Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Senja Kala Pasar Tradisional

2 Januari 2017   17:14 Diperbarui: 3 Januari 2017   10:22 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sumber : Humas Pajak

Mini Market Mengepung Warga

Serbuan mart di kota besar tak bisa ditahan. Bicara soal menahan tentu berkaitan dengan izin mendirikan mart mart tersebut. Entah bersebab apa kini jumlah mart itu tak terhitung lagi banyaknya. Bahkan dalam area 1 kilometer kubik terhampar 2- 3 mart. Apalagi di kawasan dengan penduduk padat, jumlah mart  mengikuti pertumbuhan wilayah setempat. Sudah jelas pasar tradisonal tersaingi, konsumen beralih belanja ke mart.  Akibatnya pasar tradisional lambat laun mati suri dan menunggu kolaps. Akhirnya kalah bersaing dan benar benar mati. Fakta otentik serbuan mini market kini memang telah mengepung pemukiman warga

Kebijakan pimpinan daerah tentu sangat berperan dalam mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Sejujurnya rakyat di paksa memilih antara layanan toko yang bersih plus pendingin dengan pasar yang becek dan kumuh. Apakah konsumen boleh disalahkan ketika mereka lebih memilih belanja di mart. Tentu tidak,   namun setidaknya Bapak Walikota dan Bapak Bupati bijak menyikapi permasalahan ini. 

Cara sederhana adalah me revitalisasi pasar tradisional agar juga memilik kualitas pelayanan.  Tidak sulit menciptakan pasar tradsional dengan  suasana nyaman, aman dan bersih dalam rangka merajakan  pelanggan.  Tidak ada kendalan dilihat dari sisi pembiayaan karena dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) pasti ada dana untuk pembinaan pasar tradisonal.  Masalahnya tinggal mau atau tidak, itu saja Pak Wali/ Pak Bupati.

Kenapa tidak para penguasa daerah mengeluarkan peraturan daerah yang melarang pendirian mart.  Inilah kewenangan yang terlupakan sehingga serbuan toko rapi bersih ini merajalela sampai di kelurahan. Bahkan seorang ustazd protes bersebab pertumbuhan mart telah mengalahkan pertambahan tempat ibadah. Orang lebih banyak kepasar menghabiskan uang. Memang sih uang sendiri namun karena mart mart itu memanjakan konsumen agar membeli barang barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Izin Kepala Daerah

Minimarket, dalam peraturan perundang-undangan termasuk dalam pengertian “Toko Modern”. Peraturan mengenai toko modern diatur dalam Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern(“Perpres 112/2007”). Pengertian toko modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.Setiap toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi mayarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada (Pasal 4 ayat (1) Perpres 112/2007). http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fceff7b57828/ketentuan-tentang-jarak-minimarket-dari-pasar-tradisional

Mengenai jarak antar-minimarket dengan pasar tradisional yang saling berdekatan, hal tersebut berkaitan dengan masalah perizinan pendirian toko modern (minimarket).  Suatu toko modern (minimarket) harus memiliki izin pendirian yang disebut dengan Izin Usaha Toko Modern (“IUTM”) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan khusus untuk wilayah DKI Jakarta diterbitkan oleh Gubernur (Pasal 12 Perpres 112/2007). Kemudian kewenangan untuk menerbitkan IUTM ini dapat didelegasikan kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat (Pasal 11 Permendag No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern - “Permendag 53/2008”).   

Peraturan sudah ada namun pengawasan itulah yang perlu digalakkan.  Membela ekonomi rakyat seharusnya mejadi visi misi seorang Kepala Daerah. Kepedulian akan nasib pasar tradisional hendaknya benar benar menjadi prioritas utama dengan cara menghambat atau kalau berani menutup mini market yang melanggar peraturan.

