Mohon tunggu...
Thamrin Sonata
Thamrin Sonata Mohon Tunggu... Penulis - Wiswasta

Penulis, Pembaca, Penerbit, Penonton, dan penyuka seni-budaya. Penebar literasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(My Diary) Dongeng Kecil untuk Anin

13 April 2016   02:50 Diperbarui: 13 April 2016   03:13 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menggeleng. Bagaimana Batak. Sedangkan resepsi pernikahan orangtuanya saja mesti pakai acara telor diinjak segala. Bukan Sagala, lho ya?

[caption caption="Anin, malaikat kecilku. Berperaga setelah eyangnya menerima paket dan ada kaosnya. (dok.TS)"]

[/caption] 

Dear Diary,

Tahun kedua Anin. Dia merepotkanku lagi, dan lagi. Lalu lagu yang didendangkan dengan cadel suaranya: Nina bobo, oh nina bobo/ kalau tidak bobo digigit nyamuk. Dan, ia mengayun-ayunkan boneka apa saja untuk digendong. Walau ada beruang dan panda yang lebih besar darinya. Di ujung lagu, persis seperti You tube yang dilihatnya. Ikut merebahkan kepalanya di kepala boneka. Pura-pura tidur.

Pun ketika habis menonton You Tube lagu Kupu-kupu yang lucu. Karena di halaman rumah, ada pohon melati, anggrek, wijaya kusuma, pucuk merah dan saat terbang kupu-kupu ia bergerak kian kemari. Untuk mengejarnya sambil tertawa, karena tak kunjung tertangkap dengan jari-jemarinya.

Lebih dari itu. Kalau ba’da shalat, ia langsung ngedeprok di pangkuanku. Lalu ikut menengadahkan kedua tangannya. Tak ke luar suara, kecuali sesekali menoleh ke arahku. Mungkin terlalu sulit doa yang kusebutkan secara berbisik untuk diikutinya. Termasuk di antaranya (aku) meminta kepadaNya agar Anin menjadi shalehah.

Dear diary,

Tahun-tahun menjelang ketiga ini. Sudah lebih dari merepotkanku. Lha, tiap hari, “Tung ke Apa.” Dan ia nylingkrek di depan motor. Kuantar ke mini market di kompleks perumahan. Begitu masuk ke ruang berpendingin itu, ia langsung menghambur. Mencari, awal-awalnya susu dalam kotak. Kemudian aku tak boleh membawanya. Ia sendiri yang menyerahkan susu kotak itu ke kasir. Dan aku diminta untuk membayarnya. Ia pun dengan tertib tak menyalip bila ada pembeli lebih dulu untuk transaksi pembayaran. Aku hanya mengangguk, memberi tanda. Benar. Harap antri, ya Anin.

“Ini saja, Dik?”

“Iya,” sahutnya seraya menoleh ke arahku. “Ini, ini aja, ya Tun?” minta persetujuanku.

Pada hari-hari berikutnya, selain susu kotaknya, ia akan menuju kulkas di mini market itu. Dan diambilnya es krim. “Ini untuk Uti, ya Tun!” tak lagi bertanya. Namun sudah sebuah permintaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun