“Ya ….” Ia ragu ketika mendapatiku sedepa di depannya.
Aku pun kaget. Kecewa. Ia bukan Iis.
“Maaf ….saya kira Iis.”
Ia terlongoh.
“Aku Iis ….”
Aku menelan ludah.
“Tapi bukan Iisku ….”
Ia tersenyum. Dan mempersilakanku, menggeser duduknya.
“Tak keberatan?”
Iis menggeleng pelan.
“Kita bicara.”
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!