Kecuali Sumatera Barat

Memang ada juga kepala daerah yang tegas, melarang pendirian mart. Penguasa ini justru mengembangkan pasar tardisonal menadi tempat belanja yang aman dan nyaman. Inilah dia kepala daerah yang berorientasi mengangkat ekonomi kerakyatan Teori ekonomi makro (triccle down effect) menyebutkan bahwa perputaran uang itu sebaiknya berada di lingkungan itu sendiri, Jangan sampai uang belanja rakyat lari ke negeri orang. Artinya pemodal besar yang memiliki mart mart itu mengeruk keuntungan berlebih kemudian meng investasikan ditempat lain.

Contoh teladan terbaik datang dari Sumatera Barat.  Dilansir dari Money.id, ternyata toko-toko retail ‘raksasa’ tersebut tidak diizinkan oleh pemerintah daerah masuk ke Sumatera Barat. Pemda setempat memang melarang minimarket waralaba tersebut beroperasi, sebab ada kekhawatiran keberadaanya dapat mematikan keberadaan pedagang tradisional. Hal tersebut sudah pernah dikemukakan oleh Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah.

Walikota  memastikan tidak akan memberikan izin kepada jaringan waralaba untuk membuka gerainya di Kota padang. Menurut dia, kehadiran kedua waralaba tersebut dapat merusak ekonomi daerah nantinya. Mart tidak dikeluarkan izinnya karena akan merusak ekonomi daerah,” kata Mahyeldi beberapa waktu lalu  https://serambimata.com/2015/12/11/

Senjakala Pasar Rakyat

Senjakala pasar trasional tinggal menunggu waktu. Bisa dalam hitungan tahun pasar rakyat akan hilang dari peredaran.  Suasana ibu ibu menawar barang dagangan tidak akan terdengar lagi.  Inilah budaya tradisonal yang wajib dipertahankan dimana silaturahim antar warga dengan pedagang tetap mesra dalam prosesi  tawar menawar harga daging misalnya.  Sebaliknya belanja di mini market  komsumen dipaksa membeli barang dengan harga fix,  Tidak ada tawar menawar, sungguh malang nasib konsumen karena tidak lagi begelar sebagai raja.

Pertumbuhan mini market  menyebabkan uang rupiah semakin deras mengalir ke luar negeri.  Devisa semakin melorot apabila kebijakan makro tidak menjadi perhatian ahli ahli ekonomi.  Entah apa beratnya bagi seorang kepala daerah membangun pasar tradisonal yang ber ac, nyaman, bersih.  Apakah memang begitu sulit atau kah oknum  kepala daerah itu sendiri yang menjadi pemegang sahan mini market. Wallahu Alam Bisawab

Sepertinya negara telah tergadaikan.  Pasar rakyat  nantinya menjadi catatan sejarah bahwa disni dulu pernah ada pasar senin, pasar kamis, pasar jumat dan pasar minggu. Ya hanya tinggal nama sedangkan fisik pasar tradisonal itu lenyap ditelan bumi.  Mungkin areanya telah berubah menjadi mini market milik pemodal asing.   Senjakala telah dekat, hari semakin gelap sementara oknum penguasa asyiek masuk dengan dirinya sendiri.  Mengumpulkan kekayaan mumpung masih berkuasa.

Senja kala pasar tradisional bukan hoax. Bersegeralah berbelanja di pasar tradisional, nikmati proses tawar menawar  sebelum pasar pasar itu benar benar lenyap dari bumi pertiwi. Urgensi Hari Pasar Rakyat Nasional tentu strategi mantap dan tepat untuk mempertahankan keberadaan Pasar Rakyat.  Siapa lagi yang akan membela rakyat kalau bukan mereka sendiri,. Pemerintah jangan hanya bertindak sebagai fasilitator saja tetapi hendaknya juga berperan aktif mengembangkan Pasar Tradisional.  Polical Will itu milik Pak Jokowi dan Hari Pasar Rakyat dijadikan momentum bukti keberpihakan pemerintah kepada ekonomi kerakyatan.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kompasiana/blog-competition-urgensi-hari-pasar-rakyat-nasional_5861e56e6123bd9a0f5ced34

Salamsalaman

TD

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun