Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjual Raja Ampat, Menjaga Tanah Papua

29 Desember 2016   04:02 Diperbarui: 29 Desember 2016   04:14 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAJA Ampat adanya di Tanah Papua, masih Indonesia juga. Namun terasa  lebihjauh daripada ke Singapura. Karena sama-sama bebas visa?  Bukan. Padahal Raja Ampat itu surga sesungguhnya. Di mana menjulang bongkahan tanah di sela-sela air laut bagai lukisan alam semesta tiada tara.

Sejak 2015, fasilitas bebas visa telah diterapkan Indonesia kepada 169 negara.  Padahal, dulu, satu visa berharga – diterapkan sebesar 35 dollar AS. Kebijakan itu tak pelak mengudang berdatangannya turis manca negara sebayak 12. 000. 000 orang per tahun 2016. Dan berapa yang berkunjung ke Raja Ampat, atau Papua secara keseluruhan: Danau Sentani, dan Jayawijaya, misalnya?

ASITA DPD Papua tahun 2016 menargetkan kunjungan wisatawan asing 10. 000 orang. Optimisme itu berdasarkan kapal-kapal persiar , antara 100-200 orang per sekali singgah. Meski wisman itu limpahan dari Australia, PNG, lalu masuk Jayapura dan ke luar melalui Biak atau Raja Ampat sampai akhirnya menetap beberapa lama di Bali. “Sayangnya data wisatawan Nusantara atau domestik jarang tercatat,” ungkap Join Ginting, Sekretaris Asita Papua.  

Jelas, masih jauh daripada orang berkunjung ke Jogja, Bali atau Bandung yang sudah menjadi favorit bagi kita sendiri ketika sebagai turis di negeri ini. Banyak faktor kenapa begitu. Bukan karena visa, tentu. Jarak yang jauh bagi orang-orang di Pulau Jawa yang biasa piknik atau berlibur? Satu di antaranya. Namun Papua ibarat masih seorang perawan yang masih belum disentuh polesan benar dan tepat. Itu kata kuncinya.

Raja Ampat  dengan kawasan empat pulau besarnya:  Waigeo, Misool, Salawati, dan Batanta menjadi jualan wisata kuat kita di wilayah timur. Tersebab ia surga yang baru menyembul dari Pulau Kepala Burung Cendrawasih.  Disebut baru, karena memang persentase wisatawan domestik maupun manca negara ke sana masih sangat kecil. Untuk bisa ke sana, sekali jalan dibutuhkan angka yang lumayan besar.  Kalau ditempuh dari Jakarta, lebih mahal daripada ke Singapura. Itu seperti dinyatakan Asita Papua di atas tadi.

Permen Persahabatan

Seiring dengan era digital, kita disuguhi pemandangan nan elok menawan Raja Ampat dengan sekali klik.   Di situ terpampang bongkahan-bongkahan tanah seperti kue diiris-iris dengan dasarnya yang biru laut. Namun seribu kali melihat, tak dapat ditandingi dengan sekali datang langsung dan menghirup udara, menikmati terpaaan angin dan bersentuhan langsung dengan warganya yang natural, para nelayan itu. Plus menikmati ikan bakar, misalya. Dan pulang mencangking cinderamata seperti patung Asmat yang memang bisa saja dibeli dari jarak jauh atau minta oleh-oleh dari saudara atau teman yang ke sana.

Jika ini sebuah modal, Raja Ampat sesungguhnya tinggal memoles secara benar untuk dijual sebagai Daerah Tujuan Wisata andalan Papua.  Sebagai destinasi, ia sesungguhnya punya nilai tinggi, terutama bagi para pemburu tempat berlibur atau para traveler. Mengingat di sini terdapat 1.511 jenis ikan dan penyu laut bila menyelam di air yang jernih itu.  Atau bisa melakukan trekking di empat pulau besar dan pulau-pulau kecil dan didampingi nelayan sebagai pemandunya. Ya, sambil memberikan pinang dan permen kepada mereka, warga yang dijumpai. Sebab, inilah nilai persahabatan dengan mereka.

Yang menjadi persoalan utama, tentu, transportasi untuk membawa orang ke sana.

