Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Perburuan Novel dalam Mem"Bumi Manusia"kan Film Negeri Dewek

11 Agustus 2019   19:59 Diperbarui: 11 Agustus 2019   20:20 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain sebagai film terbaik dan sutradara terbaik. Bahkan pemain utamanya Prisia Nasution menjadi pemain terbaik peraih Piala Citra dalam ajang FFI 2010.   

Pidi Baiq, penulis novel fenomenal Dilan 1990-1991 merasa harus cerewet dengan karyanya ketika difilmkan. Sejak dibuat skenario, pernak-pernik latar belakang dan akhirnya ia mesti terlibat ke dalamnya, dengan menjadi co-directornya. Ia tak ingin naskahnya yang menjadi best seller itu meleset dari apa yang telah ditulisnya. Di samping, ia seorang kreator lengkap. Pemusik, komikus, ilustrator dan jebolan serta dosen seni rupa ITB yang faham akan bahasa gambar.

Kekurangan Cerita

Produksi film Indonesia sebanyak 140 judul (2017), membludak.  "Film Indonesia tahun lalu rilis sekitar 140 judul. Berarti dalam seminggu rilis empat film Indonesia atau beberapa waktu lalu lima," kata sutradara Joko Anwar. Maka tak pelak membutuhkan bahan cerita. Dan novel, satu di antara yang dibutuhkan, tentu. Meski film bisa diambil dari kisah nyata atau perjalanan kesuksesan (Succes Story) semisal Sabyan: Menjemput Mimpi.

Cerpen pun kerap dilirik dan kemudian diangkat ke layar lebar. Terbaru (2019) Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (Seno Gumira Adjidarma) digarap oleh sutradara John De Rantau. Juga ada Doa yang Mengancam yang mengangkat Komedian Aming dan seterusnya. Termasuk, sesungguhnya Keluarga Cemaranya Arswendo Atmowiloto. Karena naskah ini diambil dari tulisan-tulisan di Majalah HAI, tahun delapan puluhan.  

Namun pada novel, biasanya disebabkan oleh cerita yang sudah komplet. Dari sebuah cerita panjang, ada setting, dan lengkap karakter tokoh serta konflik yang kompleks dibandingkan dengan cerpen -- yang biasanya untuk satu persoalan selesai. Selain, pertimbangan sebuah novel biasa difilmkan karena nilai jual karena populer. Semisal Ayat-ayat Cinta (Habiburrahman El-Sirazy)  dan Laskar Pelangi (Andrea Hirata).

Kebutuhan akan cerita film dari novel, adalah sebuah kebutuhan konkret dan niscaya. Meskipun terjadi tarik-ulur. Apakah sebuah film mesti mendekati naskah teks awal, novel dalam hal ini. Biasanya, karena ego sang pengarang, novelis, yang merasa telah melahirkan karya. 

Di sisi lain, ketika berubah menjadi film (sinema), tentu membutuhkan bahasa sinematografis. Bahkan saat masih menjadi skenario pun perlu dan membutuhkan pengadeganan dan scene-scene yang dianggap memenuhi nilai artistik sebuah film cerita. Tak cuma dan melulu casting pada para pendukungnya. Yang biasanya mempertimbangkan pemain film yang sedang laris. Artis beken dan menjual.

Perburuan novel selazimnya sebuah kebutuhan dan kesesuaian dengan produk lokal film negeri ini. Dan novel-novel yang membumi adalah buah tangan dari para novelis negeri dewek. Ada muatan lokal yang sesuai dengan pangsa pemirsanya. Sebab, jujur saja, ketika film produk dalam negeri diproduksi maka yang terbayang adalah audiencenya adalah penduduk negeri 262 jutaan jiwa. Sebuah pangsa yang lumayan. ***  

 #tantangankomik

#jelajahdannobarmaraton

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun