Mohon tunggu...
Thamrin Dahlan
Thamrin Dahlan Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang Purnawirawan Polri. Saat ini aktif memberikan kuliah. Profesi Jurnalis, Penulis produktif telah menerbitkan 24 buku. Organisasi ILUNI Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Mott Menulis Sharing, connecting on rainbow. Pena Sehat Pena Kawan Pena Saran

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Lega Mendengar Penjelasan Langsung MUI Terkait BPJS Kesehatan

23 Agustus 2015   16:32 Diperbarui: 23 Agustus 2015   16:32 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MUI Penjaga Umat

Lega rasanya mendengar secara langsung penjelasan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)  terkait BPJS Kesehatan. Rasa plong di dada itu bermula ketika menghadiri Seminar Menyikapi Fatwa MUI Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diselenggarakan oleh Program Studi Kajian Timur Tengah & Islam Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Ditengah kesimpang siuran opini publik, M Cholis Nafis, Ph D dalam Kapasitas sebagai Ketua  Komisi Dakwah MUI kembali menjelaskann bahwa tidak ada kata kata haram dalam Fatwa itu. MUI justru menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan perlu ditata lagi terkait Akad.

Lebih lanjut  Cholis Nafis mengatakan bahwa Penyelenggaraan Jaminan Sosial oleh BPJS Kesehatan  terutama yang terkait dengan Akad, antara pihak tidak sesuai dengan prinsip syariah karena mengandung unsur gahrar, maisir dan riba.  MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah dan melakukan pelayanan kesehatan prima. Tidak lain maksud MUI selaku penjaga akidah dan figh selain untuk membetulkan sesuatu yang  menyangkut hidup dan kehidupan  umat Islam Indonesia apabila ditemukan hal hal tidak sesuai dengan prinsip syariah.  

Ustazd kondang Cholil Nafis  yang sering tampil di TV dalam acara ke agamaan memberikan pemahaman  BPJS Kesehatan sebagai sesuatu yang harus di bersihkan.  Berbeda dengan pemahamanan Nabi Nabi sebelumnya yang sangat keras terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.  Seperti baju yang sebagian terkena najis maka pemahaman zaman dahulu baju itu harus di potong dan dibuang. Ketika era Nabi Muhammad SAW   maka berlakulah hukum figh.  Nabi memberikan contoh  ketika menemukan sesuatu itu kotor  atau najis.  maka tidak perlu  dipotong tetapi cukup dibersihkan saja dam selanjutnya bisa di pakai kembali.   Inilah pengandaian yang sangat sempurna dan bisa di terima akal sehat sesuai kondisi BPJS Kesehatan saat ini.

Asuransi Masih Jadi Barang Aneh

Selaku peserta BPJS Kesehatan saya dapat memahami latar belakang munculnya Fatwa MUI itu yang kemudian diplesetkan oleh media dengan istilah BPJS Haram. Untunglah pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan cepat. Tindakan itu berupa upaya membahas secara komprehensif terkait temuan MUI tentang Akad Asuransi Kesehatan bersama MUI, BPJS Kesehatan, Dewan Syariah Nasional dan beberapa stake holders. Selanjutnya di bentuk TIM Kerja dengan batasan waktu  tertentu guna mengeluarkan rekomendasi kepada Pemerintah sehingga masyarakat terutama umat Islam Indonesia mendapatkan kepastian hukum ketika menggunakan layanan kesehatan.

Seminar dilaksanakan pada hari Jum'at, 21 Agustus 2015  di Gedung Iasth Kampus UI Salemba di hadiri oleh puluhan peserta. Tampaknya kepedulian masyarakat dengan latar belakang heterogen terdiri  mahasiswa, para ustazd dan orang awam sangat besar sesuai  dengan kepentingan pribadi atau komunitas atas layanan BPJS Kesehatan. Moderator Guntur Subagya memberikan kesempatan kepada  Dr Buddi Wibowo menyampaikan topik Peran Jaminan Sosial Bagi Kesejahteraan dan Pembangunan Nasional. Beliau mereferensi sistem asuransi di beberapa negara lain dan melihat bagaimana peran pemerintah dalam mensejahterakan rakyat melalui peningkatan kualitas derajat kesehatan masyarakat. Dr Buddi menganjurkan kepada BPJS Kesehatan agar memperjelas Status Akad, apakah seperti Asuransi Konvensional (transfer of Risk) atau berbentuk Hibah (takaful) atau seperti  Tabungan (provident fund). 

Asuransi bagi sebagian besar rakyat Indonesia masih merupakan barang aneh. Rakyat Indonesia tergolong masyarakat  yang belum berada pada budaya Insurance Minded dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore. Tentu saja kondisi per-asuransi-an itu berbanding lurus dengan pendapatan per kapita rakyat Indonesia yang masih sangat rendah.  Boro boro untuk menyimpan duit (saving) untuk makan aja susah. Inilah kondisi faktual,  Pada kelompok menengah keatas justru mereka lebih suka meng-asuransi-kan harta milik seperti mobil, rumah dan asset lainnya ketimbang mengasuransikan pelayanan  kesehatan (askes) dan kematian (asuransi kjiwa)  Kesehatan dan jiwa bagaimana  nanti aja katanya, toh datangnya sulit diduga.

Pemerintah telah berbaik hati mengeluarkan Undang Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia dan jaminan kerja bagi buruh.  BPJS Kesehatan secara Nasional mulai beroperasi tanggal 1 Januari 2015.  BUMN dan rakyat yang tidak termasuk dalam komunitas PNS, TNI/Polri dan Pensiunan di anjurkan segera mendaftar sebagai peserta BPJS.  Luar biasa tanggapan positif dari masyarakat.  Dengan hanya membayar iuran Rp 26.500 perbulan  mereka mendapat pelayanan kesehatan sesuai standar BPJS Kesehatan. Apabila tadinya masalah kesehatan terutama perawatan di Rumah Sakit menjadi momok karena harus menyiapkan uang muka untuk bisa dirawat kini rakyat dengan menggunakan kartu BPJS bisa dilayani sesuai dengan wilayah tempat tinggal.

Rakyat Membutuhkan Pelayanan Kesehatan

Euphoria masyarakat inilah yang perlu di tanggapi serius oleh BPJS Kesehatan dan MUI.  Jangan sampai kesalah pahaman terkait Fatwa MUI menjadi kendala bagi rakyat ketika membutuhkan pelayanan kesehatan.  Ustazd Cholil Nafis menjelaskan walaupun sebenarnya Fatwa MUI tidak mengikat secara formal kepada warga karena tidak ada unsur paksaan disana.  namun bagi umat yang paham tentang prinsip syariah, Fatwa MUI merupakan ikatan moral penting terkait penyempurnaan aqidah dan figh.  Oleh karena itu masyarakat menunggu kiranya  Tim Kerja yang di bentuk OJK segera mengeluarkan rekomendasi agar posisi darurat bisa segera di akhiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun