Jangkrik.
"Kali ini, sapa dia dengan ramah. Siapa tahu ia tahu diamu di mana."
Aku garuk-garuk kepala.
"Kauturutilah kataku."
Seblak!
"Nah, sebelum walikota datang ke sini. Nanti perhatian terpusat kepada dia."
Lelaki berikat kepala khas Sunda itu datang lebih cepat daripada yang kuduga. Dan benar. Ia menjadi pusat perhatian. Sebagian ingin foto selfie bareng orang terkenal itu. Termasuk wanita berkacamata yang belum sempat kupesan darinya secangkir lagi minuman pagi hangat.
"Berdua saja, Kang ... Walikota." Pinta wanita itu berubah menjadi ganjen.
Hatiku berdesir.
"Apa kubilang. Kamu telat."
Aku menelan ludah. Ingin membasahi tenggorokan agak tak jeles. Meski mata tetap nanar. Tak suka adegan di depan mata.