderang dan gombreng dipukul keras keras. Dari jauh sudah terdengar, kami berlari lari menunggu konvoi pengantar jenazah, menonton sambil menghitung berapa jumlah mobil pengiring.

Di SMA II saya mempunyai 2 orang teman keturunan Cina, Acai dan Ahong. Mereka juga baru bergabung di SMA 2 setelah kelas 3. Kami kebetulan di kelas PAS. Dulu SMA mulai kelas 2 dikelompokkan dalam 4 kelas. Sos, Bud, Pas dan Paspal.

Aku lebih akrab dengan Acai, anaknya santun dan berbudi luhur. Dia sering meminjamkan majalah intisari kepadaku, karena dia tahu aku kutu buku.

Orang tuaku tak sanggup membelikan buku pelajaran apalagi majalah. Acai pintar berbahas inggris, aku banyak belajar darinya.
Cap Go Meh pun aku tak paham, Acai tak pernah mengundang.

Lanjut kuliah tahun 1971 di Palembang. Tinggal di daerah 17 Ilir banyak keturunan cina bermukim disana, bahkan ada satu klenteng dikawasan itu. Aku hanya mempunyai seorang kawan keturunan cina. Kami kuliah di Akademi Perawatan.

Aneh memang koq ada seorang keturunan cina mau kuliah di Akademi Keperawatan bukan di Fakultas Kedokteran. Tapi itulah takdirnya. Herry Sulaiman nama teman tersebut.

Kami menyelesaikan kuliah lebih 4 tahun, karena waktu itu tidak ada sistem Kredit Semester (SKS) seperti saat ini. Herry pandai sekali, aku sering di ajak kerumahnya belajar bersama.

Hery sering meminjam buku terjemahan Al Quran yang kumiliki. Kami sering diskusi tentang agama sesuai dengan kedangkalan ilmu yang dimiliki saat itu.

Setelah tamat Herry tidak bekerja, dia malah menjaga toko kelontong orang tuanya di daerah pasar 16 ilir Palembang. Aku masih sering mampir ke tokonya setelah pulang kerja di RSUP .

Sekarang Herry sudah membeli sendiri kitab terjemahan Al Qur'an. Diskusi agama berlanjut, namun Herry tetap dengan keyakinannya.

Beberapa tahun kemudian teman satu alumni Rozi yang bekerja sebagai detail man perusahaan obat mengajak Hery bergabung. Takdirnya Herry dengan kemampuan bahasa inggris berkarir di perusahaan obat internasional.

Herry Sulaiman menduduki jabatan number one disana. Pulang balik ke luar negeri, Herry telah menuai keahlian bahasa inggris. Di Jakarta kami masih sering bertukar kabar via sms.

Terus terang sampai saat ini aku tidak tahu nama asli cina Hery. Kami pun tak pernah menanyakan seluk beluk keluarga teman teman etnis cina Herrypun merasa nyaman selama 4 tahun kuliah bahkan sampai kini ketika silaturahim, reuni dan kegiatan paska pensiun seperti keluarga sendiri

Hari raya Imlek berlalu begitu saja, mungkin Herry sudah modern. Keluarga ini memang keluarga intelek, adik adik Herry semua kutu buku, ngak ada yang ngobrol. TV dan radio tak terdengar suaranya.

Terakhir di kepolisian ada beberapa rekan keturunan cina yang menjadi perwira. Bahkan seorang teman yang bersama sama sejak perwira pertama kemudian bertemu lagi di salah satu institusi telah mendapat jabatan Direktur dengan pangkat Brigadir Jenderal Polisi.

Hari Raya Imlek bagi sobatku ini adalah hari leluhur yang patut dihormati sebagai salah satu bentuk bhakti kepada orang tua. Pada dasarnya saudara saudara kita teman teman keturunan cina baik baik, tergantung kepada kita walau terkadang mereka agak tertutup sedikit.

Teman temanku keturunan cina ulet, sederhana, kecuali si Acong anak Tauke itu. Rata rata mereka pintar, mungkin karena lebih tekun belajar dari pada bermain.

Acong, Acai, Herry Sulaiman, dimanapun dikau berada saat ini, kupersembahkan lagu Imlek 2012 kepada sahabat sahabat yang telah mewarnai kehidupanku selama ini.

Selamat Tahun Baru Imlek  Gong Xi Fat Chai.

Salamsalaman
TD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun