[caption caption="dok. koesplus"][/caption]
foto: videoparades.cz
(Minggu Ketiga Terinspirasi Lagu)
PENGAKUAN Hen, membingungkan. Betapa tidak. Ia menyebut dirinya laki-laki tangguh. Tapi sesungguhnya rapuh. Di mataku.
“Kita pisah saja, Niar.”
Semudah itu? Jalinan ini berbilang tahun ketiga.
“Trus?”
“Ya, jalan masing-masing.”
“Kau tetap di Jakarta?”
“Di mana lagi?”
Kupikir persambungan hatiku dan hatinya bukan untuk diperdebatkan. Ini urusan hati. Ya, sudahlah. Untuk apa janji-janji yang tak pasti. Biarlah kusendiri. Seperti malam ini.
Kupelototi kata-kata di laptop. Tak nyambung. Aku membiarkan gerimis di senja hari. Duduk di sebuah resto dengan pandangan luas ke Jalan Juanda.
“Ini punya Anda?” seseorang menyerahkan kertas.
Aku menarik kertas itu. Tanpa kata.
“Dicek dulu. Mungkin bukan milik Anda.”
Aku menelengkan kepala.
“Tinton ….”
Kami pun berbincang. Layaknya teman lama.
“Bagaimana Hen?”
“Forgeted ….”
Tinton melongo.
“Ceritanya aku lagi menulis ….”
“Cerpen, true story ….”
Lengan Tinton kutinju. Ah, aku biasa guyon dengannya. Ia teman Hen juga. Kami sama-sama di komunikasi. Dia kerja di Koran Bandung.
“Judulnya, kalau boleh usul ….”
“Apa?”
“Sabtu Malam Kusendiri.”
“Kok?”
“Kan memang ….”
Aku meninju lengan Tinton lagi.
“Eh, kalau nggak keberatan, kumuat di koranku Minggu depan. Tapi honornya kecil untuk ukuranmu.”
Aku menjentikkan jari.
“Ok. Eh, aku janjian sama Nine. Tuh!”
“Salam …ya!”
Aku melanjutkan cerpen yang ditebak Tinton dengan benar.
Terinspirasi
Kisah Sedih di Hari Minggu (Koes Plus)
Kisah ini diikutsertakan dalam rangka menyambut HUT perdana Rumpies The Club
[caption caption="dok.rtc"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H