Ancaman dan tawanan semacam itu, khas Cilegonkah? Ndak tahu. Namun karena memang masih ada jadwal untuk mewawancara Pak Wali sepuh Tubagus Aat Syafaat, ya saya ndak nolak. “Saya kan dibawa Kang Tisna. Jadi, ya terserah Pak Ustazlah,” sahut saya.
Lalu Laura setengah merayu, agar ia dizinkan untuk janjian traktir menjanjikan itu.
Nah, kini acaranya Ketua DPR, setelah acara berbuka puasa dan beberapa waktu jeda untuk salat Maghrib. Ya, maklum saja kalau kemudian Akom menyelipkan sebagai orang politik. “Saya akan memperjuangkan RAPBN-P. Walau P nya Pengurangan, bukan Penambahan,” ujarnya disambut gemuruh, mengingat ia mengerti arti Cilegon. Di mana ia berhadapan dengan Iman Ariyadi, seorang doktor ilmu politik – yang disebut – bisa berpolitik, bukan seperti dirinya doktornya berkait dengan urusan bisnis. “Sebab, doktor pilitik, umumnya lebih mahir sebagai seorang pengamat,” imbuhnya.
“OK. Karena Abah Aat tak bis ahadir di sini, kalau begitu, saya akan menjenguk guru saya yang sedang kurang sehat,” kata Akom. Yang dimaksud guru politik itu, ternyata adalah Pak Aat Syafaat ayahanda walikota Iman Ariyadi yang dua kali menjadi Walikota Cilegon yang diperjuangan berdiri sendiri, tidak lagi menjadi wilayah Kabupaten Serang. Cilegon sebulan setengah lalu baru berulang tahun ke-17. ***
foto-foto TS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H