Cerita Minggu Pagi 59
Aku menghubunginya dengan telepon genggam sembari duduk di kursi besi dicat cokelat mini market di pinggiran jalan tak lengang. Langsung ada jawaban.
"Ke mana saja?"
Plak! Aku menempeleng jidatku.
"Udah nggak kangen, ya?"
Susulnya. Membuatku ingin menempeleng jidat lagi, tapi kuurungkan. Serangan seperti itu biasa datang dari sepasang bibir gendewa terentangnya. Biasanya diringi dengan alis diangkat ke atas, masak turun? Aku ingin menjawabnya, seperti biasa. Namun tersela oleh suara nyanyian.
"Mother how are you today ..."
Ini yang kusuka darinya. Romantil, romantis dan sentimentilnya kerap berbarengan. Jika kali ini dengan lagu itu, mungkin ia sedang ingin menjadi ibu pada Hari Ibu. Padahal, ia belum kunikahi. Kucium, sudah. Ya bibirnya yang ... tak merah merona benar.
Mestinya aku menyusulnya ke Bandung. Di Dago. Pagi ini. Biar bisa carfreeday dan aku menyorongkan sepotong es krim ketika ia akan bercuap-cuap dengan kekesalannya. Klep. Akan diam dia. Sayangnya, ia jadi asyik dengan benda yang dilamot-lamot.
"Jadi?
"Abang datang jam berapa?"