Son mendesis. Dan Te segera ke warnet langganan. Di sana ia bisa terbenam untuk mengencani Nindy, sang pujaan hati. Sampai uang habis. Sampai waktu habis.
Pada seminggu kemudian, Te mengabarkan perkembangan tentang gadis yang sedang di-PDKT itu. Kali ini, ceritanya lebih seru. Dia sudah dikirimi gambar yang lebih menarik hatinya. Bahwa bodynya benar-benar nggitar dan bagian penting yang menjadi dambaaannya, sesuai dengan selera. Juga impiannya. Dadanya berisi. Diperkirakan paling tidak ukuran 36. Karena masih tertutup penutup bra berwarna biru.
“Dia ngajak ketemuan.”
“Trus?”
“Ya, masak sih ketemuan aku nggak modal.”
“Hehhh … aku ngerti arahnya.”
Dan Te mendapatkan modal untuk kencannya dengan gadis impiannya itu. Bahkan dia berjanji, nanti Son akan dikabari. Seperti apa sebenarnya Nindy itu. “Kalau perlu, teknisnya kugambarkan seperti laporan pandangan mata seorang wartawan senior. Kayak wartawan radio, gitu.”
Son tak bisa tidak hanya geleng-geleng kepala. Ia memang bisa mengerti perasaan Te. Lelaki jadul, kemudian dia ajari komputer lalu kesengsem dengan internet. Sampai kemudian berjaring sosial dan kesengsem dengan Nindy. Gadis kota yang hanya berbilang satu jam dari kota di mana Te dan Son tinggal.
“Alamak …Nindy memang gadis baik-baik ….”
“Laporan ini positif?” tanya Son pada pasca Te ke Kota dan ketemu dengan Nindy.
“Ya, positif, lah.”