Ya, mestinya ada kemudahan untuk mencapai Raja Ampat yang lebih, kini. Jika Presiden sudah memberlakukan harga BBM di Papua sama dengan di Pulau Jawa, selayaknya ini sebuah pintu masuk – selain infrastruktur yang dibenahi – meningkatkan potensi ini . Sehingga bisa lebih mudah dan murah. Dengan jalan yang dibangun – meski sudah menunjukkan tanda-tanda signifikan – seperti mengiringi jalan terbuka Papua ke depan sebagai sebuah destinasi menjajikan. Sepuluh tempat Wisata Papua terutama danau, laut dan pantainya terkeren: Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Danau Sentani, Danau Paniai, Lembah Baliem, Desa Wisata Sauwandarek, Pantai Bosnik, Pantai Amai, Pulau Rumberpon, dan Raja Ampat, tentu. Selain orang akan tahu, misalnya, bahwa juga ada pesona bahari di Tablanusu, Distrik Depare, Kabupaten Jayapura.

Ini sebuah tempat yang mengandalkan pantai berbatu-batunya menimbulkan derak-derak saat diinjak.  Mungkin akan terdengar serupa batu menangis, sehingga Tablanusu disebut Desa Batu Menangis. Di mana tiap 26 November diadakan Pekabaran Injil, untuk memperingati datangnya seorang pendeta (dari) Maluku pada 26 November 1911 dengan ibadah dan tari-tarian meriah.

Atau ke Festival Danau Sentani (FDS) yang sudah dicanangkan sejak 2007 sebagai sebuah kunjungan terencana yang tak ada duanya itu. Di mana ada tarian kolosal dan bisa melibatkan 500 penari dari 24 kampung dan 19 distrik Jayapura di tepian danau dengan kostum khas mereka. “FDS merupakan upaya untuk mempromosikan pariwisata berbasis kekayaan alam dan budaya masyarakat setempat. Kami akan terbarkan Pesona Indonesia dan keindahan negeri ini dari Danau Sentani,” kata Mathius Awoitauw, Bupati Jayawijaya.

PapuaPerluDijaga

PT Freeport Indonesia, dengan beroperasi sejak Kontrak Karya Pertama April 1967 telah membuka setidaknya lapangan kerja 31. 694 orang (info Kita No. 240, Maret 2014). Di mana karyawan Nasional 73. 96 % dan karyawan Asli Papua 26.04 %, sedangkan karyawan asing 2.51%. Itu merupakan bagian dari sejarah dan perkembangan pertambangan di Bumi Cendrawasih, khususnya di wilayah Timika yang kecil berpotensi besar itu. Sebab, wilayah Papua yang  luas itu belum bisa dijadikan keekonomian  kawasan tersebut secara adil dan merata. Sehingga warga bisa terlibat dan menjadi bagian pertumbuhan di daerahnya.

Oleh karenanya perkembangan sektor wisata, sesungguhnya tawaran lain bagi warga Papua umumnya. Di mana PariwisatasebagaiPengungkit, meminjam istilah Tajuk KOMPAS (28/12), satu dari empat sektor unggulan ekonomi Indonesia. Bahwa  sektor ini adalah bidang keempat setelah pangan, energi dan kelistrikan selain kemaritiman dan kelautan. “Berwisata ke berbagai tujuan di dalam negeri berdampak lebih dari sekadar kegiatan rekreasi” catat media mainstream ini.

Papua yang bermodal besar, selazimnya sebuah modal ke depan di samping modal berdaya dorong ke belakang. Yakni seperti adanya pembangunan jalan-jalan sebagai infrastruktur yang selama ini tertinggal. Juga, tentu menumbuhkan ekonomi kreatif, homestay, jasa kulier, transportasi sampai dengan telekomunikasi. Inilah asa dalam menumbuhkan ekonomi kawasan timur Indonesia yang satu ini. 

Barangkali yang kemudian perlu dijaga adalah, apabila orang berkunjung ke Papua, tetap menghormati adat setempat. Ketika menghadiri Pesta Bakar Batu, di Distrik Wara, Abepura Kota Jayapura misalnya. Di mana kita bisa berbaur  tanpa harus menjual akan keyakinan tertentu, yang berarti menerabas keyakinan agama seseorang yang berkunjung ke Papua. Sebaliknya, orang Papua tetap dengan adatnya tersebut. Kita hormati.

Bagaimanapun, berkembangnya sektor pariwisata adalah pelibatan semua unsur di dalamnya. Tumbuhnya ekonomi kawasan, berarti merangkul semua unsur dan warga setempat sebagai modal pokok, modal sosial. Jika ada pembangunan penginapan atau sektor akomodasi, mereka layak terlibat. Bukan sebagai penonton apalagi tersingkir. Menjadi (lebih) miskin, misalnya. Tidak. Tak boleh.

Papua dengan Raja Ampatnya adalah Surga baru destinasi Indonesia Timur kita yang menjanjikan. Dan wilayah ini dengan alam dan budayanya yang kaya layak berkembang sebagai sebuah kawasan lokal yang unik dan menarik. ***     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun