Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru Wafat Karena Dianiaya Siswa, Sebuah Peringatan bagi Pendidikan Indonesia

3 Februari 2018   07:02 Diperbarui: 3 Februari 2018   14:15 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Didie SW/dok. Kompas.com

Seperti dilansir oleh Tribun Jateng - Mengharukan. Ribuan pelayat  mengikuti prosesi pemakaman almarhum Ahmad Budi Cahyono (27), guru muda  ganteng multi talenta yang dianiaya muridnya hingga meninggal dunia. 

Mereka para pelayat datang dari berbagai daerah. Selain para murid,  orangtua siswa, kalangan pendidik, dan orang-orang yang bersimpati  terhadap guru honorer yang dipukul oleh siswanya saat pelajaran seni  lukis tersebut. Iya, guru tidak tetap dengan honor Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu itu dicintai oleh banyak kalangan dan idola para siswanya.

Save  Our Soul (SOS) Sistem Pendidikan Indonesia. Bisa jadi inilah pertama  kali seorang guru tewas akibat dianiaya muridnya. Sejarah mencatat  kejadian miris ini dengan tinta hitam. Kertas putih hitam sehitamnya sebagai bukti gagalnya para pemangku kekuasaan yang terkait pola pendidikan di negeri ini. 

Tanggung jawab tentu berada di pundak orang-orang yang mengaku pakar bidang pendidikan dan orang-orang yang saat ini  bekerja di ranah sekolah itu sendiri.

Sungguh terenyuh menyaksikan persitiwa ini di mana seorang guru honorer harus mengorbankan jiwa ketika melaksanakan tugas mulia mendidik. Tentu saja kejadian ini tidak  terjadi begitu saja tanpa ada proses yang melatarbelakangi seorang  murid tega memukul gurunya sendiri. 

Penganiayaan itu terjadi di sekolah dan disaksikan guru-guru lain dan murid. Ada apa dengan oknum siswa tersebut bagaimana pula cara orang tuanya mendidik anaknya di rumah tangga  mereka.

Apakah tidak terdeteksi perilaku menyimpang si oknum itu.Banyak pertanyaan sebenarnya yang perlu di jawab oleh Kepala Sekolah  karena tidak mungkin si oknum anak begitu berani melawan guru. Bisa jadi  perilaku ini juga di alami guru-guru lain dan ternyata tidak bisa  dihentikan. Selayaknya siswa menghormati guru baik dalam kelas maupun di  luar kelas. Kemana sopan santun dan budi pekerti itu pergi wahai orang  orang yang ada disana.

Pada zaman dahulu ketika murid melihat guru  saja takut dalam pengertian segan bersebab hormat kepada sosok  pengajar. Itulah zaman dulu murid sangat menghormati bapak ibu guru  sehinga ketika berpapasan saja sepertinya mereka menghindar karena  merasa ada sesuatu yang kurang baik mereka lakukan. Perilaku oknum siswa zaman now kalau boleh dikatakan mengerikan. Lihat saja tawuran antar  siswa berkepanjangan yang tidak pernah terselesaikan. Sekali lagi SOS  Sistem Pendidikan Indonesia wahai Bapak Menteri.

Sikap hormat murid kepada guru tampaknya sudah mulai sirna. Mungkin tidak di semua  sekolah namun peristiwa wafatnya Achmad Budi Cahyono (ABC) adalah kartu merah untuk kita semua. Seorang anak dalam proses belajar dan  pengajaran tidak terlepas dari siklus keberadaannya setiap hari pada 3  tempat. 

Pertama, anak-anak berada di lingkungan rumah atau keluarga. Apabila Ibu dan Ayah dalam kondisi keluarga yang baik maka jadilah anak  itu seorang murid yang baik pula di sekolah. 

Kemudian tempat  kedua adalah sekolah. Lingkungan sekolah sangat berpengaruh pada  perilaku anak-anak. Lingkungan sekolah yang disiplin dan benar-benar melakukan pengawasan kepada setiap murid dijamin akan membentuk kepribadian anak yang bisa diandalkan. 

Ketika orang tua mengirim anaknya  ke sekolah yang lemah dalam disiplin dan adanya kecenderungan pembiaran perilaku menyimpang. Akibatnya si anak akan terpengaruh oleh perilaku anak-anak nakal  sehingga akhirnya mereka ikut ikutan brandal. 

Disinilah seharusnya Kementerian Pendidikan melihat dan memantau bahkan menutup apabila masih ada sekolah  yang tidak terakreditasi karena sangat berbahaya bagi si anak sendiri dan juga bagi masa depan negeri ini.

Tempat ketiga bagi si anak  adalah kawasan bermain. Orangtua dan guru juga wajib mengontrol ke mana anak setelah pulang sekolah. Tidak juga bisa dilarang ketika anak-anak menyalurkan hobi di kegiatan positif namun apabila di tempat main ini  mereka bergaul dengan anak-anak nakal maka sia sialah pendidikan di  rumah dan sekolah tadi. 

Oleh karena itu anak-anak memang harus di berikan kasih sayang yang sempurna mulai dari rumah sehingga mereka mampu bertahan dari godaan anak-anak nakal. Kemudian ada baiknya orangtua  menginvestasikan dana yang cukup besar guna memilih sekolah terbaik agar  anak-anak berada di lingkungan kedua yang bisa menjanjikan pendidikan berkualitas. 

Terakhir awasi teman sepergaulan anak agar mereka tidak terkontaminasi oleh perilaku menyimpang yang jauh dari sikap sopan santun senyum sapa dan salam.

Oleh karena itu mulai saat ini  jadikan momentum wafatnya Bapak Guru ABC untuk berubah bagi semua pihak. Mulailah dari rumah tangga dan pilih sekolah terbaik dan lihat dengan siapa  saja anak anak bergaul. Dalam masa puber atau peralihan menuju dewasa, anak-anak sangat besar kemungkinan terpengaruh oleh lingkungan.

Ibarat orang bergaul di tempat  penjual minyak wangi maka akan wangilah bau badannya. Sebaliknya apabila berteman dengan tukang asap maka si anak akan tercium bau yang  kurang enak oleh  orang lain.

Poin yang ingin saya sampaikan  disini adalah SOS Dunia Pendidikan Indonesia. Bapak Menteri dan semua  pejabat yang terkait dengan pendidikan wajib turun tangan untuk unjuk rasa kepada diri mereka sendiri bahwa pendidikan ini bukan satu  pekerjaan main-main. 

Ada nilai-nilai moral yang wajib Bapak pejabat tanamkan bukan sekedar menyusun peraturan Sistem Pendidikan Indonesia dan  mengalokasi anggaran 20 % APBN untuk kegiatan yang ternyata tidak  menghasilkan anak didik berkepribadian.

Salamsalaman

TD

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun