Peran Bappenas
Bappenas era Orde Baru berbeda dengan Orde Reformasi. Perbedaan mencolok tersebut apabila ditinjau dari sisi sistem pemerintahan presidential terlihat nyata pada pendekatan demokrasi. Seperti diketahui bahwa pada era reformasi, ekspetasi atau harapan masyarakat dalam hal ini komandoi partai politik sangat besar sekali terhadap arah dan tujuan pembangunan nasional.
Ekspetasi parpol itu terlebih terlihat nyata pada pola pemilihan pimpinan nasional dan pimpinan daerah. Ketika seorang Gubernur atau Bupati terpilih maka berserabutan datang kepentingan dari pihak yang berjasa dalam pemenangan pilkada bermuara kepada pimpinan daerah tersebut. Bisa jadi kepentingan itu tidak bersesuaian dengan system perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kemungkinan perubahan arah dan prioritas itu bisa saja terjadi dengan kekuatan kekuasaan dan wewenang Kepala Daerah.
Lain halnya ketika di era orde baru, kekuatan politik atau lebih dikatakan kekuatan berdimensi kekuasaan berada pada satu poros saja. Dengan demikian maka segala sesuatu yang menyangkut kepentingan rakyat selalu di selaraskan dengan kepentingan penguasa. Dilihat dari sisi positif pola kekuasaan tak terbatas itu maka segala sesuatu yang menyangkut kepentingan nasional bisa dikendalikan dengan secara nasional secara mudah.
Pengendalian itu berupa penetapan Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional satu pintu yang di kuasakan kepada Bappenas. Artinya Bappenas di era orde baru menjadi kekuatan sentral yang di patuhi oleh segenap Kementrian Lembaga. Inilah salah satu bentuk master plan produk Bappenas semua konsep perencanaan nasional tertuang dalam Blue Book yang tidak bisa di ubah oleh siapa saja.
Strategi Jangka Panjang 2005 - 2025 adalah Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan untuk menwujudkan secara nyata peningkatan kesejahteraan sekaligus mengurani ketertinggalan dari bangsa bangsa lain yang telah maju, Strategi tersebut dilaksanakan melalui upaya terpadu dan simultan sebagai berikut :
- Transformasi Struktur Ekonomi
- Memperkokoh keterkaitan ekonomi antar daerah
- Peningkatan Produktivitas Nasional
- Peningkatan Daya Saing Ekonomi Nasional
Repelita
Bappenas di era Orde Baru dalam nuansa Legalitas Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sangat tertata rapi dalam system perencanaan secara menyeluruh dan terpadu.
Pemerintah pada masa itu menyusun rencana pembangunan nasional
- Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun,
- Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
- Rencana Angaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN)
Namun di era reformasi perencanaan yang telah disusun rapi oleh Bappenas terkadang melenceng pada tataran pelaksanaan di lapangan. Artinya ada kekuatan “demokrasi” itu yang menyesuaikan perencanaan dengan kebutuhan daerah atau keinginan penguasa. Permasalahan itulah yang disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P. S. Brodjonegoro ketika mengundang Kompasianer pada hari Senin 29 Agustus 2016 dalam acara Tokoh Bicara.
Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah ekspetasi demokrasi itulah yang menjadi hambatan dimana Kepala Daerah dengan Kepala Bappenas yang baru saja dilantik bulan Agustus 2016 dengan semangat tinggi bertekad ingin mengembalikan peran Institusi Perencanaan Nasional itu sesuai dengan amanat UUD 45. Nuansa ingin menghidupkan lagi GBHN dinilai sangat strategis agar arah dan tujuan pembangunan nasioanl focus dan konsisten sesuai dengan master plan perencanaan jangka panjang.
Aspirasi Reformasi tak terkendali
Kebebasan di era reformasi terkadang kebablasan. Menerpa dan melompati aturan dengan alasan mengatas namakan rakyat dalam menyusun pola prencanaan untuk wilayahnya. Hal seperti ini sebenarnya syah syah saja ditinjau dari system perencanaan botoom up, namun perlu dilihat lebih jauh apakah keinginan Kepala Daerah itu benar benar maerupakan aspirasi rakyat setempat.
Inilah hambatan factual di era reformasi dimana kekuasaan otonomi daerah terkadang menggusur perencanaan yang telah ditetapkan oleh pusat dalam sistem Top Down. Pada dasarnya pemerintah pusat telah menetapkan skala prioritas nasional dikaitkan dengan keterbatasan sumber dana yang tersedia dan arah tujuan pembangunan nasional. Pertemuan antara pola bottom up dengan top down inilah yang seharusnya bisa diselesaikan dalam forum Musyawarah Perencaan Pembangunan (Musrenbang) secara berjenjang.
Disamping permasalahan perencanaan pembangunan yang “lepas” dari pakem Blue Book Bapennas maka secara factual ada pihak lain yang bermain. Bermain dalam bentuk mengubah alokasi anggaran dari satu wilayah ke wilayah lain. Modus ini terungkap ketika Komisi Pembrantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan terhadap oknum anggota DPR yang bertugas di Badan Anggaran. Tersangka terlibat konpirasi dengan pihak Oknum Pemda dan pihak ketiga (pengusaha) dalam mengatur alokasi anggaran pembangunan tahun berjalan.
Sesuai paparan Kepala Bappenas maka warga perlu sedikit lega ternyata Bappenas era Reformasi memiliki Blue Print Pembangunan nasional jangka panjang, jangka sedang dan jangka pendek. Hanya saja perencanaan itu tidak tertuang dalam GBHN seperti di era Orde Baru. Oleh karena di perlukan peran Blogger untuk mensosialisasikan blue print Bappenas kepada masyarakat.
Semangat Perubahan
Rasa lega itu berbuncah ketika melihat RAPBN 2017 tercantum prioritas pembanguna infrastruktur. Tadinya timbul prasangka bahwa Presiden Jokowi berjalan sendiri dalam artian Beliau ingin memperbaiki sarana tranportasi darat dan laut sesuai dengan keinginan sendiri tanpa memperhatikan skala prioritas pembangunan nasional.
Rencana Kerja 2017 dan Target Pembangunan : Memacu Pembangunan Infra Struktur dan Ekonomi untuk meningkatkan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah. Berdasarkan Pra Kondisi Pertumbuhan Inklusif berkeadilan dan Deflasi terkendali maka ditetapkan Pembangunan Nasional Dimensi Pembangunan Manusia , Dimensi Sektor unggulan dan berdimensi pemerataan dan kewilayahan.
Bappenas menetapkan semua arah pembangunan itu tertuju pada Kesejahteraan Rakyat yang memiliki daya saing dan produktivitas melalui program :
- Menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
- Mengurangi Kemiskinan
- Meningkatkan Index Pembangunan Manusia (IPM)
- Mengurangi Ketimpangan ( Meningkatkan taraf hidup 40 % ekonomi terbawah)
Oleh karena itu perlu ada greget dari Menteri PPN/Kepala Bappenas untuk selalu berkomunikasi dengan Presiden supaya segala keinginan orang nomor satu di Indonesia bisa disesuaikan dengan Master Plan Indonesia jangka panjang. Dengan adanya komunikasi intens maka diharapkan seluruh kebijakan Presiden tidak ada yang salah arah, atau paling tidak Kepala Bappenas bisa memberikan alternatif agar ide ide Presiden tetap bisa dilaksanakan.
Satu hal yang kami tangkap pada acara Tokoh Bicara tersebut adalah semangat tinggi Bapak Bambang PS ketika menjelaskan kiprah Bappenas di era kepemimpinannya. Arahan beliau kepada jajaran agar semua yang berkerja di Bappenas harus mempu menetapkan prioritas. Lebih tegas dikatakan Kepala Bappennas " tidak usah bekerja disini apabila anda tidak mampu menetapkan prioritas.
Mengembalikan peran Bappenas pada khitahnya memang bukann hal yang mudah namun dengan semangat perubahan hal tersebut bisa saja terwujud. Bagaiman nantinya apabila sesuatu pekerjaan tidak dilandasi oleh perencanaan yang baik, bisa saja seperti pesawat terbang yang tidak berkendali (auto pilot) Harapan kita semua adalah agar segala sesuatu yang di kerjakan oleh pihak eksekutif berdasarkan dan merujuk kepada master plan Bappenas jangka panjang. Artinya segala upaya pembangunan nasional tidak dilakukan secara serampangan sehingga hasilnya tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H